Jumat, 13 Juli 2018

Raja Saudi Bebaskan Semua Pasukannya dari Tanggung Jawab Perang Yaman



Raja Saudi Bebaskan Semua Pasukannya dari Tanggung Jawab Perang Yaman
Seorang tentara Arab Saudi siaga di wilayah Magrib, Yaman, 26 Januari 2018. Foto/REUTERS/Faisal Al Nasser

RIYADH - Raja Salman bin Abdulaziz membebaskan semua pasukan Arab Saudi dari tanggung jawab atas perilaku mereka dalam perang di Yaman. Padahal, perang di negara yang kacau itu telah menyebabkan ribuan warga sipil tewas dan terluka.

"Pengampunan dini ini meluas ke semua personel militer di seluruh angkatan bersenjata yang mengambil bagian dalam Operation Restoring Hope," bunyi pernyataan kerajaan yang dirilis kantor berita negara Saudi, SPA, semalam (12/7/2018).

Operation Restoring Hope adalah nama kode resmi dari invasi Koalisi Arab yang dipimpin Riyadh terhadap Yaman. Invasi itu atas permintaan presiden sah Yaman, Abd Rabbo Mansour Hadi, untuk memerangi pemberontak Houthi.

Keputusan kerajaan dikeluarkan setelah sebuah laporan disampaikan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan.

Pengampunan dini ini membebaskan pasukan yang terlibat perang dari hukuman militer dan disipliner yang terkait dengan beberapa aturan.

Pernyataan yang dirilis oleh SPA tidak secara spesifik merinci kejahatan tertentu yang mendapat pengampunan dini, tetapi langkah itu untuk menunjukkan penghargaan bagi para prajurit Saudi yang "heroik dan berkorban" dalam invasi di Yaman.

Koalisi Arab mulai menginvasi Yaman untuk memerangi pemberontak Houthi sejak Maret 2015. Invasi itu untuk mempertahankan kekuasaan Presiden Hadi yang nyaris digulingkan pemberontak.

Sampai saat ini, konflik di Yaman belum berhenti. Kelompok Houthi bahkan kerap membalas dengan menembakkan beberapa rudal ke wilayah Arab Saudi.

Menurut kelompok-kelompok HAM, selama meluncurkan invasi, Koalisi Arab sering kali menargetkan warga sipil. Namun, koalisi tersebut enggan untuk mengakuinya.

Tahun lalu, seorang pejabat Human Rights Watch, Ahmed Benchemsi, mengatakan kepada Russia Today bahwa 61 dokumen serangan udara, semua dilakukan oleh koalisi. "Kemungkinan memang menjadi kejahatan perang, yang telah menewaskan hampir 900 warga sipil dan telah menghantam area sipil, termasuk pasar, sekolah, rumah sakit dan rumah pribadi," katanya. 




Credit  sindonews.com