DAMASKUS
- Rezim Suriah dan sekutunya, Rusia, melanjutkan serangan udara di
selatan negara itu pada Rabu (4/7/2018). Aksi itu dilakukan setelah
pemberontak mengatakan pembicaraan tentang pengambilalihan wilayah oleh
pemerintah telah gagal.
Presiden Suriah Bashar al-Assad telah memutuskan untuk merebut kembali wilayah selatan yang merupakan tempat lahirnya pemberontakan terhadapnya. Rusia telah membantu serangan selama dua minggu oleh pasukan Assad terhadap para pemberontak di provinsi selatan Daraa dan Quneitra, yang berbatasan dengan Yordania dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Pada Rabu sore, para pemberontak bertemu dengan delegasi Rusia untuk menyampaikan keputusan mereka atas proposal Moskow untuk pengambilalihan rezim atas bagian selatan Ibu Kota provinsi.
Sekitar 90 menit setelah pertemuan itu dimulai, komando gabungan pemberontak untuk wilayah selatan mengumumkan pembicaraan telah "gagal".
"Negosiasi dengan musuh Rusia di Busra al-Sham telah gagal, setelah mereka bersikeras meminta menyerahkan senjata berat," kata kelompok pemberontak dalam pernyataan secara online.
"Tidak ada negosiasi di bawah ancaman," tambah pernyataan yang dimuat di akun Twitter itu, dan menuntut pembicaraan di bawah naungan PBB seperti dikutip dari AFP, Kamis (5/7/2018).
Jurubicara Ibrahim Jabbawi mengatakan, pembicaraan itu tidak menghasilkan hasil apa pun karena Moskow bersikeras pemberontak menyerahkan senjata berat mereka dalam sekali jalan.
"Sesi itu berakhir. Tidak ada pertemuan di masa depan yang telah ditetapkan," kata Jabbawi.
Setelah pembicaraan itu gagal, pesawat Rusia dan rejim Damaskus kembali melakukan serangan di beberapa bagian provinsi untuk pertama kalinya dalam empat hari, kata pengamatan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR) yang berbasis di Inggris.
Satu sumber yang dekat dengan pembicaraan damai mengatakan para pemberontak bersedia menyerahkan senjata berat mereka dalam beberapa tahap.
Pertemuan itu menyusul satu jam sesi panjang pada hari Selasa. Saat itu para pemberontak mengusulkan bahwa tentara mundur dari kota-kota yang direbut kembali dan memberi bantuan kepada para pejuang serta warga sipil yang tidak ingin hidup di bawah kendali rezim melalui jalur aman ke wilayah yang dikuasai pemberontak di tempat lain.
"Moskow telah menolak mentah-mentah persyaratan dan menanggapi dengan proposal kontra," kata sumber itu.
Rusia mengatakan kepada para perunding bahwa pemindahan penduduk tidak dibahas dalam perundingan di selatan, meskipun telah sepakat untuk memindahkan mereka ke daerah lain seperti Ghouta Timur dan Aleppo.
Rusia bersikeras tentara akan kembali ke posisi sebelum 2011 dan polisi setempat akan mengambil alih kota-kota dengan koordinasi dengan polisi militer Rusia.
Sumber itu mengatakan sebelum pertemuan hari Rabu bahwa para pemberontak diharapkan memberikan "jawaban akhir" mereka.
"Hari ini akan menjadi putaran terakhir - baik para pemberontak menyetujui persyaratan ini, atau operasi militer dilanjutkan," kata sumber itu.
Moskow telah menggunakan tenggat waktu yang keras di masa lalu dengan pemberontak tetapi kadang-kadang memperpanjangnya.
Perpaduan antara tekanan militer dan perundingan telah memperluas kendali rezim Damaskus di provinsi Daraa menjadi sekitar 60 persen. Jumlah ini menggandakan wilayah yang dikuasai ketika operasi militer di mulai pada 19 Juni lalu.
Menurut PBB kekerasan di selatan Suriah telah menyebabkan 270 ribu hingga 330 ribu orang mengungsi. Wilayah selatan Suriah sendiri berbatasan dengan Yordania dan Datar Tinggi Golan yang diduduki Israel.
Kedua negara telah menutup perbatasan mereka, meskipun ada seruan dari kelompok hak asasi untuk membiarkan warga Suriah melarikan diri ke tempat yang aman.
Lebih dari 140 warga sipil tewas sejak serangan dimulai.
Credit sindonews.com