Tripoli (CB) - Militer yang berpusat di Libya Timur
menyerahkan kembali kendali empat pelabuhan minyak kepada Perusahaan
Minyak Nasional (NOC), yang berpusat di Ibu Kota Libya, Tripoli, dan
berada di bawah pemerintah persatuan, dukungan PBB.
Perusahaan tersebut juga mengumumkan pencabutan force majeure di empat pelabuhan itu --yaitu Ras Lanuf, Es Sider, Hariga dan Zuetina.
"Operasi ekspor dan produksi akan kembali ke tingkat normal dalam waktu beberapa jam ke depan," kata NOC.
NOC mengeluarkan pengumuman itu dua pekan setelah militer tersebut menyerahkan wilayah sabit minyak kepada perusahaan minyak di bawah pemerintah sementara, yang berpusat di Libya Timur.
Sebelumnya, militer merebut wilayah itu dari kelompok gerilyawan yang mendudukinya.
Pemerintah persatuan, yang didukung PBB, telah memperingatkan mengenai "pantulan negatif" dari pembekuan ekspor minyak di wilayah sabit minyak, dan mengatakan penghentian ekspor minyak dapat menimbulkan kerugian lebih dari 67 juta dolar AS per hari.
"Kami memerlukan debat nasional yang layak mengenai pembagian adil sumber minyak. Itu adalah inti krisis baru-baru ini. Penyelesaian sesungguhnya ialah transparansi, jadi saya mengulangi seruan saya kepada pihak yang bertanggung jawab, Kementerian Keuangan dan Bank Sentral, untuk menyiarkan anggaran dan belanja masyarakat yang terperinci," kata Ketua NOC Mustafa Sanalla, sebagaimana dikutip Xinhua.
Kendati semua partai politik Libya menandatangani kesepakatan perdamaian yang ditaja PBB pada 2015, Libya secara politik tetap terpecah antara pemerintah di Libya Timur dan Barat, dan keduanya bersaing untuk memperoleh keabsahan.
Libya telah telah dilanda ketidakamanan dan kekacauan sejak aksi perlawanan 2011, yang menggulingkan pemimpin negeri itu, Muammar Gaddafi.
Perusahaan tersebut juga mengumumkan pencabutan force majeure di empat pelabuhan itu --yaitu Ras Lanuf, Es Sider, Hariga dan Zuetina.
"Operasi ekspor dan produksi akan kembali ke tingkat normal dalam waktu beberapa jam ke depan," kata NOC.
NOC mengeluarkan pengumuman itu dua pekan setelah militer tersebut menyerahkan wilayah sabit minyak kepada perusahaan minyak di bawah pemerintah sementara, yang berpusat di Libya Timur.
Sebelumnya, militer merebut wilayah itu dari kelompok gerilyawan yang mendudukinya.
Pemerintah persatuan, yang didukung PBB, telah memperingatkan mengenai "pantulan negatif" dari pembekuan ekspor minyak di wilayah sabit minyak, dan mengatakan penghentian ekspor minyak dapat menimbulkan kerugian lebih dari 67 juta dolar AS per hari.
"Kami memerlukan debat nasional yang layak mengenai pembagian adil sumber minyak. Itu adalah inti krisis baru-baru ini. Penyelesaian sesungguhnya ialah transparansi, jadi saya mengulangi seruan saya kepada pihak yang bertanggung jawab, Kementerian Keuangan dan Bank Sentral, untuk menyiarkan anggaran dan belanja masyarakat yang terperinci," kata Ketua NOC Mustafa Sanalla, sebagaimana dikutip Xinhua.
Kendati semua partai politik Libya menandatangani kesepakatan perdamaian yang ditaja PBB pada 2015, Libya secara politik tetap terpecah antara pemerintah di Libya Timur dan Barat, dan keduanya bersaing untuk memperoleh keabsahan.
Libya telah telah dilanda ketidakamanan dan kekacauan sejak aksi perlawanan 2011, yang menggulingkan pemimpin negeri itu, Muammar Gaddafi.
Credit antaranews.com