Perusahaan memprediksi ore timah
nantinya hanya bisa digali di dalam batuan inti (primary rock), namun
dengan kadar timah yang lebih rendah. (AFP PHOTO / GOH Chai Hin)
Jakarta, CB --
PT Timah (Persero) Tbk berencana mengembangkan teknologi baru di
dalam fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) demi mengolah
ore timah kadar rendah. Langkah ini diambil demi mengolah cadangan
tambang perusahaan di masa depan.
Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra menuturkan, cadangan timah dari tanah endapan (alluvial) diperkirakan habis dalam kurun waktu 10 tahun mendatang dengan sumber daya yang diperkirakan berumur 20 tahun. Sehingga, ore timah nantinya hanya bisa digali di dalam batuan inti (primary rock), namun dengan kadar timah yang lebih rendah.
Jika menggunakan teknologi yang ada, perusahaan khawatir bahwa produksi bijih timah nantinya jadi tidak ekonomis. Oleh karenanya, perusahaan siap berinvestasi lebih jauh untuk menggunakan teknologi yang bisa mengutilisasi timah kadar rendah di smelternya.
“Kami masih belum ke timah low grade, namun memang ke depan kadar ore semakin rendah sehingga kami antisipasi. Sehingga, ketika produksi timah low grade sudah ada, fasilitasnya sudah siap,” ungkap Emil di Bursa Efek Indonesia, Selasa (8/8).
Dalam jangka panjang, perusahaan siap menginstalasi teknologi peleburan Ausmelt yang rencananya akan rampung tahun 2020 mendatang. Untuk memasang teknologi ini, Timah siap berinvestasi sebesar Rp500 miliar, di mana fasilitas ini bisa memiliki kapasitas seebsar 45 ribu ton per tahun.
Namun, sebelum menginstalasi teknologi tersebut, perusahaan juga akan memasang pabrik fuming yang bisa mengolah residu timah dengan kapasitas 85 ton per tahun. Karena kapasitasnya kecil, maka perusahaan hanya menggelontorkan belanja modal senilai Rp55 miliar saja.
“Sebelum menuju ke teknologi Ausmelt, kami jembatani dulu dengan fuming plant yang rencananya mulai masuk fase konstruksi pada April 2018,” jelasnya.
Meski mulai beralih ke teknologi pengolahan kadar rendah, perusahaan masih berniat untuk mengeksplorasi cadangan timah alluvial. Bahkan, perusahaan kini tengah mencari potensi alluvial ore di lokasi selain tambang perusahaan di Bangka Belitung.
"Langkah masa depan ada di luar Bangka Belitung, tapi kami belum bisa expose," paparnya.
Hingga kuartal I 2017, produksi bijih timah perusahaan tercatat 7.675 ton atau meningkat 125,4 persen dibanding tahun lalu sebesar 3.405 ton. Angka tersebut masih tercatat 25,58 persen dari target produksi bijih timah sebesar 30 ribu ton tahun ini.
Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra menuturkan, cadangan timah dari tanah endapan (alluvial) diperkirakan habis dalam kurun waktu 10 tahun mendatang dengan sumber daya yang diperkirakan berumur 20 tahun. Sehingga, ore timah nantinya hanya bisa digali di dalam batuan inti (primary rock), namun dengan kadar timah yang lebih rendah.
Jika menggunakan teknologi yang ada, perusahaan khawatir bahwa produksi bijih timah nantinya jadi tidak ekonomis. Oleh karenanya, perusahaan siap berinvestasi lebih jauh untuk menggunakan teknologi yang bisa mengutilisasi timah kadar rendah di smelternya.
“Kami masih belum ke timah low grade, namun memang ke depan kadar ore semakin rendah sehingga kami antisipasi. Sehingga, ketika produksi timah low grade sudah ada, fasilitasnya sudah siap,” ungkap Emil di Bursa Efek Indonesia, Selasa (8/8).
Dalam jangka panjang, perusahaan siap menginstalasi teknologi peleburan Ausmelt yang rencananya akan rampung tahun 2020 mendatang. Untuk memasang teknologi ini, Timah siap berinvestasi sebesar Rp500 miliar, di mana fasilitas ini bisa memiliki kapasitas seebsar 45 ribu ton per tahun.
Namun, sebelum menginstalasi teknologi tersebut, perusahaan juga akan memasang pabrik fuming yang bisa mengolah residu timah dengan kapasitas 85 ton per tahun. Karena kapasitasnya kecil, maka perusahaan hanya menggelontorkan belanja modal senilai Rp55 miliar saja.
“Sebelum menuju ke teknologi Ausmelt, kami jembatani dulu dengan fuming plant yang rencananya mulai masuk fase konstruksi pada April 2018,” jelasnya.
Meski mulai beralih ke teknologi pengolahan kadar rendah, perusahaan masih berniat untuk mengeksplorasi cadangan timah alluvial. Bahkan, perusahaan kini tengah mencari potensi alluvial ore di lokasi selain tambang perusahaan di Bangka Belitung.
"Langkah masa depan ada di luar Bangka Belitung, tapi kami belum bisa expose," paparnya.
Hingga kuartal I 2017, produksi bijih timah perusahaan tercatat 7.675 ton atau meningkat 125,4 persen dibanding tahun lalu sebesar 3.405 ton. Angka tersebut masih tercatat 25,58 persen dari target produksi bijih timah sebesar 30 ribu ton tahun ini.
Credit CNN Indonesia