Kamis, 10 Agustus 2017

Ketika Trump dan Korut saling balas mengancam perang nuklir


Ketika Trump dan Korut saling balas mengancam perang nuklir
Hwasong-14, peluru kendali antarbenua atau ICBM milik Korea Utara. (Reuters)


Jakarta (CB) - Dunia merinding dua hari belakangan ini setelah Korea Utara dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump saling berbalas mengancam melepaskan peluru kendali yang ujungnya dipasangi hulu ledak nuklir.

Setelah Korea Utara sukses meluncurkan peluru kendali antarbenua yang membuat daratan AS tidak lagi aman dari ancaman Korea Utara dan kabar bahwa Korea Utara sudah memiliki kapabilitas peluru kendali nuklir, Trump memperingatkan bahwa ancaman kepada Amerika Serikat dari Korea Utara akan dijawab dengan "tembakan dan amarah".

Sehari kemudian Trump memerintahkan militer AS untuk bersiap diri dengan mengeluarkan cuitan, "Perintah pertama saya sebagai presiden dulu adalah merenovasi dan memodernisasi arsenal nuklir kita. Kini kita jauh lebih kuat dan jauh lebih ampuh dibandingkan dengan masa sebelumnya."

"Semoga kita tidak akan pernah menggunakan kekuatan ini, tetapi tidak akan pernah ada sebuah masa kita bukan negara paling kuat di dunia!", sambung Trump.

Pernyataan keras Trump ini membuat para pejabat AS kelabakan karena mereka tidak ingin terjadi perang retorika dengan Pyongyang.

Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson berusaha meredakan suasana yang sudah terlanjur panas.  Sebelum Trump mencuit di Twitter soal arsenal nuklir, Tillerson tiba di Guam setelah kepada wartawan dia berkata bahwa tidak ancaman serius dari Korea Utara sehingga rakyat AS bisa tidur pulas semalaman.

Namun ancaman "tembakan dan amarah" dari Trump itu mengirimkan pesan kuat kepada Korea Utara dalam bahasa yang dimengerti Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un karena Kim sepertinya tidak memahami bahasa diplomatik, kata Tillerson.

Korea Utara memang sudah terlalu sering mengancam akan menghancurkan AS. Terakhir, negara ini mengaku tengah mempertimbangkan menyerang teritori AS di Pasifik barat, Pulau Guam, yang ditinggali 163.000 orang dan menjadi pangkalan besar AS untuk satu skuadron kapal selam, sebuah pangkalan udara dan satu divisi Penjaga Pantai.

Juru bicara Tentara Rakyat Korea menyatakan rencana itu bisa dioperasikan setiap waktu begitu ada keputusan dari Kim Jong Un.

Gubernur Guam Eddie Calvo menepis ancaman Korea Utara ini dan menyatakan Guam sudah bersiap dari setiap ancaman. Dia mengaku sudah menghubungi Gedung Putih dan menyatakan tidak ada perubahan level ancaman di Guam.

Korea Utara terobsesi memiliki program peluru kendali dan senjata nuklir yang adalah melanggar resolusi PBB. Negara ini menuduh AS tengah merancang "perang preventif" dan menyatakan setiap rencana untuk mengeksekusi "perang preventif" ini akan dihadapkan kepada "perang mati-matian, pembungihangusan semua kubu pertahanan musuh, termasuk daratan AS."

Washington sudah memperingatkan Korea Utara bahwa pihaknya telah siap menggunakan kekuatan militer seandainya diperlukan demi menghentikan peluru kendali balistik dan program nuklir Korea Utara, namun AS memilih meja diplomasi, termasuk sanksi.

Sabtu pekan lalu Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menjatuhkan sanksi baru kepada Korea Utara.

Para pejabat militer AS sendiri berusaha menepis kemungkinan pecahnya konflik militer antara AS dan Korea Utara. Bahkan tiga pejabat AS yang meminta namanya tidak disebutkan berkata kepada Reuters bahwa AS tidak memindahkan asset-asset militer tambahannya sekalipun Korea Utara mengancam Guam.

"Hanya karena retorika, tidak berarti postur (militer) kami berubah," kata salah seorang pejabat itu. "Satu-satunya masa postur kita harus ditingkatkan adalah karena munculnya fakta, bukan dari apa yang dikatakan Kim dan Trump terhadap satu sama lain."




Credit  antaranews.com