TEHERAN
- Iran tidak akan meninggalkan program rudalnya dan akan melanjutkan
kegiatan yang berkaitan dengan industri pertahanan negara tersebut.
Demikian pernyataan yang diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Iran
yang baru Brigjen Amir Hatami.
Pada hari Minggu, parlemen Iran telah menyetujui hampir semua calon kabinet yang diajukan oleh presiden Hassan Rouhani, kecuali calon Menteri Energi. Hatami ditunjuk sebagai menteri pertahanan yang baru negara tersebut.
"Kami akan tetap berpegang teguh pada industri pertahanan kami dan tidak akan membiarkan keterlambatan dalam misi kementerian pertahanan," kata Hatami di sela-sela pertemuan kabinet pertama Kabinet Iran yang baru terbentuk seperti disitir dari Sputnik, Senin (21/8/2017).
Bertemu parlemen pada hari Minggu, Rouhani menekankan bahwa tujuan terpenting dari pemerintahan baru adalah untuk melindungi Rencana Aksi Komprehensif Bersama 2015 (JCPOA).
Pada tanggal 14 Juli 2015, China, Prancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat (AS) dan Jerman, yang secara kolektif disebut sebagai kelompok P5 + 1, menandatangani JCPOA dengan Iran mengenai program nuklir yang terakhir. Kesepakatan tersebut menetapkan secara bertahap pencabutan sanksi anti Iran dengan imbalan jaminan Teheran bahwa program nuklirnya akan tetap dalam keadaan damai.
Pada tanggal 29 Juli, Senat AS menyetujui sebuah undang-undang tentang sanksi non-nuklir baru terhadap 18 individu dan entitas di Iran mengenai program rudal dan pelanggaran hak asasi manusia di negara tersebut. Langkah tersebut telah banyak dikritik oleh pejabat senior Iran, mengklaim bahwa UU AS melanggar ketentuan JCPOA. Teheran berjanji untuk menerapkan tindakan balasan terhadap individu dan entitas AS.
Pada hari Minggu, parlemen Iran telah menyetujui hampir semua calon kabinet yang diajukan oleh presiden Hassan Rouhani, kecuali calon Menteri Energi. Hatami ditunjuk sebagai menteri pertahanan yang baru negara tersebut.
"Kami akan tetap berpegang teguh pada industri pertahanan kami dan tidak akan membiarkan keterlambatan dalam misi kementerian pertahanan," kata Hatami di sela-sela pertemuan kabinet pertama Kabinet Iran yang baru terbentuk seperti disitir dari Sputnik, Senin (21/8/2017).
Bertemu parlemen pada hari Minggu, Rouhani menekankan bahwa tujuan terpenting dari pemerintahan baru adalah untuk melindungi Rencana Aksi Komprehensif Bersama 2015 (JCPOA).
Pada tanggal 14 Juli 2015, China, Prancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat (AS) dan Jerman, yang secara kolektif disebut sebagai kelompok P5 + 1, menandatangani JCPOA dengan Iran mengenai program nuklir yang terakhir. Kesepakatan tersebut menetapkan secara bertahap pencabutan sanksi anti Iran dengan imbalan jaminan Teheran bahwa program nuklirnya akan tetap dalam keadaan damai.
Pada tanggal 29 Juli, Senat AS menyetujui sebuah undang-undang tentang sanksi non-nuklir baru terhadap 18 individu dan entitas di Iran mengenai program rudal dan pelanggaran hak asasi manusia di negara tersebut. Langkah tersebut telah banyak dikritik oleh pejabat senior Iran, mengklaim bahwa UU AS melanggar ketentuan JCPOA. Teheran berjanji untuk menerapkan tindakan balasan terhadap individu dan entitas AS.
Credit sindonews.com