CB, Jakarta -Meskipun ancaman perang telah dilontarkan Presiden Donald Trump terhadap Korea Utara, namun para analis militer menyakini perang tidak akan terjadi dalam hitungan hari. Bahkan AS dianggap belum siap untuk berperang saat ini.
Menurut beberapa analis militer, kesiapan logistik menjadi alasan AS belum siap berperang melawan Korea Utara baik itu dalam hitungan minggu maupun bulan. Apa itu logistik yang dimaksud?
Pertama, belasan ribu warga AS, banyak di antaranya militer, perlu dievakuasi dari Korea Selatan.
"Bagaimana anda membawa keluarga-keluarga itu dari semenanjung? Anda harus melakukan hal itu sebagai yang utama," kata Mark Hertling, pensiun jenderal AS dan analis CNN, 10 Januari 2017.
Kedua, AS perlu menambah jumlah pasukannya di wilayah itu. Termasuk menambah jumlah kapal-kapal perang angkatan laut US dan kapal selam dengan rudalnya, di tambah pesawat tempur untuk mengebom yang dapat dioperasikan di Jepang atau Guam.
"Beberapa ditempatkan di wilayah ini, namun tidak cukup mampu menghancurkan Korea Utara dalam artian persenjataan,' ujar Hertling.
Ketiga, Korea Utara memiliki ribuan senjata konvensional yang sanggup menjangkau Seoul, ibukota Korea Selatan. Beberapa penelitian telah memperkirakan korban warga Korea Selatan akan mencapai belasan ribu orang di hari pertama konflik terbuka terjadi disebabkan terjangan senjata Korea Utara.
Keempat, menurut Hertling, butuh waktu beberapa minggu untuk membawa senjata itu menuju kawasan perang. Herling membandingkannya dengan Perang Gurun yang melakukan operasi militer mendongkel Saddam Hussein yang saat itu memimpin Irak, tahun 1991.
Dalam Perang Gurun, koalisi perang yang dipimpin AS memulai kampanyenya menyerang Irak lebih 5 bulan setelah permusuhan dimulai yang ditandai oleh invasi Irak ke Kuwait. Nah, AS butuh waktu berminggu-minggu untuk membawa peralatan perangnya dan pasukannya bergerak dari pangkalan militernya menuju wilayah selatan Korea Selatan. Bahkan akan lebih lama lagi jika bergerak menuju utara, lokasi pertempuran melawan Korea Utara.
Menurut Hertling yang terlibat dalam simulasi di Semenanjung Korea, 2 kapal induk angkatan laut AS dibutuhkan berada di dekat peraian Korea sebelum AS melakukan serangan.
Namun menurut mantan direktur operasi Komando Pusat Kerja sama Intelijen AS di Pasifik, Carl Schuster, jumlah armada perang AS perlu lebih banyak lagi.
"Sebagai perencana, salah lebih butuh 3 kapal induk daripada 2, ditambah prajurit dari Angkatan Udara, Angkata Laut, dan pasukan marinir," kata Schuster, saat ini sebagai profesor di Universitas Hawai Pasifik.
Bagaimana dengan ancaman Kim Jong-un untuk meluncurkan 4 rudal balistiknya ke Guam? Schuster tidak yakin Korea Utara akan menyerang Guam atau tempat lainnya. Ancaman Kim Jong-un kebanyakan berupa gertakan.
Lagipula rudal yang diluncurkan belum teruji dalam pertempuran yang sesungguhnya dan akurasinya jauh dari pasti.
Dan, Kim Jong-un merupakan operator cerdik dan tahu apa yang dapat ia loloskan, sehingga uji coba rudal atau latihan persenjataan dalam skala besar di Korea Utara bukan sesuatu yang mengejutkan.
"Peluncuran rudal ke Guam bukan sesuatu yang bisa dia loloskan begitu saja. Peluncuran uji coba rudal mengirimkan pesan yang sama secara domestik dan internasional," ujar Schuster.
Jika pun ada uji coba rudal lagi, itu jauh dari perang. "Ada jurang yang besar antara bombastis dan aksi," kata Schuster.
Sebelumnya Korea Utara mengatakan, rencana untuk peluncuran 4 rudal balistik ke Guam, lokasi pangkalan militer AS di Pasifik, akan rampung pertengahan Agustus ini. Dan, Kim Jong-un diklaim sudah menyetujui rancangan perang itu.
Credit TEMPO.CO