Maulwi Saelan adalah seorang pengagum Bung Karno (Dok. Pribadi)
Maulwi adalah Wakil Komandan Resimen Tjakrabirawa sejak kesatuan itu pertama kali dibentuk pada 1962. Saat itu pangkatnya kolonel. Sebelum bergabung dengan Tjakrabirawa, Maulwi merupakan bagian dari Corps Polisi Militer (CPM).
Ketika peristiwa Gerakan 30 September 1965 pecah di Jakarta, Maulwi ikut terseret ke dalam penjara. Maulwi ditahan di Rumah Tahanan Militer Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat selama empat tahun delapan bulan. Kedekatannya dengan Soekarno membuat dia dikirim ke penjara tanpa proses pengadilan.
Semasa jadi ajudan Bung Karno, Maulwi juga banyak melihat sisi lain seorang Bung Karno. Dalam buku yang berjudul "Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Bung Karno” yang terbit pada Januari 2014, Maulwi menceritakan pengalamannya bersama Bung Karno hingga masa kritis pada 1966.
Bonnie Triyana, salah satu penulis buku tersebut berkisah tentang perdebatan Maulwi dengan Bung Karno di belakang Istana Negara, Jakarta.
Kepada Maulwi, Bung Karno merasa emosi hingga mukanya merah padam. Bung Karno pun meninggalkan Maulwi, dan masuk ke dalam Istana.
Tak lama kemudian, Bung Karno memanggilnya ke dalam. Maulwi khawatir dipecat saat itu juga. Dalam Bahasa Belanda, Bung Karno mengakui bahwa dirinya telah bersalah dan Maulwi yang benar.
"Presiden minta maaf sama pengawalnya itu luar biasa," kata Bonnie saat ditemui di rumah duka, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Senin (10/10).
Pengagum Bung Karno
Kebersamaan Bung Karno dan Maulwi ternyata membuatnya mengenal karakter dan ajaran Sang Proklamator. Nilai yang diajarkan Bung Karno pun menempel lekat dalam hidupnya. Hal ini dibenarkan oleh Asha Saelan, putra ke-enam Maulwi.
"Nilai positif dari Bung Karno bahwa kita harus tegas, jujur, amanah, itu yang selalu dibawa dan diceritakan baik kepada anak-anaknya di rumah maupun di sekolah," kata Asha.
Asha mengenang ayahnya sebagai orang tua yang tegas dan memegang teguh prinsip. Dia selalu menanamkan kepada anak-anaknya, cucu, serta cicit agar selalu jujur dan amanah.
Asha mengatakan, ayahnya sangat mengidolakan Sukarno, selain Buya Hamka, dan ayahnya sendiri Amin Saelan pendiri Taman Siswa di Makassar. Sebagai pemimpin negara, Sukarno dianggap sosok yang ideal karena ketegasan dan pemikirannya.
"Beliau sangat mencintai Bung Karno. Beliau bilang, Bung Karno sangat tegas, pemimpin bangsa memang sejatinya harus seperti itu," kata Asha mengenang ayahnya.
Trilogi Biografi Maulwi Saelan
Selain buku "Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Bung Karno", Maulwi juga telah menyiapkan dua buku lain yang menceritakan kehidupannya, yaitu Maulwi sebagai penjaga gawang kesebelasan Indonesia dan sebagai penjaga pendidikan.
"Jadi memang mau bikin trilogi. Dua lagi sudah selesai, tapi belum direvisi. Timnya sudah ada. Itu biografi hidup beliau, difokuskan per bidang," kata Asha.
Semasa hidupnya, Maulwi masih aktif dalam yayasan pendidikan yang didirikannya, Yayasan Al Azhar Syifa Budi, Jakarta. Pada Ulang Tahun ke-90, 8 Agustus 2016 lalu, Maulwi merayakannya bersama para pelajar di sekolah tersebut.
"Beliau sampaikan, sepak bola harus lebih semangat lagi, saat ini pemain-pemainnya sudah bagus," kata Asha.
Meski sakit, Maulwi masih mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia. Asha mengenang momen terakhir saat dirinya menonton bareng bersama sang ayah, pertandingan sepak bola Indonesia melawan Malaysia melalui siaran televisi.
Setelah tiga minggu dirawat, Maulwi sempat dibawa pulang ke rumah selama seminggu, namun kemudian kembali dirawat di ICU RS Pondok Indah dan dipindah ke RS Pusat Pertamina hingga ajal menjemputnya.
"Ayah awalnya sehat saja. Beliau memang sudah tua karena organ yang melemah, jadi bukan sakit," kata Asha.
Maulwi meninggalkan enam anak, 14 cucu, dan 5 cicit. Rencananya usai salat Zuhur pada Selasa (11/10), Maulwi akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, setelah disalatkan di sekolah Al Azhar Syifa Budi, Kemang.
Credit CNN Indonesia