Senin, 24 Oktober 2016

Afrika Selatan 'akan mundur dari Mahkamah Internasional'


Omar al-Bashir 
 Omar al-Bashir berada di Afrika Selatan untuk hadir dalam pertemuan Uni Afrika. 

 
Afrika Selatan secara formal memulai proses penarikan diri dari Mahkamah Internasional ICC, seperti dilaporkan media.
Mereka mengatakan para diplomat telah menyampaikan langkah itu kepada PBB, dengan menuduh ICC bias terhadap negara Afrika.
Tahun lalu, Afrika Selatan menolak untuk menahan Presiden Sudan Omar al-Bashir, yang didakwa bertanggung jawab atas genosida dan kejahatan perang oleh ICC.
Dia hadir dalam pertemuan Uni Afrika di Johannesburg.
Bashir membantah tuduhan melakukan kekejaman di wilayah Darfur Sudan.
Sejumlah media memberitakan mereka telah memperoleh salinan "instrumen penarikan" yang ditandatangani oleh menteri luar negeri Afrika Selatan.
Sejauh ini belum ada konfirmasi resmi dari Afrika Selatan ataupun PBB terhadap laporan media.
"Republik Afrika Selatan telah menemukan bahwa kewajibannya terhadap resolusi damai konflik tidak sesuai dengan interpretasi Mahkamah Internasional," jelas dokumen itu.
    Selain itu terjadi perbedaan pendapat mengenai masalah hukum apakah Afrika Selatan dapat mundur dari ICC tanpa persetujuan parlemen.
    Lembaga HAM, Human Rights Watch mengkritik rencana mundur tersebut.
    Tahun lalu, Afrika Selatan memperingatkan akan mundur dari ICC. Laporan ini muncul sepekan setelah Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma mengunjungi Kenya, negara yang mendapatkan kritik tajam dari ICC sejak jaksa mendakwa Presiden Uhuru Kenyatta dengan kejahatan melawan kemanusiaan.
    Dia membantah dakwaan tersebut, dan persidangan kemudian gagal karena kurang bukti.
    Dua pekan lalu, Burundi menjadi negara pertama yang menyampaikan keinginannya untuk keluar dari ICC - sebuah keputusan oleh pengadilan disebut "kemunduran dalam perang melawan impunitas".
    Sebelumnya, Uni Afrika mendesak negara anggota untuk tidak bekerjasama dengan ICC, dan menuduh mereka bias terhadap Afrika.
    ICC yang beranggota 124 negara, berdiri pada 2002, dan merupakan badan hukum yang pertama dengan kekuasaan untuk menuntut kasus genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.




    Credit  BBC