Para jenderal yang dipecat itu terdiri atas 89 jenderal angkatan darat, 30 jenderal angkatan udara dan 32 laksamana.
Pemecatan ratuan jenderal, yang sebagian besar sudah ditahan itu, terjadi menjelang pertemuan Dewan Tertinggi Militer Turki, Kamis (28/7/2016), yang akan memutuskan perubahan radikal di tubuh angkatan bersenjata.
Angkatan bersenjata Turki bersikukuh hanya sebagian kecil personel militer, yang berjumlah 750.000 personel itu, terlibat dalam kudeta.
Namun, nyatatanya 178 jenderal ditangkap dan 151 orang di antaranya ditahan. Jumlah ini adalah separuh dari 358 jenderal yang masih aktif bertugas.
Pemerintah Turki menyatakan, banyaknya jumlah jenderal yang ditangkap dan diberhentikan itu menunjukkan betapa dalamnya infiltrasi pengikut Fethullah Gulen ke dalam tubuh militer.
Dewan tertinggi militer nantinya akan memutuskan pengganti para jenderal itu dan para perwira yang lebih rendah akan mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa untuk mengisi kekosongan jabatan.
Pertemuan dewan militer ini, tak digelar di markas besar angkatan bersenjata. Rapat ini akan berlangsung di Istana Cankaya, kantor resmi perdana menteri Turki.
Tak digunakannya markas besar tentara sebagai lokasi pertemuan penting ini seakan menunjukkan semakin memudarnya peran militer di Turki saat ini.
Credit KOMPAS.com
Turki pecat 88 anggota staf Kementerian Luar Negeri
Pemberhentian itu merupakan bagian dari gelombang penuntasan terhadap orang-orang yang dicurigai sebagai pendukung Fethullah Gulen, pemuka agama Islam yang bermukim di Amerika Serikat.
Gulen dituding sebagai otak yang mengorganisasikan percobaan kudeta militer.
Ia telah membantah memiliki keterlibatan dalam kudeta gagal itu, yang membuat 246 orang tewas, termasuk para perancang kudeta.
Pihak berwenang Turki telah memberhentikan, menangguhkan atau melakukan penyelidikan terhadap puluhan ribu orang di lembaga-lembaga negara, termasuk kementerian pemerintahan, angkatan bersenjata dan kepolisian.
Lngkah itu diambil terkait dugaan adanya keterkaitan antara mereka dengan Gulen dan gerakan yang ulama, demikian Reuters
Credit ANTARA News