Kamis, 21 Juli 2016

Eropa Kritik Rencana Hukuman Mati, Erdogan Minta Tengok Amerika

 
Eropa Kritik Rencana Hukuman Mati Erdogan Minta Tengok Amerika
Rakyat Turki merayakan kegagalan kudeta militer. | (Reuters/Ammar Awad)
 
ANKARA - Uni Eropa mengkritik keras rencana Pemerintah Presiden Tayyip Erdogan untuk menghidupkan kembali hukuman mati usai kudeta militer Turki yang berakhir dengan kegagalan. Erdogan membalas kritik dengan meminta untuk menengok penerapan serupa di negara maju seperti Amerika Serikat (AS).

Kendati demikian, Presiden Erdogan bersikeras bahwa keputusan Turki untuk menghidupkan kembali hukuman mati tidak akan mempengaruhi hubungan dengan Uni Eropa.

”Jika Uni Eropa menghormati demokrasi, itu akan menerima kehendak rakyat,” katanya. "Dunia ini tidak hanya Uni Eropa. Apakah Anda memiliki hukuman mati di AS, Rusia, China dan di banyak negara lain? Ya,” katanya lagi dalam wawancaranya dengan penyiar Al Jazeera yang dikutip Kamis (21/7/2016).

Keputusan untuk menghidupkan kembali hukuman mati di Turki, menurut Erdogan, tergantung keputusan parlemen.

“Jika parlemen membuat keputusan, maka tugas pemerintah yang berkuasa adalah untuk membuka jalan bagi hukuman ini diperkenalkan kembali. Orang-orang telah menyuarakan tuntutan ini. Mereka turun ke jalan dan terus berkata 'hukuman mati, hukuman mati’,” imbuh Erdogan.

Presiden Erdogan juga menolak anggapan bahwa dia menjadi sosok otoriter. Menurutnya, kudeta merupakan kejahatan terhadap negara dan pembersihan dilakukan untuk menyelamatkan demokrasi.

 

Erdogan mengatakan bahwa demokrasi Turki berada di bawah ancaman. ”Kami akan tetap berada di dalam sistem parlementer yang demokratis, kami tidak akan pernah mundur dari itu,” katanya.

”Namun, apa pun itu yang diperlukan untuk perdamaian dan stabilitas bangsa akan dilakukan,” lanjut Erdogan.

Komentar Erdogan muncul menjelang pengumuman status darurat selama tiga bulan sebagai respons Pemerintah Turki dalam menganggapi kudeta militer yang gagal.




Credit  Sindonews