Selasa, 26 Juli 2016

Tayyip Erdogan Minta Uni Eropa Penuhi Janji

 
Tayyip Erdogan Minta Uni Eropa Penuhi Janji  
Presiden Recep Tayyip Erdogan mempertanyakan janji Uni Eropa kepada Turki yang tertuang dalam kesepatakan pengungsi antara kedua pihak. (Reuters/Umit Bektas)
 
Jakarta, CB -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan dia akan menepati kesepatan imigran dengan Uni Eropa untuk menampung pengungsi yang sebagian besar berasal dari Suriah. Sebagai balasan, Erdogan kini meminta Uni Eropa untuk memenuhi janjinya kepada Turki.

Kesepakatan Turki-Uni Eropa yang dicapai pada Maret lalu berisi perjanjian agar Turki mencegah para imigran untuk menyebrangi Yunani dan menampung pengungsi yang menumpuk di Eropa. Uni Eropa juga memberikan berbagai macam bantuan untuk para pengungsi yang ditampung di Turki.

Sebagai balasannya, Uni Eropa juga memberikan berbagai macam bantuan keuangan untuk Turki. Uni Eropa juga menjanjikan percepatan pembahasan keanggotaan Turki di blok 27 negara itu dan membebaskan visa bagi warga Turki yang ingin mengunjungi Eropa.

Namun hingga kini, janji Eropa kepada Turki itu belum terpenuhi.

"Saya ingin menjelaskan satu hal: soal pengungsi, kami akan memenuhi janji kami," kata Erdogan kepada media Jerman ARD, yang dikutip Reuters, Senin (25/7).

"Apa yang kami janjikan hingga kini masih diterapkan. Namun pertanyaannya kepada Eropa: Sudahkah memenuhi janji kalian?" ucap Erdogan.

Erdogan juga menyatakan bahwa Uni Eropa gagal memenuhi janjinya dalam menyediakan bantuan yang cukup bagi Turki.

"Sayangnya, Barat tidak tulus kepada kami sejauh ini," ujar Erdogan.

Kesepakatan pengungsi antara Turki dan Uni Eropa sebelumnya menuai kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai kelompok pemerhati hak asasi manusia. Pasalnya, kesepakatan itu mengizinkan Uni Eropa untuk mengirim kembali semua imigran gelap ke Turki.

Berdasarkan kesepakatan itu, para imigran yang berupaya memasuki Eropa melalui jalur laut akan dikembalikan ke Turki dan diminta untuk menunggu giliran mereka ditampung oleh Uni Eropa. Sebagai imbalannya, Turki menerima bantuan keuangan dari Uni Eropa.

Kesepakatan ini bertujuan untuk membujuk pengungsi Suriah dan imigran yang berasal dari sejumlah negara berkonflik lainnya bahwa mereka memiliki prospek yang lebih baik jika mereka mengungsi di Turki, dengan peningkatan dana dari Uni Eropa untuk perumahan, sekolah dan kebutuhan lainnya.

Para pejabat Uni Eropa mempertanyakan bagaimana skema ini dapat diterapkan sementara sejumlah negara UE masih tak sepakat soal kuota imigran yang harus mereka tampung.

Kelompok pemerhati hak asasi manusia, Amnesty International menilai kesepakatan ini merupakan "pukulan kematian bagi hak asasi pencari suaka." Organisasi kemanusiaan Dokter Lintas Batas, atau MSF, menilai bahwa kesepakatan itu tidak manusiawi.

Juni lalu, MSF bahkan menyatakan tidak lagi menerima dana bantuan dari Uni Eropa dan negara-negara anggotanya, sebagai bentuk protes terhadap kesepakatan Uni Eropa-Turki yang dinilai sebagai "respon memalukan" untuk mengatasi krisis pengungsi.

Selain itu, rencana Turki untuk menerapkan kembali hukuman mati bagi para pendukung percobaan kudeta yang gagal bulan ini menuai kritik dari Uni Eropa. Presiden Komisioner Uni Eropa, Jean-Claude Juncker mengancam kemungkinan penangguhan negosiasi jika pemerintahan Erdogan berkeras memberlakukan kembali hukuman mati.






Credit  CNN Indonesia