Rabu, 27 Juli 2016

Menyisir Keterlibatan CIA dan Jenderal AS dalam Upaya Kudeta Turki

 Suasana rapat umum ntuk mendukung demokrasi dan mengutuk upaya kudeta berdarah 15 Juli lalu di Turki
Suasana rapat umum ntuk mendukung demokrasi dan mengutuk upaya kudeta berdarah 15 Juli lalu di Turki
 
CB, ANKARA -- Surat kabar Turki Yeni Safak membuat laporan mengejutkan. Safak menyebut mantan komandan NATO di Afghanistan Jenderal Purnawirawan John F. Campbell berada di balik kudeta gagal.

"John F. Campbell (59 tahun) adalah salah satu petinggi yang mengorganisasikan dan mengatur tentara saat kudeta gagal di Turki," tulis Safak.

Menurut Yeni Safak, Campbell juga mengatur aliran dana lebih dari 2 miliar dolar AS melalui transaksi di UBA Bank di Nigeria ke personel Turki prokudeta. Ia memanfaatkan jaringan CIA.  Campbell juga melakukan perjalanan rahasia ke Turki sebanyak dua kali sejak Mei untuk membicarakan kudeta.
Sebelumnya, pemerintah Turki menuding kelompok Fethullah Gulen telah merancang kudeta dengan melibatkan banyak pihak, termasuk tentara dan hakim.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengingatkan, Senin, hubungan AS dan Turki akan terganggu jika Washington tak mau mengekstradisi Gulen.  AS mengatakan, mereka akan mengekstradisi Gulen jika ada bukti yang cukup jika pendiri Hizmet itu berada di balik kudeta.
 
Yeni Safak menyebut Campbell yang juga jenderal AS itu melakukan pertemuan rahasia di pangkalan militer Erzurum dan Incirlik di Turki.
"Uang jutaan dolar telah ditransfer dari Nigeri ke Turki oleh personel CIA. Uang itu didistribusikan untuk meyakinkan jenderal prokudeta. Setelah mengambil uang, tim CIA menyerahkannya ke teroris berpakaian militer," tulisnya. 

Ibrahim Dogus, direktur Centre for Turkey Studied and Development di London mengatakan, pemerintahan Turki dan Presiden Erdogan menggunakan laporan ini untuk menekan AS agar mengekstradisi Gulen.

"Presiden Erdogan telah berupaya keras untuk memburu jaringan ini, mereka yang loyal terhadap Gulen," ujarnya. Belum ada tanggapan dari Campbell soal laporan ini.

Presiden Erdogan mengatakan, sebanyak 12.165 orang telah ditahan terkait dengan kudeta. Mereka yang ditahan 8.838 tentara, 2.101 hakim dan jaksa, 1.485 polisi, 52 otoritas lokal serta 689 warga sipil.

Secara terpisah Turki memerintahkan penahanan terhadap 42 jurnalis sebagai bagian dari pembersihan pascakudeta, Senin (25/7). Sektor media menjadi sasaran selanjutnya setelah tentara, polisi, hakim, layanan sipil dan civitas akademika.


 
Suasana rapat umum ntuk mendukung demokrasi dan mengutuk upaya kudeta berdarah 15 Juli lalu di Turki
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menetapkan status darurat selama tiga bulan, Rabu (20/7), menyusul kudeta gagal pekan lalu.
 
NTV melaporkan 42 jurnalis yang ditahan adalah komentator yang cukup populer dan mantan anggota parlemen Nazli Ilicak. Belum jelas tuduhan yang diajukan terhadap mereka namun diduga karena dituduh terkait dengan Fethullah Gulen.

Pada Senin, Perdana Menteri Binali Yildirim mengatakan partai-partai politik telah cukup setuju untuk meloloskan perubahan konstitusional. "Perubahan konstitusi skala kecil bisa diselesaikan melalui konsensus," kata Yildirim.






Credit  REPUBLIKA.CO.ID