Peluang yang terbuka hanya sekitar 0,5 persen. Sangat kecil.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. (M Nadlir)
CB –
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar
Panjaitan mengungkapkan ada beberapa alasan yang membuat Indonesia tak
bisa segera membebaskan WNI yang menjadi korban sandera Abu Sayyaf.
Menurutnya, ada empat alasan pemerintah tak menggelar operasi militer untuk membebaskan 10 sandera Warga Negara Indonesia (WNI) di Filipina.
"Karena banyak hal, pertama, konstitusi Filipina. Kedua, kita tak tahu medannya, ketiga, daerah itu medannya susah dan keempat, daerah itu mereka kompak membela si penyandera ini," kata Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat 15, Jakarta Pusat, Rabu 20 Juli 2016.
Karena itu, menurut Luhut, peluang operasi militer digelar sangatlah kecil. Peluang Indonesia bisa melakukan operasi militer hanya sekitar 0,5 persen.
Selain itu, pembebasan sandera tersebut juga perlu kerjasama dengan militer Filipina. Jika, gagal dalam pembebasan sandera, citra Indonesia akan tercoreng.
"Lah kalau kita tak ada back up, kita datang, keluar tak bisa, kan malu Indonesia. Kami ini sedang menghitungnya," ujar Luhut menegaskan. Luhut berujar, pasukan elite manapun pasti memperhitungkan operasi militer dalam setiap operasi pembebasan sandera. Sebab, terpenting, seluruh sandera yang dibebaskan harus selamat.
"Opsi-opsi itu benar-benar kita hitung untung ruginya, dan kita juga tak mau mereka (sandera) mati. Tapi kita juga kadang beyond our control, mana anda lihat, Amerika dengan Air Forcenya juga kadang gagal, Inggris juga begitu dengan SAS-nya kadang gagal," ungkap Luhut.
Diketahui, saat ini total 10 WNI masih berada dalam tawanan Abu Sayyaf, dan sudah empat kali WNI disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Terakhir, tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Ketiganya adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
Menurutnya, ada empat alasan pemerintah tak menggelar operasi militer untuk membebaskan 10 sandera Warga Negara Indonesia (WNI) di Filipina.
"Karena banyak hal, pertama, konstitusi Filipina. Kedua, kita tak tahu medannya, ketiga, daerah itu medannya susah dan keempat, daerah itu mereka kompak membela si penyandera ini," kata Luhut di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat 15, Jakarta Pusat, Rabu 20 Juli 2016.
Karena itu, menurut Luhut, peluang operasi militer digelar sangatlah kecil. Peluang Indonesia bisa melakukan operasi militer hanya sekitar 0,5 persen.
Selain itu, pembebasan sandera tersebut juga perlu kerjasama dengan militer Filipina. Jika, gagal dalam pembebasan sandera, citra Indonesia akan tercoreng.
"Lah kalau kita tak ada back up, kita datang, keluar tak bisa, kan malu Indonesia. Kami ini sedang menghitungnya," ujar Luhut menegaskan. Luhut berujar, pasukan elite manapun pasti memperhitungkan operasi militer dalam setiap operasi pembebasan sandera. Sebab, terpenting, seluruh sandera yang dibebaskan harus selamat.
"Opsi-opsi itu benar-benar kita hitung untung ruginya, dan kita juga tak mau mereka (sandera) mati. Tapi kita juga kadang beyond our control, mana anda lihat, Amerika dengan Air Forcenya juga kadang gagal, Inggris juga begitu dengan SAS-nya kadang gagal," ungkap Luhut.
Diketahui, saat ini total 10 WNI masih berada dalam tawanan Abu Sayyaf, dan sudah empat kali WNI disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Terakhir, tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia. Ketiganya adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
Credit VIVA.co.id