Kamis, 21 Juli 2016
Tolak Dicap Otoriter, Erdogan Bilang Kudeta Kejahatan pada Negara
ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak anggapan bahwa dia menjadi sosok otoriter. Menurutnya, kudeta merupakan kejahatan terhadap negara dan pembersihan dilakukan untuk menyelamatkan demokrasi.
Berbicara melalui seorang penerjemah dalam sebuah wawancara dengan penyiar Al Jazeera, Erdogan mengatakan bahwa demokrasi Turki berada di bawah ancaman.
”Kami akan tetap berada di dalam sistem parlementer yang demokratis, kami tidak akan pernah mundur dari itu,” katanya di istana presiden di Ankara.
”Namun, apa pun itu yang diperlukan untuk perdamaian dan stabilitas bangsa akan dilakukan,” lanjut Erdogan.
Komentar Erdogan muncul menjelang pengumuman status darurat selama tiga bulan sebagai respons Pemerintah Turki dalam menganggapi kudeta militer yang gagal.
”Saya ingin menggarisbawahi bahwa deklarasi keadaan darurat memiliki tujuan tunggal, mengambil tindakan yang diperlukan dalam menghadapi ancaman teroris yang dihadapi negara kita,” kata Erdogan, yang dikutip Kamis (21/7/2016).
Dia bersumpah untuk membersihkan “virus” di korps militer Turki. Erdogan memastikan setiap langkah yang diambil pemerintah usai upaya kudeta berada di dalam koridor hukum.
Dalam wawancara tersebut Erdogan menggambarkan kudeta sebagai "kejahatan terhadap negara Turki". Data terbaru, target “pembersihan” oleh Pemerintah Erdogan usai upaya kudeta mencapai sekitar 60 ribu orang, dari kalangan militer hingga akademisi.
Erdogan melawan kritik soal banyaknya penangkapan yang dilakukan pemerintahnya usai kudeta gagal. Menurutnya, negara-negara lain juga melakukan hal serupa ketika negara berada dalam bahaya.
”Sebagai contoh, dalam menghadapi aksi terorisme, Prancis mengambil banyak langkah,” ujar Erdogan.
”Apakah mereka tidak menahan orang-orang secara massal? Apakah mereka tidak menangkap orang-orang dalam jumlah yang sangat tinggi? Kita tidak dapat menyangkal situasi tersebut.”
Credit Sindonews