Pemimpin al-Qaidah Ayman al-Zawahiri dilaporkan telah mengirimkan veteran mereka ke Suriah. (Reuters TV)
Dikutip dari New York Times, Minggu (15/4), pergerakan militan al-Qaidah ke Suriah menunjukkan pentingnya negara itu bagi kelompok bersenjata tersebut. Kedatangan al-Qaidah ke Suriah akan menjadi tantangan bagi ISIS.
Sumber New York Times mengatakan al-Qaidah telah mengirimkan pejabat mereka ke Suriah untuk memulai proses membangun markas di negara itu sebagai landasan untuk membentuk keemiran melalui Nusra Front, menyaingi ISIS. Langkah ini dianggap sebuah gebrakan bagi al-Qaidah dan afiliasinya yang awalnya menolak membentuk emirat atau sebuah negara resmi, sampai kondisi di lapangan dianggap telah siap.
Ayman al-Zawahri pada tahun 2013 telah mengirimkan para militan senior untuk membina Front Nusra. Setahun kemudian, Zawahiri mengirim jaringan al-Qaidah bernama Khurasan yang dianggap merencanakan serangan ke Barat.
Para pengamat mengatakan, kehadiran al-Qaidah di Suriah tidak hanya memudahkan penyerangan ke Eropa, tapi juga menguntungkan kelompok itu dari segi kemudahan rekrutmen dan dukungan logistik bagi para militan dari Irak, Turki, Yordania dan Libanon.
"Kombinasi keemiran al-Qaidah dan revitalisasi kepemimpinan pusat al-Qaidah di utara Suriah akan meningkatkan kepercayaan diri kelompok ini di tingkat global," kata Charles Lister, pengamat senior di Middle East Institute, dalam tulisannya dalam situs Foreign Policy.
"Al-Qaidah akan menggambarkan diri sebagai gerakan jihad yang cerdas, metodis dan kokoh, berbeda dengan ISIS," lanjut Lister.
Lister menjelaskan, al-Qaidah dan ISIS sama-sama bertujuan mendirikan negara Islam, tapi kedua kelompok ini menggunakan taktik yang berbeda.
ISIS bergerak cepat dengan menerapkan interpretasi Islam yang ekstrem nan menyimpang di wilayah kekuasaan mereka di Irak dan Suriah, lalu menyatakan kemerdekaan. Sementara Frong Nusra bergerak lambat, dengan membangun pengaruh di wilayah kekuasaan mereka serta membentuk aliansi dengan kelompok pemberontak lainnya yang menginginkan lengsernya Bashar al-Assad.
Tidak jelas bagaimana dan kapan al-Qaidah akan membentuk keemiran di Suriah, namun langkah ini kemungkinan besar akan ditentang kelompok-kelompok oposisi Islam Suriah yang lebih moderat. Keemiran berbeda dengan negara Islam yang diklaim ISIS. Keemiran mereka tidak akan mengklaim menjadi pemimpin Muslim di seluruh dunia, seperti yang dilakukan ISIS.
Namun kebanyakan kelompok pemberontak yang berjuang bersama Nusra untuk menggulingkan Assad menolak ide pembentukan keemiran. Mereka khawatir langkah itu hanya akan semakin memecah belah perlawanan terhadap Assad.
"Dari segi pemahaman keagamaan yang diyakini al-Qaidah, deklarasi negara atau keemiran hanya terjadi jika memang memungkinkan untuk memerintah dengan efektif. Sangat ironis jika al-Qaidah membentuk keemiran sementara ada kekhalifahan yang mereka tolak," kata firas Abi Ali, pengamat senior di IHS Country Risk, London.
ISIS saat ini memiliki antara 19 ribu hingga 25 ribu tentara di Irak dan Suriah, berdasarkan estimasi intelijen AS. Sementara Nusra Front memiliki sekitar 5.000 hingga 10 ribu tentara, semuanya di Suriah.
Credit CNN Indonesia