Selasa, 09 Februari 2016

Sritex Raih Kontrak Pengadaan Seragam Militer UEA


Pabrik Sritex

Pabrik Sritex (Investor Daily / David Gitaroza)


Jakarta – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex/SRIL) baru saja memperoleh kontrak pengadaan seragam militer untuk Uni Emirat Arab (UEA), yang disusul pemberian fasilitas pinjaman sebesar US$ 18 juta dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) untuk pembiayaan ekspansi.
Sekretaris Perusahaan Sritex Welly Salam mengatakan, manajemen baru saja meneken perjanjian pengadaan seragam militer tersebut di Abu Dhabi. "Tahun ini, perseroan akan menyediakan sekitar 150 ribu potong pakaian. Jumlahnya bisa saja meningkat setiap tahun, tergantung kebutuhan militer negara tersebut," jelas dia kepada Investor Daily di Jakarta, baru-baru ini.
Namun ia belum bisa menyebutkan nilai kontrak tersebut, karena terkait dengan hubungan antar negara. Sebelumnya, perseroan menargetkan kontribusi ekspor seragam bisa mencapai US$ 10-15 juta tahun ini. Dalam 4-5 tahun ke depan, kontribusi ditargetkan meningkat menjadi US$ 50-80 juta.
Welly mengatakan, ekspor pakaian seragam tersebut ditujukan ke lima negara, yaitu Kamboja, Hong Kong, Spanyol, Peru, dan Prancis. "Untuk Kamboja, perseroan sudah meraih kontraknya. Empat negara lain masih dalam proses finalisasi," ungkap dia.
Adapun kerja sama awal penjualan seragam perseroan adalah government to government (G to G). Penjualan tersebut merupakan langkah lanjutan dari tawaran Pemerintah Indonesia kepada Pemerintah Kamboja. Berbeda dengan penjualan ke Kamboja, perseroan bakal menjual produknya ke empat negara lain melalui hubungan korporasi ke pemerintah.
Menurut Welly, tahun ini, perseroan akan fokus menyelesaikan ekspansi peningkatan kapasitas produksi. Perseroan bakal ekspansi meningkatkan produksi untuk benang, kain jadi, kain mentah dan jumlah pakaian. Ekspansi kapasitas produksi dari 120 juta menjadi 240 juta pada 2016.
Sebelumnya, Wakil Presiden Direktur Sritex Iwan Kurniawan Lukminto menyatakan, pada 2017, grup perseroan juga akan melangsungkan ekspansi bahan baku rayon melalui PT Rayon Utama Makmur, perusahaan yang dikendalikan langsung keluarga Lukminto. Ekspansi tersebut ditaksir bakal menyerap investasi sebesar US$ 300 juta.
Kurniawan mengatakan, Rayon Utama Makmur akan membangun pabrik pengolahan rayon dan perkebunan eucalyptus di atas lahan seluas 80 hektare (ha). Lokasi pabrik dan perkebunan itu akan berada di sekitar fasilitas yang dimiliki Sritex saat ini, yakni Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Pendanaan untuk ekspansi ini sudah fully funded, dan berada di luar Sritex. Namun, pastinya akan kami sinergikan dengan kebutuhan Sritex," kata Kurniawan, beberapa waktu lalu.
Ekspansi tersebut dilangsungkan mengingat potensi pasar rayon di dunia masih sangat besar. Hal tersebut ditandai oleh permintaan ekspor dan domestik terhadap rayon yang terus meningkat.
Dengan ekspansi rayon, ia berharap, pihaknya dapat menekan jumlah impor bahan baku. Selama ini, Sritex harus mengimpor sekitar 50 – 60% rayon yang dibutuhkan untuk produksi.
Peningkatan kapasitas produksi sudah mulai dilakukan dari 2014, dengan belanja modal (capital expenditure/capex) yang digunakan sebesar US$ 55 juta. Sedangkan pada 2015 sebesar US$ 130 juta dan tahun ini sebesar US$ 80 juta.
Sumber dana capex berasal kas internal dan obligasi. Berdasarkan catatan Investor Daily, Sritex telah mengantongi dana segar sebesar US$ 200 juta melalui penerbitan global bond pada kuartal II-2014. Kupon obligasi tercatat sebesar 9%.
Tahun ini, Sritex menargetkan pendapatan sekitar US$ 690 juta atau tumbuh 7% dibandingkan proyeksi pendapatan tahun lalu yang senilai US$ 630 juta. Selain meningkatkan kapasitas produksi, strategi perseroan adalah diversifikasi produk bernilai tambah (value added).
Adapun komposisi produk perseroan dan kontribusinya terhadap pendapatan adalah benang sekitar 43%, kain jadi 25%, garmen 20%, dan sisanya kain mentah 12%.
Welly menambahkan, perseroan juga melakukan efisiensi, melalui otomatisasi beberapa proses produksi. "Dengan otomatisasi, pekerjaan manual bisa berkurang, dan bisa menghemat biaya produksi sekitar 5%," paparnya.
Ia menambahkan, perseroan masih menunda rencana akuisisi ritel. "Rencana itu untuk jangka panjang, kami masih fokus ekspansi kapasitas produksi," ungkapnya.
Sritex bertekad dapat menjadi pemasok merek pakaian untuk pasar dunia pada 2017. Adapun kontribusi sektor ritel terhadap pendapatan Sritex diperkirakan cukup besar.
Jika semua bisa berjalan lancar, kontribusi pendapatan dari bisnis ritel diharapkan mencapai Rp 2 triliun. Hal ini ditargetkan bisa terealisasi dalam tiga tahun.
Sritex memproyeksikan kontribusi pendapatan dari sektor ritel pada 2018 mencapai 60%. Nantinya, perseroan akan mendistribusikan produk pakaiannya dari garmen langsung ke pembeli.






Credit  Beritasatu.com