Jumat, 19 Februari 2016

Peluang Militer Indonesia dalam Kebijakan Baru Jepang



Direktur Kerjasama Internasional Kementerian Pertahanan RI, Jan Pieter Ate (kiri) dalam seminar pertahanan di Universitas Indonesia, 18 Feb. 2016.
Direktur Kerjasama Internasional Kementerian Pertahanan RI, Jan Pieter Ate (kiri) dalam seminar pertahanan di Universitas Indonesia, 18 Feb. 2016. (Siti Arpiah/ Beritasatu.com)


Depok - Kebijakan pertahanan Jepang terbaru untuk makin memperkuat militernya secara mandiri memberikan peluang di bidang kerjasama militer dengan Indonesia, khususnya terkait transfer teknologi militer.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Kerjasama Internasional Kementerian Pertahanan RI, Jan Pieter Ate dalam sebuah seminar di Depok, Kamis (18/2).
"Sebelumnya Jepang tidak termasuk dalam daftar sumber-sumber teknologi alutsista (alat utama sistem persenjataan) Indonesia. Sekarang ada peluang, tapi dari pihak Jepang sendiri belum membuka kepada negara lain terkait dengan alutsista," ungkap Jan.
Ia menambahkan Indonesia selalu menyampaikan kepada Jepang, jangan sampai kebijakan yang baru mengganggu stabilitas di kawasan. Artinya, Jepang harus tetap menjalin kerjasama yang saling menghargai dan menguntungkan, lanjutnya.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyatakan dampak kebijakan keamanan baru Jepang tidak akan langsung terasa kepada Indonesia.
"Karena Indonesia berada di lapisan berikutnya. Lapisan pertama itu Tiongkok, Korea Utara, dan Korea Selatan. Ketiga negara ini langsung bereaksi dengan membangun pertahanan yang lebih kuat lagi," ungkapnya.
Kebijakan yang baru ini, menurutnya memungkinkan terjadinya perang antara Jepang dengan negara tersebut.
"Dulu, Jepang jika ada kepentingan luar negeri yang terganggu diselesaikan lewat forum-forum internasional, sekarang angkatan perang Jepang (Japan Self Defence Force) bisa langsung datang," ujarnya.
Seperti diketahui, usaia Perang Dunia II Jepang mengadopsi konstitusi yang didikte Amerika dengan kebijakan pertahanan low-profile, di mana negara itu tidak secara resmi memiliki militer namun disebut dengan pasukan bela diri Jepang. Amerika menjamin payung perlindungan secara militer jika Jepang menghadapi invasi negara lain.
Sebelumnya, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe menetapkan kebijakan untuk elbih meningkatkan profil pertahanan Jepang pada September 2015. Kebijakan baru ini dibuat untuk melindungi kepentingan nasional Jepang dan sebagai upaya Jepang menjaga tatanan serta stabilitas regional.
Kebijakan terbaru ini didorong oleh adanya pergerakan dua negara, yakni Tiongkok dan Korea Utara yang semakin agresif. Di antaranya Tiongkok dengan mengklaim wilayah teritorial di sekitar Laut CHina Selatan, serta Korea Utara dengan aksi-aksi provokatifnya, seperti peluncuran nuklir, dan penenggelaman kapal laut Korea Selatan.


Credit  Beritasatu.com