CB, Taiwan – Pemerintah
Cina tidak akan menunda proses reunifikasi dengan Taiwan selamanya.
Beijing berharap negara pulau yang mengatur dirinya sendiri itu bakal
bergabung dengan Cina lewat mekanisme damai.
Anggota delegasi Taiwan, Cai Peihui, mengatakan kepemimpinan Presiden Cina, Xi Jinping, menginspirasi dan visioner.
“Dan dia tidak akan membiarkan agenda reunifikasi tertunda tanpa batas waktu yang jelas,” kata Cai, yang merupakan satu dari 13 anggota delegasi Taiwan dalam Kongres Rakyat Nasional di Beijing pada Ahad, 10 Maret 2019.
Delegasi Taiwan menghadiri sesi sidang parlemen di Beijing. Semua anggota delegasi dari Taiwan ini memiliki koneksi langsung ke Taiwan meskipun tidak tinggal di negara pulau itu.
Cai merupakan pensiunan tentara yang pernah berperang membela Cina melawan Vietnam pada 1979. Dia terpilih mewakili Taiwan karena memiliki akar keluarga di Taiwan. Saat ini dia merupakan pengusaha berbasis di Hong Kong.
Beijing melihat Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan bakal reunifikasi lagi meski harus menempuh cara kekerasan. Cina mengusulkan mekanisme satu negara dua sistem seperti yang telah diterapkan di Hong Kong. Namun, Taiwan menyebut mekanisme itu tidak bisa diterima.
Dalam sebuah pidato mengenai Taiwan pada Januari 2019, Xi mengulangi sikap Cina bahwa perbedaan politik lintas selat antara Cina dan Taiwan tidak bisa diturunkan dari generasi ke generasi.
Cai tidak mengungkapkan kapan tenggat waktu dari Beijing untuk reunifikasi dengan Taiwan. Tapi Cina tidak bakal ragu untuk ‘membebaskan’ Taiwan jika pulau itu menyatakan kemerdekaannya.
Menurut dia, Cina bakal memberikan otonomi yang lebih luas jika Taiwan mau bergabung dalam satu negara dua sistem. Namun, Taiwan tidak bisa membawa nama sendiri di pentas internasional, tidak memiliki hubungan luar negeri sendiri dan tidak memiliki tentara nasional sendiri.
“Begitu kedua pihak menyepakati reunifikasi, keduanya bakal harus mencapai kompromi mengenai kedaulatan nasional dan pertahanan yang diterapkan di Taiwan,” kata dia.
Seorang anggota delegasi Taiwan lainnya, Zhang Xiong, mengatakan militer Taiwan dan Cina harus bekerja sama dalam satu komando dari Beijing. Zhang merupakan profesor di Tongji University di Shanghai, Cina. Dia juga meminta nama Tentara Pembebasan Rakyat diubah setelah Taiwan bersedia reunifikasi.
Secara terpisah, Taiwan meminta pengadaan jet tempur baru dari AS untuk persiapan menghadapi Cina. Deputi Menteri Pertahanan Taiwan, Shen Yi-ming, mengatakan,”Kami telah mengajukan rencana pembelian ini karena Cina telah meningkatkan kemampuan militernya. Saat ini mulai ada ketidakseimbangan dalam kemampuan pertahanan udara,” kata dia seperti dilansir Channel News Asia.
Jika pembelian ini jadi terlaksana, hubungan AS dan Cina bakal makin menegang. AS mengalihkan pengakuan dari Taiwan ke Beijing pada 1979 namun tetap menyuplai senjata ke Taiwan hingga saat ini. Militer Taiwan telah mengajukan pembelian sejumlah jet tempur F-16 dan F-35, yang bisa take off secara horizontal.
Saat ini, Taiwan memiliki 326 jet tempur dari berbagai jenis seperti F-16, Mirage 2000 dan jet tempur buatan sendiri. Media lokal Apple Daily menyebut Taiwan bakal memborong 66 jet tempur F-16V dengan harga US$13 miliar atau sekitar Rp190 triliun.
“Tidak masalah apakah pembelian F-15, F-18, F-16 atau F-35 sepanjang cocok dengan kebutuhan pertahanan udara,” kata Tang Hung, seorang mayor jenderal di Angkatan Udara Taiwan.
Anggota delegasi Taiwan, Cai Peihui, mengatakan kepemimpinan Presiden Cina, Xi Jinping, menginspirasi dan visioner.
“Dan dia tidak akan membiarkan agenda reunifikasi tertunda tanpa batas waktu yang jelas,” kata Cai, yang merupakan satu dari 13 anggota delegasi Taiwan dalam Kongres Rakyat Nasional di Beijing pada Ahad, 10 Maret 2019.
Delegasi Taiwan menghadiri sesi sidang parlemen di Beijing. Semua anggota delegasi dari Taiwan ini memiliki koneksi langsung ke Taiwan meskipun tidak tinggal di negara pulau itu.
Cai merupakan pensiunan tentara yang pernah berperang membela Cina melawan Vietnam pada 1979. Dia terpilih mewakili Taiwan karena memiliki akar keluarga di Taiwan. Saat ini dia merupakan pengusaha berbasis di Hong Kong.
Beijing melihat Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan bakal reunifikasi lagi meski harus menempuh cara kekerasan. Cina mengusulkan mekanisme satu negara dua sistem seperti yang telah diterapkan di Hong Kong. Namun, Taiwan menyebut mekanisme itu tidak bisa diterima.
Dalam sebuah pidato mengenai Taiwan pada Januari 2019, Xi mengulangi sikap Cina bahwa perbedaan politik lintas selat antara Cina dan Taiwan tidak bisa diturunkan dari generasi ke generasi.
Cai tidak mengungkapkan kapan tenggat waktu dari Beijing untuk reunifikasi dengan Taiwan. Tapi Cina tidak bakal ragu untuk ‘membebaskan’ Taiwan jika pulau itu menyatakan kemerdekaannya.
Menurut dia, Cina bakal memberikan otonomi yang lebih luas jika Taiwan mau bergabung dalam satu negara dua sistem. Namun, Taiwan tidak bisa membawa nama sendiri di pentas internasional, tidak memiliki hubungan luar negeri sendiri dan tidak memiliki tentara nasional sendiri.
“Begitu kedua pihak menyepakati reunifikasi, keduanya bakal harus mencapai kompromi mengenai kedaulatan nasional dan pertahanan yang diterapkan di Taiwan,” kata dia.
Seorang anggota delegasi Taiwan lainnya, Zhang Xiong, mengatakan militer Taiwan dan Cina harus bekerja sama dalam satu komando dari Beijing. Zhang merupakan profesor di Tongji University di Shanghai, Cina. Dia juga meminta nama Tentara Pembebasan Rakyat diubah setelah Taiwan bersedia reunifikasi.
Secara terpisah, Taiwan meminta pengadaan jet tempur baru dari AS untuk persiapan menghadapi Cina. Deputi Menteri Pertahanan Taiwan, Shen Yi-ming, mengatakan,”Kami telah mengajukan rencana pembelian ini karena Cina telah meningkatkan kemampuan militernya. Saat ini mulai ada ketidakseimbangan dalam kemampuan pertahanan udara,” kata dia seperti dilansir Channel News Asia.
Jika pembelian ini jadi terlaksana, hubungan AS dan Cina bakal makin menegang. AS mengalihkan pengakuan dari Taiwan ke Beijing pada 1979 namun tetap menyuplai senjata ke Taiwan hingga saat ini. Militer Taiwan telah mengajukan pembelian sejumlah jet tempur F-16 dan F-35, yang bisa take off secara horizontal.
Saat ini, Taiwan memiliki 326 jet tempur dari berbagai jenis seperti F-16, Mirage 2000 dan jet tempur buatan sendiri. Media lokal Apple Daily menyebut Taiwan bakal memborong 66 jet tempur F-16V dengan harga US$13 miliar atau sekitar Rp190 triliun.
“Tidak masalah apakah pembelian F-15, F-18, F-16 atau F-35 sepanjang cocok dengan kebutuhan pertahanan udara,” kata Tang Hung, seorang mayor jenderal di Angkatan Udara Taiwan.
Credit tempo.co