Senin, 15 April 2019

PBB Catat 121 Orang Tewas dalam Perang Sipil di Libya


Anggota militer Misrata, di bawah perlindungan pasukan Tripoli mempersiapkan senjatanya saat bersiap-siap menuju garis depan di Tripoli, Libya, 8 April 2019. Pasukan Haftar mulai menyerang ke arah Tripoli dari arah selatan, sejak pertengahan pekan lalu. REUTERS/Hani Amara
Anggota militer Misrata, di bawah perlindungan pasukan Tripoli mempersiapkan senjatanya saat bersiap-siap menuju garis depan di Tripoli, Libya, 8 April 2019. Pasukan Haftar mulai menyerang ke arah Tripoli dari arah selatan, sejak pertengahan pekan lalu. REUTERS/Hani Amara

CB, Jakarta - PBB mencatat perang sipil di Libya telah menewaskan sedikitnya 121 orang.
Organisasi kesehatan PBB, WHO, menyampaikan pada Ahad bahwa konflik yang bermula dari serangan Libyan National Army (LNA) pada 5 April, telah melukai 561 orang, seperti dikutip dari Fox News, 14 April 2019.

Pertempuran antara LNA, yang dipimpin oleh Jenderal Khalifa Haftar, melawan milisi yang berafiliasi dengan pemerintahan Government of National Accord (GNA), yang didukung PBB.

AS mengatakan awal pekan ini bahwa lebih dari 8.000 orang telah mengungsi akibat pertempuran.
Menurut Sputnik yang mengutip laporan WHO, hanya tiga hari yang lalu jumlah korban tewas mencapai 58 orang, termasuk enam warga sipil, dan 275 lainnya luka-luka.
"Korban #LibyaCrisis adalah 682: 121 tewas dan 561 luka-luka. WHO mengirim pasokan medis, dukungan staf kesehatan untuk responden lini pertama dan kedua," kicau WHO di Libya pada Sabtu malam.

Anggota Tentara Nasional Libya (LNA), diperintahkan oleh Khalifa Haftar, keluar dari Benghazi untuk memperkuat pasukan yang maju ke Tripoli, di Benghazi, Libya 7 April 2019. [REUTERS / Esam Omran Al-Fetori]


WHO juga mengutuk serangan terhadap pekerja medis, mencatat bahwa total delapan ambulan telah ditembaki sejak awal serangan ke Tripoli.
"Dua ambulans lagi ditembak di #Libya pada hari Sabtu selama pertempuran #Tripoli, menjadikan jumlah total menjadi 8 unit sejak kekerasan dimulai. WHO sangat mengutuk serangan berulang-ulang terhadap petugas kesehatan, dan kendaraannya," tambah WHO.


Serangan berpotensi memicu perang saudara yang lebih besar seperti pemberontakan 2011 yang menggulingkan dan membunuh diktator Muammar Gaddafi.
Setelah kejatuhan Gaddafi, Libya terpecah antara pemerintahan di timur dan barat, masing-masing didukung oleh berbagai milisi.





Credit  tempo.co