CB, Kolombo – Juru bicara pemerintah Sri Lanka,
Rajitha Senaratne, mengatakan pemerintah akan menginvestigasi kegagalan
intelijen dalam mencegah serangan teror pada perayaan Hari Paskah.
Senaratne mengatakan pemerintah Sri Lanka sebenarnya telah mendapatkan peringatan detil mengenai adanya ancaman serangan teror, yang menewaskan setidaknya 290 orang dan melukai sekitar 500 orang pada Ahad, 21 April 2019.
“Kami sangat menyesalkan ini, sebagai pemerintah kami harus
mengatakan ini. Kami meminta maaf kepada keluarga korban dan institusi
atas insiden ini,” kata Senaratne kepada media seperti dilansir CNN pada Senin, 22 April 2019.
Serangan teror bom di Sri Lanka ini merupakan peristiwa kekerasan terburuk pasca berakhirnya perang dengan kelompok separatis Tamil LTTE sekitar sepuluh tahun lalu.
Serangan ini diduga melibatkan enam pelaku serangan bom bunuh diri, yang menyasar empat hotel, dan tiga gereja. Sebuah ledakan lain terjadi di sebuah rumah saat penggerebekan oleh petugas keamanan.
Petugas keamanan telah menahan 24 orang, yang diduga terlibat atau mengetahui soal serangan ini. Mereka akan ditahan hingga 6 Mei 2019.
Mayoritas korban tewas adalah warga Sri Lanka. Sebanyak 31 turis juga menjadi korban tewas saat hotel tempat mereka menginap terkena serangan bom.
Tiga hotel bintang lima yang menjadi sasaran adalah Shangri La, Cinnamon Grand Hotel, dan Kingsbury, yang semuanya berada di ibu kota Kolombo.
Tiga gereja yang menjadi sasaran adalah Gereja St. Anthony di Kolombo, Gereja St. Sebastian di Negombo, dan Gereja Zion di Batticalcoa.
Dua ledakan lain terjadi di sebuah hotel kecil dekat bonbin Dehiwala dan sebuah rumah di Mahwila Gardens, yang menjadi sasaran penggerebekan oleh petugas keamanan.
Pemerintah Sri Lanka menduga kelompok lokal Nations Thawahid Jaman atau NTJ terlibat dalam serangan ini. Namun, kelompok kecil ini diduga tidak mampu melakukan serangan besar-besaran tanpa ada bantuan dari kelompok di luar negeri seperti ISIS.
Pemerintah Sri Lanka menggandeng Interpol dan FBI untuk mengungkap kasus serangan teror bom ini. Pemerintah juga bakal mengadakan pertemuan dengan sejumlah diplomat asing untuk mendapatkan informasi soal kemungkinan adanya serangan teror lanjutan di sana.
Senaratne mengatakan pemerintah Sri Lanka sebenarnya telah mendapatkan peringatan detil mengenai adanya ancaman serangan teror, yang menewaskan setidaknya 290 orang dan melukai sekitar 500 orang pada Ahad, 21 April 2019.
Serangan teror bom di Sri Lanka ini merupakan peristiwa kekerasan terburuk pasca berakhirnya perang dengan kelompok separatis Tamil LTTE sekitar sepuluh tahun lalu.
Serangan ini diduga melibatkan enam pelaku serangan bom bunuh diri, yang menyasar empat hotel, dan tiga gereja. Sebuah ledakan lain terjadi di sebuah rumah saat penggerebekan oleh petugas keamanan.
Petugas keamanan telah menahan 24 orang, yang diduga terlibat atau mengetahui soal serangan ini. Mereka akan ditahan hingga 6 Mei 2019.
Mayoritas korban tewas adalah warga Sri Lanka. Sebanyak 31 turis juga menjadi korban tewas saat hotel tempat mereka menginap terkena serangan bom.
Tiga hotel bintang lima yang menjadi sasaran adalah Shangri La, Cinnamon Grand Hotel, dan Kingsbury, yang semuanya berada di ibu kota Kolombo.
Tiga gereja yang menjadi sasaran adalah Gereja St. Anthony di Kolombo, Gereja St. Sebastian di Negombo, dan Gereja Zion di Batticalcoa.
Dua ledakan lain terjadi di sebuah hotel kecil dekat bonbin Dehiwala dan sebuah rumah di Mahwila Gardens, yang menjadi sasaran penggerebekan oleh petugas keamanan.
Pemerintah Sri Lanka menduga kelompok lokal Nations Thawahid Jaman atau NTJ terlibat dalam serangan ini. Namun, kelompok kecil ini diduga tidak mampu melakukan serangan besar-besaran tanpa ada bantuan dari kelompok di luar negeri seperti ISIS.
Pemerintah Sri Lanka menggandeng Interpol dan FBI untuk mengungkap kasus serangan teror bom ini. Pemerintah juga bakal mengadakan pertemuan dengan sejumlah diplomat asing untuk mendapatkan informasi soal kemungkinan adanya serangan teror lanjutan di sana.
Credit tempo.co