Antara
CB – Diresmikannya kapal selam Kapal Republik Indonesia (KRI) Alugoro-405
oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu pada Kamis, 11 April 2019 di
Surabaya, menambah daftar kapal selam militer yang akan digunakan oleh
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menjadi lima unit.
Dua kapal selam pertama yaitu KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 merupakan jenis kapal selam diesel elektrik tipe U-209/1300 buatan Howaldtswerke, Kiel, Jerman. Kedua kapal selam dibeli pemerintah Indonesia pada 1977 dan mulai berdinas di TNI AL sejak 1981. Kedua kapal selam dilengkapi delapan tabung peluncur torpedo 533 mm dan 14 torpedo AEG.
Indonesia kala itu membeli dua kapal selam dari Jerman untuk menggantikan 12 kapal selam kelas Whiskey yang dibeli dari Uni Soviet menjelang kampanya Trikora (1959-1962) untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda.
Kedua belas kapal selam tersebut kemudian satu per satu diberhentikan dari dinasnya pada era 1970-an karena ketiadaan suku cadang seiring memburuknya hubungan RI dengan Uni Soviet.
Sementara tiga kapal selam berikutnya, yaitu KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405 (Nagapasa-class) merupakan kapal selam diesel elektrik kelas Chang Bogo tipe U209/1400 yang dibuat atas kerja sama Republik Indonesia melalui PT PAL dan Republik Korea Selatan melalui Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering Co., Ltd (DSME).
KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404 dibuat di galangan kapal DSME, Korea Selatan. Sementara KRI Alugoro-405 telah dibuat di PT PAL walau masih melibatkan tim engineering dan tenaga kerja dari DSME.
KRI Nagapasa-403 mulai berdinas di TNI AL sejak 2017 disusul KRI Ardadedali-404 pada 2018. Sementara KRI Alugoro-405 usai diluncurkan ini masih akan menjalani masa uji coba melaut sebelum akhirnya diserahkan kepada TNI AL sebagai pengguna.
Rencana berikutnya, kapal selam keempat kelas Chang Bogo akan dikerjakan bersama dengan Korea Selatan di PT PAL. Dan pada pada pengerjaan kapal selam kelima akan dibuat sepenuhnya oleh Indonesia.
Dari sisi teknis, KRI Alugoro-405 tipe U209/1400 (KSDE U209 Chang Bogo-class atau di Indonesia Nagapasa-class) memiliki dimensi panjang 61,3 meter, lebar 7,6 meter, dan draught 5,5 meter. Kapal perang bawah permukaan air ini sanggup membawa 41 kru untuk melaut hingga 50 hari lamanya.
Dalam hal persenjataan, sebagaimana Nagapasa-class, kapal selam ini dilengkapi torpedo generasi baru Black Shark dengan dimensi panjang 3,6 meter dan diameter 533 mm. Torpedo buatan Whitehead Alenia sistemi Subacquei (WASS) dari Italia ini diklaim mampu menjangkau sasaran hingga jarak 50 km.
Sistem peperangan lain yang ditanamkan di kapal ini antara lain adalah Naval Combat Management MSI-90U Mk2 buatan Kongsberg Defence System, Norwegia. Perangkat ini sebagai pengolah data untuk mengetahui situasi sekitar dan melakukan manajemen pertempuran.
Senjata sakti dunia pewayangan
Sebagaimana berurutan dari kapal selam bernomor 401 hingga 405, dapat kita simak bahwa nama-nama yang disematkan pada armada pemburu senyap ini adalah senjata-senjata pamungkas dalam dunia pewayangan.
Cakra, Nanggala, Nagapasa, Ardadedali, dan Alugoro semuanya adalah senjata sakti yang menjadi andalan tokoh-tokoh pewayangan.
Cakra merupakan senjata andalan Batara Wisnu, Nanggala dan Alugoro senjata andalan Prabu Baladewa, Nagapasa senjata andalan Indrajit, sementara Ardadedali merupakan senjata andalan Arjuna.
Selengkapnya, nama 12 kapal selam militer Whiskey-class yang pernah dimiliki oleh Indonesia adalah: RI Tjakra-401 (TJK), RI Nanggala-402 (NGL), RI Nagabanda-403 (NBD), RI Trisula-404 (TSL), RI Tjandrasa-405 (TNS), RI Nagarangsang-406 (NRS), RI Hendradjala-407 (HAD), RI Alugoro-408 (AGR), RI Widjajadanu-409 (WDU), RI Pasopati-410 (PST), RI Tjudamani-411 (TDN), dan RI Bramasta-412 (BMA). Untuk diketahui, dahulu penamaan kapal perang masih menggunakan kode RI (Republik Indonesia) sebelum berubah menjadi KRI.
Dengan akan bergabungnya KRI Alugoro-405, tentu diharapkan kekuatan matra laut Indonesia bertambah kuat.
Namun demikian, lima unit kapal selam yang dimiliki, jujur harus dikatakan bahwa untuk kebutuhan menjaga wilayah perairan Indonesia yang sangat luas masih kurang. Hal ini dikatakan langsung oleh Menhan Ryacudu sendiri.
“Banyak negara yang tidak punya kapal selam. Kita punya dan kita mampu membuat kapal selam. Nanti kapal selam yang kelima (dari kelas ini) akan dibuat sendiri oleh Indonesia di PT PAL. Dan kita bisa menjualnya,” ujarnya.
Menhan menambahkan, Indonesia sedikitnya harus memiliki 12 kapal selam sama seperti di tahun 1960-an.
Dua kapal selam pertama yaitu KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 merupakan jenis kapal selam diesel elektrik tipe U-209/1300 buatan Howaldtswerke, Kiel, Jerman. Kedua kapal selam dibeli pemerintah Indonesia pada 1977 dan mulai berdinas di TNI AL sejak 1981. Kedua kapal selam dilengkapi delapan tabung peluncur torpedo 533 mm dan 14 torpedo AEG.
Indonesia kala itu membeli dua kapal selam dari Jerman untuk menggantikan 12 kapal selam kelas Whiskey yang dibeli dari Uni Soviet menjelang kampanya Trikora (1959-1962) untuk merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda.
Kedua belas kapal selam tersebut kemudian satu per satu diberhentikan dari dinasnya pada era 1970-an karena ketiadaan suku cadang seiring memburuknya hubungan RI dengan Uni Soviet.
Istimewa
KRI Cakra-401 dan KRI Nanggala-402 (Cakra-class) menggunakan nama dan urutan nomor kapal selam yang sama dengan kapal selam Whiskey-class, yaitu RI Tjakra-401 dan RI Nanggala-402.Sementara tiga kapal selam berikutnya, yaitu KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405 (Nagapasa-class) merupakan kapal selam diesel elektrik kelas Chang Bogo tipe U209/1400 yang dibuat atas kerja sama Republik Indonesia melalui PT PAL dan Republik Korea Selatan melalui Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering Co., Ltd (DSME).
KRI Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404 dibuat di galangan kapal DSME, Korea Selatan. Sementara KRI Alugoro-405 telah dibuat di PT PAL walau masih melibatkan tim engineering dan tenaga kerja dari DSME.
PAL
Ketiga kapal selam merupakan bagian dari kontrak antara RI dan Korea
Selatan senilai 1,1 miliar dolar AS yang ditandatangani pada Desember
2011. Kontrak tersebut termasuk transfer teknologi di mana pembuatan
kapal selam dilaksanakan bersama dan kapal ketiga dibuat di Indonesia.KRI Nagapasa-403 mulai berdinas di TNI AL sejak 2017 disusul KRI Ardadedali-404 pada 2018. Sementara KRI Alugoro-405 usai diluncurkan ini masih akan menjalani masa uji coba melaut sebelum akhirnya diserahkan kepada TNI AL sebagai pengguna.
Rencana berikutnya, kapal selam keempat kelas Chang Bogo akan dikerjakan bersama dengan Korea Selatan di PT PAL. Dan pada pada pengerjaan kapal selam kelima akan dibuat sepenuhnya oleh Indonesia.
Dari sisi teknis, KRI Alugoro-405 tipe U209/1400 (KSDE U209 Chang Bogo-class atau di Indonesia Nagapasa-class) memiliki dimensi panjang 61,3 meter, lebar 7,6 meter, dan draught 5,5 meter. Kapal perang bawah permukaan air ini sanggup membawa 41 kru untuk melaut hingga 50 hari lamanya.
PAL
Kelas Nagapasa yang didesain untuk masa pakai 30 tahun ini,
memiliki bobot 1.460 ton saat muncul di permukaan air dan 1.596 ton saat
melakukan penyelaman di bawah permukaan air. KRI Alugoro-405 mampu melaju dengan kecepatan maksimal hingga 21 knot.Dalam hal persenjataan, sebagaimana Nagapasa-class, kapal selam ini dilengkapi torpedo generasi baru Black Shark dengan dimensi panjang 3,6 meter dan diameter 533 mm. Torpedo buatan Whitehead Alenia sistemi Subacquei (WASS) dari Italia ini diklaim mampu menjangkau sasaran hingga jarak 50 km.
Sistem peperangan lain yang ditanamkan di kapal ini antara lain adalah Naval Combat Management MSI-90U Mk2 buatan Kongsberg Defence System, Norwegia. Perangkat ini sebagai pengolah data untuk mengetahui situasi sekitar dan melakukan manajemen pertempuran.
Senjata sakti dunia pewayangan
Sebagaimana berurutan dari kapal selam bernomor 401 hingga 405, dapat kita simak bahwa nama-nama yang disematkan pada armada pemburu senyap ini adalah senjata-senjata pamungkas dalam dunia pewayangan.
Cakra, Nanggala, Nagapasa, Ardadedali, dan Alugoro semuanya adalah senjata sakti yang menjadi andalan tokoh-tokoh pewayangan.
Cakra merupakan senjata andalan Batara Wisnu, Nanggala dan Alugoro senjata andalan Prabu Baladewa, Nagapasa senjata andalan Indrajit, sementara Ardadedali merupakan senjata andalan Arjuna.
Istimewa
Nama-nama yang kini digunakan oleh kelima kapal selam TNI AL,
sebagian pernah digunakan sebagai nama dari 12 kapal selam militer Whiskey-class yang dibeli Indonesia dari Rusia semasa pemerintahan Presiden Sukarno. Cakra, Nanggala, dan Alugoro, pernah digunakan sebagai nama kapal selam terdahulu, sementara Ardadedali dan Nagapasa tidak digunakan sebagai nama kapal selam sebelumnya.Selengkapnya, nama 12 kapal selam militer Whiskey-class yang pernah dimiliki oleh Indonesia adalah: RI Tjakra-401 (TJK), RI Nanggala-402 (NGL), RI Nagabanda-403 (NBD), RI Trisula-404 (TSL), RI Tjandrasa-405 (TNS), RI Nagarangsang-406 (NRS), RI Hendradjala-407 (HAD), RI Alugoro-408 (AGR), RI Widjajadanu-409 (WDU), RI Pasopati-410 (PST), RI Tjudamani-411 (TDN), dan RI Bramasta-412 (BMA). Untuk diketahui, dahulu penamaan kapal perang masih menggunakan kode RI (Republik Indonesia) sebelum berubah menjadi KRI.
Istimewa
Salah satu dari 12 kapal selam tersebut, yaitu RI Pasopati-410 dapat dikunjungi adalah sebagai Monumen Kapal Selam (Monkasel) di Surabaya.Dengan akan bergabungnya KRI Alugoro-405, tentu diharapkan kekuatan matra laut Indonesia bertambah kuat.
Namun demikian, lima unit kapal selam yang dimiliki, jujur harus dikatakan bahwa untuk kebutuhan menjaga wilayah perairan Indonesia yang sangat luas masih kurang. Hal ini dikatakan langsung oleh Menhan Ryacudu sendiri.
Istimewa
Salah satu kebanggaan yang perlu mendapat dukungan semua pihak,
lanjut Ryacudu, adalah karena Indonesia sudah bisa membuat kapal selam
di dalam negeri.“Banyak negara yang tidak punya kapal selam. Kita punya dan kita mampu membuat kapal selam. Nanti kapal selam yang kelima (dari kelas ini) akan dibuat sendiri oleh Indonesia di PT PAL. Dan kita bisa menjualnya,” ujarnya.
Menhan menambahkan, Indonesia sedikitnya harus memiliki 12 kapal selam sama seperti di tahun 1960-an.
Credit angkasareview.com