Rencana perdamaian AS tak membahas kemerdekaan Palestina. 
CB,
 RAMALLAH – Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, meyakini 
negara-negara Arab dan Eropa berpihak pada perjuangan kemerdekaan 
Palestina.
Dia memperkirakan negara-negara tersebut
 akan menolak rencana perdamaian dengan Israel yang digagas Amerika 
Serikat (AS) jika tak menyertakan tuntutan negaranya.
"Tidak ada mitra di Palestina untuk (Presiden AS Donald) 
Trump. Tidak ada mitra Arab untuk Trump dan tidak ada mitra Eropa untuk 
Trump," ujar Shtayyeh pada Selasa (16/4).
Dia 
menegaskan Palestina tetap berkomitmen pada pembentukan negara Palestina
 yang merdeka sesuai dengan garis perbatasan 1967. Hal itu termasuk 
menetapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina.
Shtayyeh
 mengatakan Palestina tidak tertarik pada rencana perdamaian ekonomi 
meskipun saat ini negaranya sedang dilanda krisis. Kesulitan ekonomi 
yang saat ini dihadapi Palestina tak bisa dilepaskan dari peranan AS dan
 Israel.
Washington diketahui telah memangkas 
bantuan luar negerinya untuk Palestina senilai ratusan juta dolar AS. 
Selain itu, AS pun telah memutuskan menghentikan kontribusinya bagi 
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA).
Sementara
 Israel menahan dana transfer pajak senilai puluhan juta dolar AS. Uang 
itu dibekukan untuk menghukum Palestina karena warganya terlibat dalam 
sejumlah aksi penyerangan terhadap Israel.
"Israel 
adalah bagian dari perang finansial yang telah diumumkan kepada kita 
oleh AS. Seluruh sistem adalah untuk mencoba mendorong kita menyerah dan
 menyetujui proposal perdamaian yang tidak dapat diterima. Ini pemerasan
 finansial yang kami tolak," kata Shtayyeh.
Pada 
Ahad pekan lalu, Washington Post menerbitkan sebuah laporan yang 
menyebut bahwa rencana perdamaian AS untuk Timur Tengah, termasuk 
konflik Israel-Palestina, tidak akan menyertakan kemerdekaan Palestina. 
Laporan itu disusun dengan mengutip beberapa pejabat AS yang mengetahui 
tentang hal tersebut.
Karena tak menyertakan tentang
 kemerdekaan Palestina, sebagai gantinya AS akan melakukan investasi dan
 memberi sumbangan senilai puluhan miliar dolar AS untuk Tepi Barat 
serta Jalur Gaza. Mesir, Yordania, dan negara-negara Teluk yang kaya 
juga tak luput dari cipratan uang AS.
Kendati 
demikian, menurut pejabat yang dikutip Washington Post, Gedung Putih 
sangat menyadari bahwa ketika mereka hanya berfokus pada masalah ekonomi
 dan mengabaikan aspirasi politik, rencana perdamaian yang telah 
dirancang kemungkinan besar gagal. "Ini bukan perdamaian ekonomi. Kami 
menanggapi dengan sangat serius kedua aspek ini, politik, yang menangani
 semua masalah inti, dan ekonomi," kata pejabat tersebut.