Senin, 29 April 2019

Militer dan Oposisi Sudan Bentuk Pemerintahan Sementara


Militer dan Oposisi Sudan Bentuk Pemerintahan Sementara
Tentara mengawal aksi demonstrasi di Khartoum, Sudan, 11 April. (AFP PHOTO)



Jakarta, CB -- Dewan Militer dan sejumlah tokoh oposisi Sudan menyatakan sepakat membentuk pemerintah gabungan sementara untuk meredakan ketegangan di antara masyarakat. Mereka menyatakan hal itu dilakukan untuk mempersiapkan masa peralihan, setelah tiga dasawarsa berada dalam pemerintahan otokrasi Omar al-Bashir yang digulingkan dengan kudeta.

Kesepakatan itu dibuat di depan para pengunjuk rasa yang berhari-hari berada di depan gedung Kementerian Pertahanan di Ibu Kota Khartoum. Mereka menuntut penyerahan kekuasaan kepada kalangan sipil, dan menolak rezim militer kembali berkuasa, seperti dilansir The Guardian, Minggu (28/4).

"Kami sepakat membentuk dewan gabungan militer-sipil. Kami sedang berunding berapa persentase keterwakilan sipil dan militer," kata seorang tokoh pegiat sipil Sudan, Ahmed al-Rabie.


Akan tetapi, kedua pihak ternyata belum menyetujui sebesar apa kewenangan masing-masing kubu guna menghindari pertikaian di kemudian hari.

Dewan Gabungan itu terdiri dari sejumlah tokoh sipil dan militer. Kelompok oposisi mendesak lembaga itu berisi 15 orang, dan meminta jatah 8 kursi bagi sipil. Namun, nampaknya militer Sudan belum sepakat dengan hal itu.

Mereka menyatakan akan menjadi lembaga yang berdaulat penuh, sebelum pemerintahan peralihan terbentuk.

Dalam perundingan dengan para tokoh politik dan sipil pada Rabu lalu, tiga anggota Dewan Militer Sudan memilih mundur. Mereka adalah Letjen Omar Zain al-Abdin, Letjen Jalaluddin Al-Sheikh dan Letjen Al-Tayieb Babikir.

Salah satu tokoh gerakan sipil Sudan, Siddiq Farouk, menyatakan akan menggelar aksi mogok nasional jika pemerintahan sipil tak kunjung terbentuk. Dia juga menyatakan jutaan rakyat Sudan siap turun ke jalan.

Unjuk rasa besar-besaran dimulai pada 19 Desember 2018, ketika Omar al-Bashir memutuskan menaikkan harga roti tiga kali lipat. Gelombang unjuk rasa lantas menyebar ke penjuru Sudan dan mendesaknya mundur setelah tiga dasawarsa berkuasa.

Mereka khawatir bakal bernasib seperti Mesir, di mana revolusi untuk menumbangkan rezim Husni Mubarak kini terlihat semu. Sebab, militer kembali melakukan kudeta terhadap pemerintahan Muhammad Mursi, dan kini mantan menterinya, Abdel Fattah Saeed Hussein Khalil El-Sisi, dikhawatirkan meneruskan jejak Mubarak menjadi diktator.




Credit  cnnindonesia.com