Tentara mengawal aksi demonstrasi di Khartoum, Sudan, 11 April. (AFP PHOTO)
Jakarta, CB -- Dewan Militer dan sejumlah tokoh oposisi Sudan
menyatakan sepakat membentuk pemerintah gabungan sementara untuk
meredakan ketegangan di antara masyarakat. Mereka menyatakan hal itu
dilakukan untuk mempersiapkan masa peralihan, setelah tiga dasawarsa
berada dalam pemerintahan otokrasi Omar al-Bashir yang digulingkan dengan kudeta.
Kesepakatan itu dibuat di depan para pengunjuk rasa yang berhari-hari berada di depan gedung Kementerian Pertahanan di Ibu Kota Khartoum. Mereka menuntut penyerahan kekuasaan kepada kalangan sipil, dan menolak rezim militer kembali berkuasa, seperti dilansir The Guardian, Minggu (28/4).
Kesepakatan itu dibuat di depan para pengunjuk rasa yang berhari-hari berada di depan gedung Kementerian Pertahanan di Ibu Kota Khartoum. Mereka menuntut penyerahan kekuasaan kepada kalangan sipil, dan menolak rezim militer kembali berkuasa, seperti dilansir The Guardian, Minggu (28/4).
"Kami sepakat membentuk dewan gabungan militer-sipil. Kami sedang
berunding berapa persentase keterwakilan sipil dan militer," kata
seorang tokoh pegiat sipil Sudan, Ahmed al-Rabie.
Akan tetapi, kedua pihak ternyata belum menyetujui sebesar apa kewenangan masing-masing kubu guna menghindari pertikaian di kemudian hari.
Dewan Gabungan itu terdiri dari sejumlah tokoh sipil dan militer. Kelompok oposisi mendesak lembaga itu berisi 15 orang, dan meminta jatah 8 kursi bagi sipil. Namun, nampaknya militer Sudan belum sepakat dengan hal itu.
Mereka menyatakan akan menjadi lembaga yang berdaulat penuh, sebelum pemerintahan peralihan terbentuk.
Akan tetapi, kedua pihak ternyata belum menyetujui sebesar apa kewenangan masing-masing kubu guna menghindari pertikaian di kemudian hari.
Dewan Gabungan itu terdiri dari sejumlah tokoh sipil dan militer. Kelompok oposisi mendesak lembaga itu berisi 15 orang, dan meminta jatah 8 kursi bagi sipil. Namun, nampaknya militer Sudan belum sepakat dengan hal itu.
Mereka menyatakan akan menjadi lembaga yang berdaulat penuh, sebelum pemerintahan peralihan terbentuk.
Dalam perundingan dengan para tokoh politik dan sipil pada Rabu lalu,
tiga anggota Dewan Militer Sudan memilih mundur. Mereka adalah Letjen
Omar Zain al-Abdin, Letjen Jalaluddin Al-Sheikh dan Letjen Al-Tayieb
Babikir.
Salah satu tokoh gerakan sipil Sudan, Siddiq Farouk, menyatakan akan menggelar aksi mogok nasional jika pemerintahan sipil tak kunjung terbentuk. Dia juga menyatakan jutaan rakyat Sudan siap turun ke jalan.
Unjuk rasa besar-besaran dimulai pada 19 Desember 2018, ketika Omar al-Bashir memutuskan menaikkan harga roti tiga kali lipat. Gelombang unjuk rasa lantas menyebar ke penjuru Sudan dan mendesaknya mundur setelah tiga dasawarsa berkuasa.
Salah satu tokoh gerakan sipil Sudan, Siddiq Farouk, menyatakan akan menggelar aksi mogok nasional jika pemerintahan sipil tak kunjung terbentuk. Dia juga menyatakan jutaan rakyat Sudan siap turun ke jalan.
Unjuk rasa besar-besaran dimulai pada 19 Desember 2018, ketika Omar al-Bashir memutuskan menaikkan harga roti tiga kali lipat. Gelombang unjuk rasa lantas menyebar ke penjuru Sudan dan mendesaknya mundur setelah tiga dasawarsa berkuasa.
Mereka
khawatir bakal bernasib seperti Mesir, di mana revolusi untuk
menumbangkan rezim Husni Mubarak kini terlihat semu. Sebab, militer
kembali melakukan kudeta terhadap pemerintahan Muhammad Mursi, dan kini
mantan menterinya, Abdel Fattah Saeed Hussein Khalil El-Sisi,
dikhawatirkan meneruskan jejak Mubarak menjadi diktator.
Credit cnnindonesia.com