Selasa, 23 April 2019

Musuhan dengan Presiden, PM Sri Lanka Tak Diberitahu Peringatan Teror



Musuhan dengan Presiden, PM Sri Lanka Tak Diberitahu Peringatan Teror
Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe. Foto/REUTERS

KOLOMBO - Keretakan hubungan antara presiden dan perdana menteri (PM) Sri Lanka, yang memicu krisis tahun lalu, menjadi sorotan publik setelah serangkaian ledakan bom menewaskan 290 orang di negara tersebut. Seorang menteri setempat mengatakan perdana menteri dijauhkan dari pengarahan intelijen sejak dia berselisih dengan presiden.

Delapan bom mengguncang tiga gereja, empat hotel mewah dan sebuah rumah di Kolombo dan sekitarnya pada Minggu Paskah. Selain 290 orang meninggal, lebih dari 500 orang lainnya terluka.

Sejak 11 April 2019, intelijen Sri Lanka sudah mengirim surat peringatan soal kemungkinan akan adanya serangan teroris. Surat peringatan itu dikirim ke kepolisian. Menurut surat yang dilihat Reuters, gereja-gereja kemungkinan akan diserang oleh kelompok Islamis lokal yang tidak banyak diketahui.

Tetapi Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe belum diberitahu tentang laporan intelijen tersebut. Menteri Kesehatan Rajith Senaratne mengatakan peringatan itu sejatinya berasal dari agen intelijen asing yang curiga dengan kelompok National Thowheeth Jama'ath (NTJ) atau Jamaah Tauhid Nasional.

Tidak segera jelas tindakan apa, jika ada, yang diambil sebagai tanggapan atas informasi intelijen itu.

"Ketika kami bertanya tentang laporan intelijen, perdana menteri tidak mengetahui hal ini," kata Senaratne, yang juga memberi briefing kepada wartawan mengenai pertimbangan kabinet.

Tidak jelas apakah Presiden Maithripala Sirisena mengetahui laporan itu, tetapi Dewan Keamanan Sri Lanka—organisasi keamanan tertinggi—dipastikan melapor kepadanya. Namun, kata Senaratne, perdana menteri tidak lagi diundang ke pertemuan Dewan Keamanan karena keretakan hubungan dengan presiden.

Presiden Sirisena sedang ke luar negeri ketika para pembom menyerang. Kantornya menolak berkomentar.

"Sebagai pemerintah kami harus mengatakan sangat, sangat menyesal dan kami harus meminta maaf kepada keluarga dan institusi mereka tentang insiden ini," kata Senaratne, yang dilansir Reuters, Selasa (23/4/2019).

Presiden Sirisena memecat Perdana Menteri Wickremesinghe Oktober lalu karena perbedaan politik. Namun, jabatan Wickremesinghe dipulihkan kembali beberapa minggu kemudian atas perintah Mahkamah Agung.

Hubungan presiden dan perdana menteri belum membaik. Menurut Senaratne, perbedaan mereka telah menunda keputusan pemerintah.

Pada hari Minggu ketika presiden melakukan perjalanan ke luar negeri dan negara itu terguncang oleh serangan bom, Wickremesinghe mengadakan pertemuan Dewan Keamanan. Tapi, menurut Senaratne, para anggota dewan tersebut tidak muncul.

"Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah kita telah melihat bahwa Dewan Keamanan menolak datang untuk pertemuan dengan perdana menteri negaranya," katanya.

Pada hari Senin, Wickremesinghe menghadiri rapat Dewan Keamanan yang dipanggil oleh Sirisena setelah kembali dari kunjungan luar negeri. Menurut kantor Wickremesinghe, itu adalah pertemuan pertama dewan dengan perdana menteri sejak krisis politik pecah.

Senaratne melanjutkan pasukan keamanan telah menyerbu tempat pelatihan Jamaah Tauhid Nasional. Pemerintah juga percaya ada hubungan jaringan internasional terkait dengan serangan itu.

"Kami tidak berpikir organisasi kecil dapat melakukan semua itu. Kami sekarang sedang menyelidiki dukungan internasional untuk mereka dan hubungan mereka yang lain, bagaimana mereka menghasilkan pelaku bom bunuh diri dan bom seperti itu," katanya. 



Credit  sindonews.com