Selasa, 24 Juli 2018

Kamboja Selidiki Seruan Boikot Pemilu


Kamboja Selidiki Seruan Boikot Pemilu
PM Kamboja Hun Sen diprediksi menang telak pada Pemilu akhir pekan ini. (ANTARA Foto/AACC2015/Subekti)


Jakarta, CB -- Komisi Pemilihan Umum Kamboja menyatakan akan menyelidiki laporan terhadap sekitar 30 mantan anggota kelompok partai oposisi yang menyerukan warga memboikot pemilu Minggu (29/7).

Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) dibubarkan tahun lalu setelah Perdana Menteri Hun Sen, berniat kembali mencalonkan diri. Parpolnya, Partai Rakyat Kamboja (CPP), menang tipis pada pemilu 2013 lalu.

Dipimpin oleh tokoh-tokoh partai oposisi yang diasingkan, kampanye boykot dinamakan Jari Bersih, merujuk kepada tinta yang digunakan pemilih untuk menandai jari mereka.



Pihak berwenang setempat mengumumkan bahwa pemboikotan pemilu akan dianggap sebagai pelanggaran hukum, tetapi kelompok advokasi HAM menganggap aksi boikot sah.

Ven Porn, ketua panitia penyelenggaraan pemilu di daerah provinsi Battambang, berkata bahwa seorang anggota CPP resmi mengajukan keluhan terhadap para mantan anggota CNRP.

"Kami akan menyelidiki," kata Ven Porn kepada Reuters hari Senin (23/7).

Tanpa pesaing utama, Hun Sen, yang sudah berkuasa selama 33 tahun diprediksi menang telak pada Minggu.

Pemimpin partai CNRP, Kem Sokha, dipenjara mulai September karena menjadi tersangka dalam kasus pengkhiataan yang dianggap hanya jebakan. Dia sekarang ditahan di dekat perbatasan antara Kamboja dan Vietnam.

Juru bicara partai CPP, Sok Eysan, mengatakan bahwa anggota oposisi yang memboikot diharuskan membayar denda senilai US$5.000.

"Ini adalah jebakan untuk mencegah rakyat untuk memilih dan peraturan ini melanggar konstitusi," kata Sok Esyan.

Chea Chiv, mantan pemimpin CNRP di Battambang, termasuk salah satu tokoh dilaporkan. Dia mengatakan bahwa aksi memboikot bukan sesuatu hal yang ilegal.

"Saya tidak akan memilih jika tidak ada partai yang saya sukai dan kebebasan berbicara ini sudah dijamin konstitusi," kata Chea Chiv kepada Reuters.

Phil Robertson, Wakil Direktur HAM divisi Asia, menyatakan kekhawatirannya terhadap kasus ini.

"Pada saat orang memilih, mereka harus menandai jarinya dengan tinta India agar otoritas setempat bisa menentukan siapa memiliki jari yang bertinta dan yang bersih," Robertson berkata kepada Reuters.

"Para orang yang telah memboikot bisa terintimidasi dan mengalami beberapa pertanyaan yang kasar."





Credit  cnnindonesia.com