Pemimpin Liberty Korea Party, Chung
Woo-taik, mengatakan penempatan senjata nuklir non-strategis ini
diperlukan untuk menyeimbangkan kekuatan nuklir Korut. (USFK/Yonhap via
REUTERS)
Jakarta, CB --
Partai oposisi utama pemerintah Korea Selatan, Kebebasan Korea
(Liberty Korea Party), menuntut pengerahan kembali senjata nuklir taktis
milik Amerika Serikat di Negeri Ginseng, menyusul ancaman Korea Utara
yang kian mengkhawatirkan.
Akibat rentetan provokasi rudal Korut selama beberapa waktu terakhir, partai konservatif itu kian menekan pemerintahan Presiden Moon Jae-in untuk mulai berdiskusi dengan Washington mengenai penerapan kembali senjata taktis tersebut.
Pemimpin Liberty Korea Party, Chung Woo-taik, mengatakan penempatan senjata nuklir non-strategis ini diperlukan untuk menyeimbangkan kekuatan nuklir Korut.
"Waktunya sudah matang bagi Korsel untuk mengadakan diskusi mendalam mengenai penerapan kembali senjata nuklir taktis AS demi menghadapi bahaya program senjata rudal dan nuklir Korut, serta mencegah konflik di kawasan," kata Chung saat menggelar pertemuan dengan anggota parlemen fraksi partainya, Rabu (16/8).
Nuklir taktis mengacu pada senjata nuklir jarak pendek yang dirancang untuk digunakan di medan perang. Berbeda dengan senjata nuklir strategis, nuklir taktis tidak memiliki kapabilitas canggih seperti pengebom startegis dan rudal balistik jarak jauh.
Senjata nuklir taktis AS pernah ditempatkan di Korsel sekitar beberapa dekade lalu, sebelum kemudian ditarik saat Seoul dan Pyongyang menandatangani deklarasi bersama pelucutan nuklir di Semenanjung Korea tahun 1991.
"Deklarasi bersama tentang denuklirisasi di Semenanjung Korea selama ini telah lebih dulu dilanggar Korut, dan saya yakin sudah tidak berarti lagi bagi Korsel untuk berpegang teguh pada deklarasi tersebut," papar Chung.
Sementara itu, pemimpin partai berkuasa Demokrat, Woo Won-shik, menentang gagasan partai oposisi itu yang dianggap justru akan mengungtungkan Korut.
Menurut Woo, penempatan nuklir taktis di Korsel sama saja menganggap Korut sebagai negara berkekuatan senjata nuklir, hal yang selama ini dihindari AS dan komunitas internasional.
Dia juga memperingatkan penerapan nuklir taktis hanya akan memprovokasi China dan Rusia, yang bisa memicu perlombaan senjata di Asia Timur dan memperkeruh situasi kawasan.
"Jika LKP mengklaim perlu penempatan [nuklir taktis], itu berlawanan dengan sikap Korsel selama ini dan itu hanya akan berarti menerima kondisi bahwa Korut memiliki senjata nuklir," papar Woo seperti dikutip kantor berita Yonhap.
"Dan jika kita mengakui Korut sebagai negara nuklir lantas bagaimana kita akan menghentikan program nuklir Korut?"
Pyongyang terus menjadi sorotan dunia karena berkeras mengembangkan program rudal dan nuklirnya di tengah kecaman dan sanksi internasional.
Selama dua pekan terakhir, Korut dan AS juga terus melontarkan ancaman perang antara satu dan yang lainnya, memperkeruh ketegangan di Asia Pasifik.
Terlebih, rezim Kim Jong-un sempat mengungkapkan rencanannya untuk mengebom Guam, salah satu wilayah AS di Pasifik, dengan rudalnya sekitar pertengahan Agustus meski akhirnya tertunda.
Akibat rentetan provokasi rudal Korut selama beberapa waktu terakhir, partai konservatif itu kian menekan pemerintahan Presiden Moon Jae-in untuk mulai berdiskusi dengan Washington mengenai penerapan kembali senjata taktis tersebut.
Pemimpin Liberty Korea Party, Chung Woo-taik, mengatakan penempatan senjata nuklir non-strategis ini diperlukan untuk menyeimbangkan kekuatan nuklir Korut.
"Waktunya sudah matang bagi Korsel untuk mengadakan diskusi mendalam mengenai penerapan kembali senjata nuklir taktis AS demi menghadapi bahaya program senjata rudal dan nuklir Korut, serta mencegah konflik di kawasan," kata Chung saat menggelar pertemuan dengan anggota parlemen fraksi partainya, Rabu (16/8).
Nuklir taktis mengacu pada senjata nuklir jarak pendek yang dirancang untuk digunakan di medan perang. Berbeda dengan senjata nuklir strategis, nuklir taktis tidak memiliki kapabilitas canggih seperti pengebom startegis dan rudal balistik jarak jauh.
Senjata nuklir taktis AS pernah ditempatkan di Korsel sekitar beberapa dekade lalu, sebelum kemudian ditarik saat Seoul dan Pyongyang menandatangani deklarasi bersama pelucutan nuklir di Semenanjung Korea tahun 1991.
"Deklarasi bersama tentang denuklirisasi di Semenanjung Korea selama ini telah lebih dulu dilanggar Korut, dan saya yakin sudah tidak berarti lagi bagi Korsel untuk berpegang teguh pada deklarasi tersebut," papar Chung.
Sementara itu, pemimpin partai berkuasa Demokrat, Woo Won-shik, menentang gagasan partai oposisi itu yang dianggap justru akan mengungtungkan Korut.
Menurut Woo, penempatan nuklir taktis di Korsel sama saja menganggap Korut sebagai negara berkekuatan senjata nuklir, hal yang selama ini dihindari AS dan komunitas internasional.
Dia juga memperingatkan penerapan nuklir taktis hanya akan memprovokasi China dan Rusia, yang bisa memicu perlombaan senjata di Asia Timur dan memperkeruh situasi kawasan.
"Jika LKP mengklaim perlu penempatan [nuklir taktis], itu berlawanan dengan sikap Korsel selama ini dan itu hanya akan berarti menerima kondisi bahwa Korut memiliki senjata nuklir," papar Woo seperti dikutip kantor berita Yonhap.
"Dan jika kita mengakui Korut sebagai negara nuklir lantas bagaimana kita akan menghentikan program nuklir Korut?"
Pyongyang terus menjadi sorotan dunia karena berkeras mengembangkan program rudal dan nuklirnya di tengah kecaman dan sanksi internasional.
Selama dua pekan terakhir, Korut dan AS juga terus melontarkan ancaman perang antara satu dan yang lainnya, memperkeruh ketegangan di Asia Pasifik.
Terlebih, rezim Kim Jong-un sempat mengungkapkan rencanannya untuk mengebom Guam, salah satu wilayah AS di Pasifik, dengan rudalnya sekitar pertengahan Agustus meski akhirnya tertunda.
Credit cnnindonesia.com