CB, Jakarta - Raytheon, produsen senjata asal
Amerika Serikat, sedang mengembangkan sebuah rancangan awal sistem
persenjataan laser kelas 100 kiloWatt untuk integrasi kendaraan taktis
kelas menengah. Ini adalah kontrak program Demonstrasi Energi Taktis
Bertenaga Energi Tinggi (HELTVD) Amerika Serikat senilai US$ 10 juta
atau Rp 144 miliar.
HELTVD, adalah program sains dan teknologi Angkatan Darat AS, bagian dari inisiatif Indirect Fire Protection Capability Increment 2 Angkatan Darat.
"Keunggulan dari sistem ini adalah sistem ini mandiri," kata Roy Azevedo, wakil presiden Intelijen, Pengintaian dan Sistem Pengawasan di unit bisnis Space and Airborne Systems milik Raytheon, seperti dilaporkan Bussines Insider, 3 Juli 2018.
"Sensor penargetan multi-spektral, serat laser gabungan, daya dan sub-sistem termal dimasukkan dalam satu paket. Sistem ini dirancang untuk melumpuhkan roket, artileri atau tembakan mortir, atau drone kecil," tambah Roy Azevedo.
US Army Tactical High Energy Laser (THEL).[www.ausairpower.net]
Setelah dua program HELTVD rampung, salah satu pemasok akan diberikan proyek pengembangan sistem dan kontrak demonstrasi oleh Angkatan Darat untuk membangun dan mengintegrasikan sistem senjata pada Kendaraan taktis kelas menengah. Keputusan kontrak Sistem, Pengembangan dan Demonstrasi, bernilai hampir US$ 130 juta atau Rp 1,8 triliun dan diperkirakan dimulai pada awal 2019.
Dilansir dari situs resmi Raytheon, senjata laser adalah senjata tanpa peluru, dan meriam tanpa selongsong untuk senjata masa depan.
Senjata laser mmengubah kemampuan militer mempertahankan diri dari serangan tanpa harus membuat, mengangkut atau menyimpan amunisi. Operasional senjata laser murah dan amunisi tidak pernah habis selama ada daya listrik.
“Kami berada di titik puncak, dan kami tidak main-main soal ini, kami memperoleh ini dari aspirasi, dari model laboratorium, untuk sesuatu yang dapat kami gunakan di lapangan,” kata Rick Hunt, wakil presiden untuk Operasi Angkatan Laut di Raytheon.
Raytheon, yang membangun laser pertama sejak 1960, mempelopori pengembangan laser untuk Marinir Amerika Serikat untuk dipasang di kendaraan taktis. Pada 2010, senjata laser sukses menembak empat drone sasaran di langit. Raytheon adalah salah satu dari beberapa kontraktor pertahanan yang dipilih oleh Office of Naval Research untuk mengembangkan senjata laser bertenaga tinggi yang mampu menghantam target yang bergerak cepat.
Raytheon telah memproduksi lebih dari 50.000 senjata laser militer berkekuatan rendah, termasuk peralatan penglihatan dan pembidik, dan saat ini membuat beragam amunisi berpandu laser, termasuk peluru artileri, bom dan roket.
HELTVD, adalah program sains dan teknologi Angkatan Darat AS, bagian dari inisiatif Indirect Fire Protection Capability Increment 2 Angkatan Darat.
"Keunggulan dari sistem ini adalah sistem ini mandiri," kata Roy Azevedo, wakil presiden Intelijen, Pengintaian dan Sistem Pengawasan di unit bisnis Space and Airborne Systems milik Raytheon, seperti dilaporkan Bussines Insider, 3 Juli 2018.
"Sensor penargetan multi-spektral, serat laser gabungan, daya dan sub-sistem termal dimasukkan dalam satu paket. Sistem ini dirancang untuk melumpuhkan roket, artileri atau tembakan mortir, atau drone kecil," tambah Roy Azevedo.
US Army Tactical High Energy Laser (THEL).[www.ausairpower.net]
Setelah dua program HELTVD rampung, salah satu pemasok akan diberikan proyek pengembangan sistem dan kontrak demonstrasi oleh Angkatan Darat untuk membangun dan mengintegrasikan sistem senjata pada Kendaraan taktis kelas menengah. Keputusan kontrak Sistem, Pengembangan dan Demonstrasi, bernilai hampir US$ 130 juta atau Rp 1,8 triliun dan diperkirakan dimulai pada awal 2019.
Dilansir dari situs resmi Raytheon, senjata laser adalah senjata tanpa peluru, dan meriam tanpa selongsong untuk senjata masa depan.
Senjata laser mmengubah kemampuan militer mempertahankan diri dari serangan tanpa harus membuat, mengangkut atau menyimpan amunisi. Operasional senjata laser murah dan amunisi tidak pernah habis selama ada daya listrik.
“Kami berada di titik puncak, dan kami tidak main-main soal ini, kami memperoleh ini dari aspirasi, dari model laboratorium, untuk sesuatu yang dapat kami gunakan di lapangan,” kata Rick Hunt, wakil presiden untuk Operasi Angkatan Laut di Raytheon.
Raytheon, yang membangun laser pertama sejak 1960, mempelopori pengembangan laser untuk Marinir Amerika Serikat untuk dipasang di kendaraan taktis. Pada 2010, senjata laser sukses menembak empat drone sasaran di langit. Raytheon adalah salah satu dari beberapa kontraktor pertahanan yang dipilih oleh Office of Naval Research untuk mengembangkan senjata laser bertenaga tinggi yang mampu menghantam target yang bergerak cepat.
Raytheon telah memproduksi lebih dari 50.000 senjata laser militer berkekuatan rendah, termasuk peralatan penglihatan dan pembidik, dan saat ini membuat beragam amunisi berpandu laser, termasuk peluru artileri, bom dan roket.
Credit tempo.co