TEHERAN
- Iran resmi menggugat Amerika Serikat (AS) ke Mahkamah Internasional
(ICJ) setelah Washington menjatuhkan sanksi lagi terhadap Teheran.
Gugatan itu diumumkan Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif, semalam.
Menurut Zarif, langkah Teheran menyeret Washington ke ICJ semata-mata untuk meminta pertanggungjawaban AS atas pengenaan sanksi yang tidak sah secara hukum.
"Hari ini (Senin) Iran mengajukan aduan ke @CIJ_ICJ untuk meminta pertanggungjawaban AS atas pengenaan sanksi sepihak yang melanggar hukum. Iran berkomitmen pada aturan hukum dalam menghadapi penghinaan AS atas diplomasi dan kewajiban hukum. Sangat penting untuk melawan kebiasaannya melanggar hukum internasional," tulis Zarif di Twitter melalui akunnnya, @JZarif, yang dikutip Selasa (17/7/2018).
Zarif tidak merinci materi gugatan yang diajukan ke ICJ. Namun, para pejabat Teheran berulang kali menuduh AS memberlakukan sanksi ilegal terhadap Iran setelah Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015 atau dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran.
Berdasarkan kesepakatan dalam JCPOA yang ditandatangani di Wina tahun 2015 antara Iran dengan enam kekuatan dunia (AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia dan China), Iran bersedia mengekang program pengayaan uranium dan berjanji untuk tidak berupaya memperoleh senjata nuklir.
Sebagai imbalannya, sanksi atau embargo internasional terhadap Teheran dicabut. Pencabutan sanksi itu memungkinkan Iran untuk menjual minyak dan gasnya di seluruh dunia. Namun, sanksi sekunder AS tetap dipertahankan.
Setelah AS di di bawah pimpinan Trump "mengkhianati" kesepakatan JCPOA, Washington mengumumkan akan memberlakukan kembali sanksi yang menargetkan sektor-sektor penting ekonomi Iran, seperti energi, petrokimia, dan sektor keuangan.
Pekan lalu, Trump mengatakan bahwa AS meningkatkan sanksi terhadap Iran dengan tujuan memaksa Iran membuat kesepakatan baru. Trump ingin Iran menghubunginya.
Iran menanggapi pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa bukan Iran yang akan menghubungi AS, tetapi Trump yang akan menghubungi Iran.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Iran Bahram Ghasemi mengatakan pada hari Senin bahwa mungkin suatu hari Trump akan menelepon Teheran dan meminta negosiasi. "Ini lebih mungkin," katanya.
Menurut Zarif, langkah Teheran menyeret Washington ke ICJ semata-mata untuk meminta pertanggungjawaban AS atas pengenaan sanksi yang tidak sah secara hukum.
"Hari ini (Senin) Iran mengajukan aduan ke @CIJ_ICJ untuk meminta pertanggungjawaban AS atas pengenaan sanksi sepihak yang melanggar hukum. Iran berkomitmen pada aturan hukum dalam menghadapi penghinaan AS atas diplomasi dan kewajiban hukum. Sangat penting untuk melawan kebiasaannya melanggar hukum internasional," tulis Zarif di Twitter melalui akunnnya, @JZarif, yang dikutip Selasa (17/7/2018).
Zarif tidak merinci materi gugatan yang diajukan ke ICJ. Namun, para pejabat Teheran berulang kali menuduh AS memberlakukan sanksi ilegal terhadap Iran setelah Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015 atau dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran.
Berdasarkan kesepakatan dalam JCPOA yang ditandatangani di Wina tahun 2015 antara Iran dengan enam kekuatan dunia (AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia dan China), Iran bersedia mengekang program pengayaan uranium dan berjanji untuk tidak berupaya memperoleh senjata nuklir.
Sebagai imbalannya, sanksi atau embargo internasional terhadap Teheran dicabut. Pencabutan sanksi itu memungkinkan Iran untuk menjual minyak dan gasnya di seluruh dunia. Namun, sanksi sekunder AS tetap dipertahankan.
Setelah AS di di bawah pimpinan Trump "mengkhianati" kesepakatan JCPOA, Washington mengumumkan akan memberlakukan kembali sanksi yang menargetkan sektor-sektor penting ekonomi Iran, seperti energi, petrokimia, dan sektor keuangan.
Pekan lalu, Trump mengatakan bahwa AS meningkatkan sanksi terhadap Iran dengan tujuan memaksa Iran membuat kesepakatan baru. Trump ingin Iran menghubunginya.
Iran menanggapi pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa bukan Iran yang akan menghubungi AS, tetapi Trump yang akan menghubungi Iran.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Iran Bahram Ghasemi mengatakan pada hari Senin bahwa mungkin suatu hari Trump akan menelepon Teheran dan meminta negosiasi. "Ini lebih mungkin," katanya.
Credit sindonews.com