Selasa, 01 Agustus 2017

Sengketa Bisnis, Abu Sayyaf Penggal Tujuh Sandera


Sengketa Bisnis, Abu Sayyaf Penggal Tujuh Sandera Abu Sayyaf memenggal tujuh sanderanya akibat sengketa bisnis yang terjadi dengan warga setempat. Ketujuh jasad warga lokal tersebut dutemukan di Pulau Basilan. (Reuters/SITE INTEL GROUP)


Jakarta, CB -- Abu Sayyaf dilaporkan kembali melakukan eksekusi terhadap tujuh orang tawanan yang baru mereka culik sekitar pekan lalu di Filipina akibat sengketa bisnis.

Ketujuh tawanan Abu Sayyaf itu merupakan warga lokal yang berprofesi sebagai penebang kayu.

Kepala kepolisian setempat, John Cundo, melaporkan jenazah ketujuh sandera tersebut ditemukan pada Minggu (30/7) di sebuah desa yang terletak di bukit pegunungan di Pulau Basilan, daerah kekuasaan Abu Sayyaf.

Cundo menuturkan eksekusi kali ini dilakukan kelompok pimpinan Isnilon Hapilon itu akibat sengketa bisnis dengan warga setempat, bukan dalam rangka aktivitas pembajakan dan penuntutan tebusan yang biasanya digencarkan militan tersebut.



"Ini adalah tindakan balas dendam oleh Furuji Indama [salah satu petinggi Abu Sayyaf] terhadap para penebang kayu yang menghancurkan perkebunan karet miliknya. Para penculik tidak menuntut tebusan tapi segera memenggal para penebang kayu tersebut," ucap Cundo, Senin (31/7).

Diberitakan AFP, sejauh ini, Abu Sayyaf masih menyandera sekitar 22 orang, termasuk 16 warga asing. Tujuh di antaranya merupakan warga Indonesia.

Pada 5 Juli lalu, Abu Sayyaf juga mengeksekusi dua warga asal Vietnam yang mereka sandera sejak delapan bulan terakhir.

Abu Sayyaf dikenal dengan aktivitas penyanderaan serta pembajakan kapal asing dengan tuntutan tebusan. Kelompok itu tak segan membunuh para sanderanya jika tebusan yang mereka minta tak kunjung dibayarkan.

Salah satunya yakni sandera Abu Sayyaf asal Jerman, Jurgen Kantner, 70, yang telah dieksekusi pada Februari lalu setelah tuntutan tebusan US$600 ribu mereka tak kunjung diberikan.



Pada 2016 lalu, Abu Sayyaf juga memenggal dua sandera yang berasal dari Kanada karena hal yang sama.

Kelompok yang berbaiat kepada ISIS ini telah lama menjadi ancaman keamanan bagi pemerintah Filipina. Abu Sayyaf terbentuk sekitar tahun 1990-an dengan sokongan dana dari jaringan Al-Qaidah.

Sejumlah anggota Abu Sayyaf juga ikut bertempur bersama militan Maute melawan pasukan pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte di Marawi sejak akhir Mei lalu.

Meski terus tertekan, militan di Marawi berhasil melakukan perlawanan terhadap serangan tentara Filipina yang bahkan dibantu pasukan Amerika Serikat.

Konflik di Marawi sendiri setidaknya telah menewaskan 650 orang dan membuat sekitar 400 ribu warga sipil mengungsi keluar dari kota bermayoritaskan penduduk Muslim tersebut.







Credit  CNN Indonesia