Selasa, 09 Agustus 2016

Terancam Diklaim China, Bagaimana Pengembangan Ladang Gas East Natuna?

 
Terancam Diklaim China, Bagaimana Pengembangan Ladang Gas East Natuna?  
Foto: Dok. Kemenko Maritim
 
Jakarta -Pertamina dan ExxonMobil pekan lalu diundang oleh Menteri ESDM, Arcandra Tahar, membahas perkembangan Blok East Natuna. Blok ini adalah ladang gas terbesar Indonesia, cadangannya mencapai 46 teriliun kaki kubik (TCF).

Blok East Natuna masuk dalam 9 garis batas di Laut Cina Selatan yang diklaim China sebagai wilayahnya. Maka blok ini harus segera dikembangkan untuk menegaskan kedaulatan Indonesia di perairan Natuna.

Kepada Arcandra, kedua perusahaan tersebut melaporkan, mereka sedang melakukan studi bersama untuk menyusun skema terbaik pengembangan Blok East Natuna.

"Soal Natuna, kemarin waktu one on one dengan Pak Menteri, tim Pertamina dan Exxon laporan progress. Mereka sedang joint study," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, saat berdiskusi dengan media di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (9/8/2016).

Konsorsium yang dipimpin Pertamina sebenarnya sudah punya skenario untuk membuat pengembangan gas di East Natuna menjadi ekonomis, sudah pernah diajukan ke pemerintah pada 2011. Namun, skenario tersebut perlu direvisi karena banyaknya perubahan situasi, misalnya harga minyak yang sekarang sedang rendah.

Pengembangan Blok East Natuna memiliki tingkat kesulitan tinggi karena letaknya di laut dalam dan gasnya punya kandungan karbondioksida (CO2) sampai 72%. Maka butuh biaya investasi yang tinggi sekali, perlu insentif supaya mencapai skala keekonomian.

Wiratmaja mengatakan, pemerintah siap membuat kebijakan-kebijakan untuk mempercepat pengembangan Blok East Natuna. Konsorsium yang dipimpin Pertamina diminta secepatnya menyelesaikan kajian.

"Studinya tadinya ditargetkan selesai pertengahan 2018, kita minta minta dipercepat jadi akhir 2017. Nanti baru akan kelihatan butuh tambahan insentif apa saja. Banyak yang harus diupdate lagi," papar Wiratmaja.

Pihaknya ingin kontrak bagi hasil (Profit Sharing Contract/PSC) untuk Blok East Natuna bisa segera dibuat. Rencananya produksi minyak akan didahulukan karena lebih mudah. "Kalau bisa PSC dipercepat. Yang diproduksi dulu di struktur AP, jumlah produksi minyaknya 7.000 sampai 15.000 barel per hari," cetusnya.

Bila memungkinkan, pengembangan Blok East Natuna akan dilakukan bersamaan dengan pengembangan Blok Tuna yang juga terletak di perairan Natuna bagian timur. Tujuannya supaya lebih efisien, fasilitas yang ada bisa dipakai bersama. "Kalau terintegrasi jadi lebih ekonomis," tutupnya.





Credit  detikfinance