Senin, 04 Januari 2016

Usai Eksekusi Mati Ulama Syiah, Negara Teluk Dukung Saudi


Usai Eksekusi Mati Ulama Syiah, Negara Teluk Dukung Saudi 
 Puncak protes terjadi pada Minggu (3/2), ketika Kedutaan Besar Saudi di Teheren dan Kantor Konsulat Saudi di Mashhad diserang oleh pengunjuk rasa Iran. (Reuters/Raheb Homavandi/TIMA)
 
Jakarta, CB -- Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan Liga Arab menyatakan dukungan terhadap Arab Saudi dalam upaya memerangi terorisme.

Sekretaris GCC, Abdullatif al-Zayani, mengatakan bahwa semua anggota, termasuk Bahrain, Kuwait, Oman, dan Qatar berdampingan dengan Saudi, menuding Iran sebagai pihak yang bertanggung jawab.

Seperti dilansir Al Arabiya, pernyataan ini dilontarkan setelah Iran melancarkan protes besar-besaran atas eksekusi mati seorang ulama Syiah, Nimr al-Nimr. Nimr dieksekusi bersama 46 terpidana kasus terorisme lainnya.

Puncak protes terjadi pada Minggu (3/2), ketika Kedutaan Besar Saudi di Teheran dan Kantor Konsulat Saudi di Mashhad diserang oleh pengunjuk rasa Iran.

Arab Saudi pun memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran.

Sekretaris Jenderal GCC, Nabil al-Arabi, mengecam serangan tersebut. Menurutnya, insiden tersebut merupakan pelanggaran hebat terhadap prinsip internasional. Seorang menteri dari Yordania juga mengungkapkan hal serupa.

Mereka juga mengkritik interfensi Iran di kawasan. Lebih spesifik, Bahrain bahkan protes atas campur tangan Iran dalam urusan dalam negeri mereka.

Sementara itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, mengingatkan Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, bahwa ketegangan antara Teheran dan Riyadh dapat menghambat upaya pencarian solusi politik untuk mengatasi krisis di Suriah.

Menurut peneliti senior dari Universitas Oxford, Toby Matthiesen, ketegangan ini memang dapat menambah runyam skala besar isu di kawasan, dari krisis Suriah hingga Yaman.

Iran dan Arab Saudi mendukung kelompok yang bertentangan di Suriah. Sementara itu, Irak juga mendukung kelompok lawan di dalam konflik Yaman, yaitu Houthi.

Pada Maret tahun lalu, Saudi melancarkan operasi militer di Yaman untuk menggempur Houthi, minoritas Syiah yang berhasil mengambil alih istana kepresidenan. Saudi dan beberapa negara Sunni lain menuding bahwa Houthi dipersenjatai dan dibiayai oleh Iran. Namun, Iran membantah tuduhan tersebut.

Gencatan senjata di Yaman berakhir

Di hari eksekusi Nimr, Arab Saudi mengumumkan berakhirnya gencatan senjata yang sudah dilaksanakan sejak 15 Desember lalu. Saudi mengklaim bahwa pasukan Houthi dan sekutunya telah menembakkan rudal balistik ke perbatasan selama masa gencatan senjata.

Dean bahkan yakin bahwa dampak regional akan semakin suram. Pasalnya, Raja Salman dan anaknya, Mohammed, selaku Menteri Pertahanan, bersama Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, Mohammed bin Nayef, memasang target untuk membalikkan keadaan setelah berpuluh tahun Iran memegang kuasa di kawasan.

Januari tahun lalu, saat Salman dinobatkan menjadi Raja, Dean memprediksi bahwa Saudi akan mengambil langkah lebih tegas dan posisi perlawanan kuat terhadap Iran dan sekutunya di kawasan.

Kini, analis akan lebih menyorot bagaimana reaksi Syiah di Provinsi Timur. Sejauh ini, mereka lebih menahan diri sendiri ketimbang protes, termasuk saudara Nimr.

"Masih ada 20 pemuda Syiah yang ada dalam daftar hukuman mati di Saudi. Saya pikir, pemimpin Syiah akan lebih memilih mereka dibebaskan daripada memulai kampanye protes besar lainnya saat ini," ucap Matthiesen.

Dean juga mengamini pernyataan Matthiesen. Menurut seorang sumber Syiah di dalam Kerajaan Saudi, kebanyakan komunitas takut melakukan protes. Mereka khawatir pihak otoritas akan bereaksi cepat dengan pasukan bersenjata dan pertumpahan darah tak terhindarkan.

Kendati demikian menurut Matthiesen, para militan muda pendukung Nimr tidak akan tinggal diam. "Secara keseluruhan, saya terkejut dan saya pikir ini akan sangat buruk bagi hubungan sektarian di Saudi," katanya.
Credit  CNN Indonesia