PARIS, CB -
Perancis, Jerman, dan Inggris mengecam tindakan Arab Saudi yang
mengeksekusi mati 47 tahanan, termasuk seorang ulama Syiah, Sheikh
al-Nimr, pada Sabtu pekan lalu.
Kementerian Luar Negeri Perancis menyatakan penyesalan mendalam atas eksekusi massal tersebut. Perancis menyerukan agar pemimpin negara di kawasan Timur Tengah melakukan segala sesuatu untuk menghindari memburuknya ketegangan sektarian dan agama di kawasan tersebut.
Perancis juga menentang hukuman mati di mana pun dan dalam kondisi apa pun.
Sementara itu, Jerman juga menentang pelaksanaan hukuman mati karena dianggap tidak manusiawi.
"Eksekusi terhadap Nimr Baqr al-Nimr menambah keprihatinan kami saat ini tentang ketegangan yang meningkat ... di kawasan tersebut," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman kepada AFP, Minggu (3/1/2016).
Inggris juga menyampaikan penolakan terhadap hukuman mati. Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Inggris, disebutkan bahwa Menteri Luar Negeri Philip Hammond secara teratur mengangkat isu-isu hak asasi manusia di negara-negara yang menjadi perhatiannya, termasuk Arab Saudi.
"Inggris menentang hukuman mati dalam segala situasi dan di setiap negara," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Inggris.
Dalam pernyataan itu, Inggris tidak secara langsung menyinggung soal eksekusi Nimr.
Menteri Luar Negeri Inggris untuk Timur Tengah Tobias Ellwood menyatakan bahwa pemerintah Inggris telah menyampaikan kekecewaan mereka atas eksekusi massal tersebut kepada pejabat di Arab Saudi. Ia juga merasa terganggu oleh meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dalam 24 jam terakhir.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Ia sangat kecewa atas hukuman mati terhadap 47 tahanan di Arab Saudi.
Akibat eksekusi itu, demonstran menyerbu kedutaan Saudi di Teheran, Iran. Pemerintah Arab Saudi merespons aksi tersebut dengan memutus hubungan diplomatik dengan Iran.
Sheikh al-Nimr adalah ulama panutan dan rujukan masyarakat Syiah di wilayah Al-Qatif, Arab Saudi timur. Ia belajar agama di kota Qom, Iran, selama 10 tahun, kemudian pernah tinggal di Suriah selama dua tahun sebelum kembali ke Arab Saudi.
Sheikh al-Nimr didakwa berada di balik aksi kekerasan di wilayah Al-Awamiyah, Arab Saudi timur, antara tahun 2011 dan 2012.
Kementerian Luar Negeri Perancis menyatakan penyesalan mendalam atas eksekusi massal tersebut. Perancis menyerukan agar pemimpin negara di kawasan Timur Tengah melakukan segala sesuatu untuk menghindari memburuknya ketegangan sektarian dan agama di kawasan tersebut.
Perancis juga menentang hukuman mati di mana pun dan dalam kondisi apa pun.
Sementara itu, Jerman juga menentang pelaksanaan hukuman mati karena dianggap tidak manusiawi.
"Eksekusi terhadap Nimr Baqr al-Nimr menambah keprihatinan kami saat ini tentang ketegangan yang meningkat ... di kawasan tersebut," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman kepada AFP, Minggu (3/1/2016).
Inggris juga menyampaikan penolakan terhadap hukuman mati. Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Inggris, disebutkan bahwa Menteri Luar Negeri Philip Hammond secara teratur mengangkat isu-isu hak asasi manusia di negara-negara yang menjadi perhatiannya, termasuk Arab Saudi.
"Inggris menentang hukuman mati dalam segala situasi dan di setiap negara," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Inggris.
Dalam pernyataan itu, Inggris tidak secara langsung menyinggung soal eksekusi Nimr.
Menteri Luar Negeri Inggris untuk Timur Tengah Tobias Ellwood menyatakan bahwa pemerintah Inggris telah menyampaikan kekecewaan mereka atas eksekusi massal tersebut kepada pejabat di Arab Saudi. Ia juga merasa terganggu oleh meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dalam 24 jam terakhir.
Hal serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Ia sangat kecewa atas hukuman mati terhadap 47 tahanan di Arab Saudi.
Akibat eksekusi itu, demonstran menyerbu kedutaan Saudi di Teheran, Iran. Pemerintah Arab Saudi merespons aksi tersebut dengan memutus hubungan diplomatik dengan Iran.
Sheikh al-Nimr adalah ulama panutan dan rujukan masyarakat Syiah di wilayah Al-Qatif, Arab Saudi timur. Ia belajar agama di kota Qom, Iran, selama 10 tahun, kemudian pernah tinggal di Suriah selama dua tahun sebelum kembali ke Arab Saudi.
Sheikh al-Nimr didakwa berada di balik aksi kekerasan di wilayah Al-Awamiyah, Arab Saudi timur, antara tahun 2011 dan 2012.
Credit KOMPAS.com