Presiden Erdogan menegaskan dirinya
tidak akan pernah meminta maaf pada Presiden Vladimir Putin atas
jatuhnya jet Rusia oleh pesawat tempur Turki Selasa lalu.
(Reuters/Kayhan Ozer/Pool)
Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, Kamis (26/11), di Ankara, Erdogan mengatakan bahwa yang harus meminta maaf seharusnya adalah pihak yang telah memasuki wilayah mereka, yaitu Rusia.
|
Erdogan bersikeras bahwa pesawat Rusia Su-24 telah memasuki wilayah mereka sehingga dijatuhkan oleh jet F-16 Turki. Sebelum menembak, Turki mengatakan mereka telah memperingati sebanyak 10 kali namun diabaikan.
"Jika pelanggaran tersebut terjadi hari ini, Turki juga akan melakukan hal yang sama," tegas Erdogan.
Rusia membantah pesawat mereka memasuki wilayah Turki. Seorang kopilot Rusia yang selamat dari insiden tersebut mengaku tidak mendengar adanya peringatan dari pihak Turki.
Putin berang atas tindakan tersebut. Kepada reporter di Moskow kemarin, Putin mengaku tidak habis pikir mengapa Turki yang merupakan sekutu Rusia melakukan hal tersebut.
"Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa kami bisa diserang pihak yang telah kami anggap sekutu. Kami menganggap Turki adalah negara sahabat," ujar Erdogan.
Turki memberikan bukti rekaman audio yang menunjukkan mereka telah memberikan peringatan pada jet Rusia, namun diabaikan.
Menyusul peristiwa itu, Rusia menurunkan sistem anti rudal S-400 ke pangkalan militer Suriah yang dekat perbatasan Turki.
Sebelumnya usai insiden tersebut, Putin mengatakan bahwa Turki adalah negara pendukung teroris. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova bahkan mengatakan Turki punya hubungan financial dan minyak dengan ISIS.
Erdogan mengecam pernyataan tersebut dan mengisyaratkan hubungan kedua negara akan menemui "jalan buntu",
"Jika Putin mengatakan kami bekerja sama dengan Daesh, bahkan kami bersekutu, itu adalah kesalahan besar, karena kami justru melakukan sebaliknya. Perkataan bahwa kami membeli minyak dari Daesh, dan hal ini disampaikan oleh pejabat Rusia, sangat, sangat tidak bisa diterima," kata Erdogan.
Credit CNN Indonesia