Selasa, 24 November 2015

Dikembangkan, Perangkat Bisa Endus Bom dari Jarak 100 Meter

Sistem deteksi itu menggunakan multisensor.

Dikembangkan, Perangkat Bisa Endus Bom dari Jarak 100 Meter
Bom bunuh diri meledak di luar Stadion Stade de France, Perancis, Jumat (13/11/2015). (REUTERS/Gonzalo Fuentes)
 
CB - Militer Amerika Serikat telah meningkatkan kemampuan perangkat pendeteksi bom bunuh diri tersembunyi, maupun rompi bunuh diri seperti yang dilakukan penyerang pada teror Paris, 10 hari lalu.

Perangkat pendeteksi itu dinamakan Standoff Suicide Bomber Detection System (SSBDS). Versi awal dari SSBDS sudah dipakai di Afganistan sejak 2012. Mengingat banyaknya ancaman teror di berbagai belahan dunia, militer AS akan meningkatkan kemampuan perangkat itu.

Dikutip dari Daily Mail, Senin 23 November 2015, perangkat ini bekerja mendeteksi ancaman bom dengan menggunakan teknologi multisensor, termasuk sensor yang mengukur gelombang menengah dan gelombang panjang radiasi inframerah sampai panjang gelombang terahertz.

SSBDS menggunakan energi yang rendah dan tidak terionasi sehingga perangkat lebih aman dibanding sinar X. Perangkat ini juga berisi kamera cahaya.

Peneliti Joint Improvised-Threat Defeat Agency (JIDA), yang pertama mengembangkan perangkat ini membekalinya dengan sistem untuk melindungi pasukan yang berada di garda terdepan.

"Ini merupakan sistem sempurna untuk penggunaan ganda, misalnya dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri. Pikirkan apa yang terjadi di Paris," kata peneliti JIDA kepada Defence One.
Perangkat ini bisa mendeteksi adanya bom tersembunyi, misalnya rompi bunuh diri dari jarak 100-an meter.

SSBDS yang memiliki panjang kurang dari semeter ini bisa dengan mudah dibawa, dikenakan oleh petugas agar bisa mendeteksi bom tersebut. Dalam praktiknya, perangkat ini menampilkan tiga gambar jika diarahkan ke seorang target tertentu. Maka tampilan yang muncul yaitu gambar hitam putih, gambar oranye terang dan gambar reguler.

Jika seseorang menyembunyikan bom di balik pakaian, maka sensor ini akan punya kelainan yang muncul yaitu dalam bentuk lubang area gelap. Maka area ini merupakan ruang negatif.

"Kami bisa mengambil bahan berbeda misalnya jaket Anda, jaket saya, tshirt dia," kata peneliti mengatakan bentuknya yang fleksibel dan kecil.

Sistem ini dioperasikan personel terlatih untuk bisa menemukan bintik gelap pada sensor. Dalam percobaan di Afganistan, sensor terahertz terganggu dengan sinar matahari.

Makanya, saat ini dengan dukungan dana penelitian, peneliti berharap ada pengembangan perangkat dalam deteksi bom. Peneliti juga berharap sensor makin bisa sensitif mendeteksi perangkat bom palsu.

Dengan demikian, ini akan memungkinkan operator perangkat bisa mengidentifikasi bahan peledak secara lebih baik, tidak hanya mengandalkan bintik hitam saja.

Guna pengembangan, SSBDS membutuhkan biaya yang tak sedikit yaitu US$1 juta. Nantinya jika sudah tahap peningkatan sensor, perangkat ini bisa dipasang di bangunan tinggi misalnya stasiun atau stadion, guna mendeteksi ancaman teror.

Credit  VIVA.co.id