Helikopter AgustaWestland AW101 yang dibeli TNI AU. (Dok. Wikipedia/Fox52)
“Kami bisa beli tiga unit AW101 untuk tahun anggaran 2014-2019. Pengadaan sesuai rencana strategi 2014-2018. Anggaran dari TNI AU,” kata Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna di Jakarta (24/11).
Agus mengatakan pengadaan AgustaWestland AW101 berbeda dengan helikopter yang terdahulu, yakni Super Puma. “Kalau Super Puma, yang beli Sekretariat Negara, tapi operasionalnya diserahkan ke TNI AU. Ini (AW101) tidak begitu,” ujarnya.
AW101 dipilih salah satunya karena memiliki kelebihan soal baling-baling. “Kalau beli helikopter, harus lihat baling-balingnya. Karena jika helikopter digunakan untuk ke daerah-daerah bencana, terutama di perkampungan, bayangkan kalau baling-balingnya besar, bisa terbang semua (benda-benda). Nah, dari situ terlihat yang baling-balingnya paling kecil dan halus AW101,” kata Agus.
Menurutnya, pembelian AW101 dilakukan dengan melihat anggaran yang ada. “Kalau anti-jamming, antipeluru, harga per unit mencapai US$120 juta. Kami mengutamakan keamanan dan kenyamanan dulu,” kata Agus.
Pakar penerbangan Gerry Soejatman mengatakan AW101 pernah menjadi calon helikopter operasional Presiden Amerika Serikat. “AS sudah sempat pesan, lalu harus customization (disesuaikan) lagi karena hendak dipasangi teknologi lebih canggih. Setelah dikaji lagi total harga satu unit helikopter hasil customization, ternyata menurut AS itu kemahalan sehingga mereka membatalkan pesanan,” kata dia.
KSAU menjamin keamanan AW101. “Kalau terjadi apa-apa, saya yang bertanggung jawab. Untuk keamanan, saya minta helikopter itu dilengkapi beberapa fitur,” kata Agus.
TNI tak hanya menggelar pengadaan helikopter VVIP, tapi juga helikopter serbu dan helikopter antikapal selam. Seluruh pembelian alat utama sistem senjata itu untuk modernisasi armada dan mengganti alutsista yang telah uzur.
Credit CNN Indonesia