Rabu, 25 November 2015

Siapakah Lucy Si "Australopithecus"? Inilah Jawabannya


Stuart Humphreys/ Australian Museum Fosil tengkorak Australopithecus afarensis atau Lucy di Australian Museum.

CB  — Google Doodle menampilkan gambaran evolusi manusia pada Selasa (24/11/2015). Logo Google pun menjadi bernuansa zaman batu. Kalau kursor komputer diarahkan ke sana, keterangan "ulang tahun ke-41 Lucy" akan muncul.

Klik saja logo tersebut dan pencarian akan muncul dengan kata kunci "siapakah Lucy si Australopithecus?"

Hasil pencarian akan membawa Anda ke masa jutaan lalu. Lucy adalah sebutan untuk sebuah fosil manusia purba yang hidup 3,3 juta tahun lalu.

Lucy boleh dibilang menjadi fosil yang membuka tabir kehidupan. Harian Kompas edisi Sabtu, 23 September 2006, pernah mengetengahkan tulisan tentang penemuan Lucy berjudul "Fosil Pembuka Tabir Kehidupan, Temuan Terbaru tentang Nenek Moyang Manusia di Afrika".

Berikut laporannya:

Fosil bayi yang mirip manusia, berumur 3,3 juta tahun, ditemukan oleh para ahli di wilayah Dikika, Ethiopia. Fosil berjenis kelamin perempuan itu disebut Australopithecus afarensis, berasal dari spesies yang pernah ditemukan pada tahun 1974.
Diyakini, penemuan ini bisa segera mengungkap tabir sejarah kelahiran manusia. Kerangka bayi ini sebenarnya mulai ditemukan pada tahun 2000, tetapi dalam posisi terkunci di dalam gumpalan padat bebatuan bercampur pasir. Diperlukan waktu sekitar lima tahun untuk mengeluarkan kerangka itu dari dalam tanah.
Penemuan yang kemudian diungkapkan dalam majalah Nature edisi pekan ini menunjukkan, penemuan fosil Australopithecus ini tergolong jarang. Namun, ia berasal dari spesies sama yang pernah ditemukan di Hadar, juga di Etiopia, tahun 1974.
Seperti dikutip BBC News, fosil mirip manusia dewasa yang ditemukan tahun 1974 itu kemudian disebut sebagai "Lucy". Karena itu, mereka menamakan penemuan kali ini sebagai "anak si Lucy". Di mata para ilmuwan, hingga lebih dari 20 tahun, Lucy tetap dianggap sebagai pendahulu makhluk yang disebut manusia.
"Fosil Dikika ini sangat memungkinkan untuk membuka tabir tentang Australopithecus afarensis dan kelahiran awal makhluk hominin karena bukti-bukti fosilnya justru tidak di sana," kata Zeresenay Alemseged, ilmuwan dari Institut Max Planck bidang antropologi evolusioner di Leipzig, Jerman, yang memimpin penggalian tersebut.
Dr Jonathan Wynn dari Universitas St Andrews, Inggris, menambahkan, dari sedimen yang mengelilingi, fosil Dikika diperkirakan berumur 3,3 juta tahun.
Dalam penggalian yang memakan waktu lima tahun itu, para ilmuwan menemukan kerangka tengkorak dan batang tubuh yang masih lengkap, serta bagian terpenting dari kepingan anggota badan bagian atas dan bawah.
Berusia tiga tahun
Melalui CT scan (pemindaian dengan sistem tomografi komputer), mereka menemukan gigi yang belum tumbuh dan masih "terpasang" sempurna di rahang. Dengan seluruh data itu, para ahli memperkirakan, ketika meninggal, si "bayi" fosil berumur sekitar tiga tahun.
Namun, yang lebih mengherankan, tulang-tulang lunak, seperti tulang leher atau lidah, bisa tersimpan dengan aman di Dikika. Tulang belulang dari bagian leher ini bisa mencerminkan bagaimana pita suara terbentuk dan jenis suara yang dihasilkan.
Melihat keutuhan tulang belulang yang ditemukan, Alemseged memperkirakan, si "bocah" ini terkubur dengan cepat. Kemungkinan besar, ia terkubur oleh sedimen dari bencana banjir.
Dalam pandangannya, aferensi merupakan spesies transisi terbaik yang menghubungkan spesies sebelum empat juta tahun lalu dengan spesies setelah tiga juta tahun lalu. Alasannya, spesies yang ditemukan kali ini masih campuran dari makhluk yang mirip kera dan mirip manusia.
Sebelum empat juta tahun lalu, spesies yang ada berciri gigi primitif, berukuran otak kecil, tetapi mulai berdiri dan berjalan dengan dua kaki. Fosil "bocah" Dikika ini ketika mati diperkirakan mempunyai otak seukuran 330 sentimeter kubik. Ukuran ini memang tak jauh dari otak simpanse. Namun, jika dibanding dengan afarensis dewasa, ukuran itu setara dengan 63-88 persen ukuran otak afarensis dewasa.
Menurut para ilmuwan, ukuran otak itu masih tetap tumbuh karena pada usia tiga tahun, otak yang terbentuk baru sekitar 90 persen. Namun, pertumbuhan otak yang cukup lambat ini justru meyakinkan para ilmuwan bahwa fosil Dikika ini selintas sangat mirip dengan manusia.
Oleh karena itu, mereka masih kaji lebih lanjut kemungkinan bahwa Dikika bisa memanjat. Fosil Lucy, "orangtua" fosil Dikika, dikenal memiliki tangan panjang mendekati lutut dan berbahu mirip gorila.
Walau begitu, para ahli belum benar-benar meyakini, ciri fisik seperti itu menunjukkan kemampuan memanjat atau hanya pertumbuhan evolusioner.
Credit  KOMPAS.com