Senin, 30 November 2015

Alasan TNI AU tak Pilih Helikopter PT Dirgantara Indonesia


Alasan TNI AU tak Pilih Helikopter PT Dirgantara Indonesia
agustawestland.com
Helikopter AgustaWestland AW101 yang akan dibeli TNI Angkatan Udara untuk pesawat kepresidenan. 

CB, JAKARTA - Pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101 untuk militer Indonesia sama halnya dengan pengadaan-pengadaan alutsista TNI sebelumnya.
Menjadi sorotan publik di antaranya karena dikabarkan akan jadi alat transportasi presiden.
Selain usia tiga helikopter NAS-332 Super Puma yang ada masih 15 tahun, sebenarnya TNI AU sebagaimana Rencana dan Strategi (Renstra) 2010-2014 sudah memesan helikopter sejenis AW101, yakni sebanyak enam unit helikopter EC725 Caracal atau Super Cougar dari rakitan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dengan lisensi Airbus Helicopter.
Helikopter EC725 juga bisa dimodifikasi oleh putra putri Indonesia menjadi angkutan VVIP.
Sejumlah pihak menilai pengadaan AW101 pihak TNI AU kali ini terbilang pemborosan karena harganya lebih mahal dari EC725 hingga ada sejumlah keunggulan dan kekurangan kedua jenis helikopter tersebut.
Ditemui Tribun di Menteng Jakarta Pusat, Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Agus Supriatna menegaskan, kedua jenis helikopter tersebut tidak bisa dibanding-bandingkan. Sebab, AW101 merupakan helikopter jenis angkut berat. Sementara, NAS-332 Super Puma dan EC725 adalah helikopter untuk angkut sedang.
Selain itu, spesifikasi kedua jenis helikopter itu pun sangat berbeda sehingga harganya pun tidak sama.

"Heli AW101 itu heli angkut berat. Sedangkan Super Puma itu heli angkut sedang. Itu saja sudah beda, kok dikait-kaitkan dengan heli angkut sedang," kata Agus.
Selain itu, lanjut Agus, sejauh ini belum ada helikopter yang jadi dan bisa dioperasionalkan dari enam unit helikopter EC725 yang dipesan TNI AU ke PT DI sejak 2010 itu.
"Rencananya Mei kemarin datang lagi, tapi mundur lagi sedikit. Sudah ada dua unit di PT DI dan mudah-mudahan nanti datang lagi dari Prancis. Yah insya Allah, mudah-mudahan pesawat angkut sedang yang Renstra 2010-2014 yang kami pesan itu sudah datang semuanya 2016 nanti," ujarnya.
Tiga unit helikopter AW101 VVIP yang akan dipesan Indonesia merupakan sub varian tertinggi dari tiga sub varian tipe helikopter buatan Itali-Inggris tersebut. Heli tersebut mampu mengangkut 10-13 orang atau sesuai pesanan.
Sementara, enam unit AW101 untuk barang-pasukan mampu menampung hingga 38 personel.
AW101 VVIP menggendong 3 mesin General Electric CT7-8E turboshaft dengan teknologi Full Authority Digital Engine Control (FADEC), Teknologi FADEC ini membuat helikopter dapat terbang dengan optimal meskipun hanya dengan satu mesin saja.
AW101 dapat terbang selama 6,5 jam. Helikopter ini juga mampu melakukan pengisian bahan bakar di udara (air refuelling).
Dengan kapasitas bahan bakar 4rb liter, AW-101 VVIP sanggup terbang sejauh 1.360 km dengan kecepatan jelajah mencapai 278 Km/jam serta maksimal bisa digeber sampai Kecepatan 309 km/jam.

Kelebihan lain helikopter AW101 VVIP yang dibanderol sekitat 45 juta dolar per unit ini adalah anti peluru, anti crash dengan perlindungan air bag system, tersedia juga pelampung serta perahu karet sebagai perlengkapan standar VVIP.
Untuk kenyamanan penumpang VVIP, AW101 VVIP mempunyai ukuran kabin yang luas di kelas helikopter sekelasnya, yakni kompartemen dengan tinggi 1,83 meter dan lebar 2,49 meter.
AW101 VVIP menyediakan interior dengan kursi mewah berikut perabotannya, pintu tangga samping VVIP, dan pintu belakang lewat atau ramp door untuk keluar masuk barang dan pasukan pengaman khusus.
Fitur lain di ruang kabin helikopter AW101 VVIP mencakup, sistem secure communication, toilet, peralatan medis, kursi staf/paspampres, perangkat informasi/hiburan, dan perlindungan balistik. Kabin AW101 VVIP juga mempunyai fitur low noise dan efek getaran yang rendah.
Dan interior kabin heli AW101 VVIP bisa disesuaikan sesuai permintaan pemesan.
Untuk sistem avionic penerbangan mengacu pada AW101 versi Combat SAR, kedua pilot dilengkapi fasilitas Night Vision Goggle (NVG) yang cocok dengan glass cockpit, fully integrated communications, dan mission management systems yang memberi gambaran situasi nyata kepada pilot.
Heli versi VVIP ini juga menawarkan defensive aids suite untuk AW101 VVIP, komponen yang disertakan terdiri dari Radar Warning Receiver (RWR), Missile Approach Warning System (MAWS), Laser Warning System (LWS), Directed Infra-Red Countermeasures (DIRCM), Countermeasures Dispensing System (CMDS).

Hingga saat ini, AW101 VVIP baru digunakan oleh 4 negara yaitu pemerintah Arab Saudi, Nigeria, Turkmenistan, dan Algeria. Helikopter tersebut juga pernah digunakan dalam film James Bond; Skyfall.
Rencana pembelian hekikopter AW101 oleh pihak TNI AU ini sendiri mendapatkan kritik, bahkan sindiran dari pihak PT DI; perusahaan tempat KSAU Marsekal TNI AU sempat menjadi komisaris.
Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI Andi Alisjahbana mengatakan, pihaknya telah memproduksi helikopter EC-275. Ia mengklaim helikopter dengan dua mesin tersebut memiliki keunggulan dibandingkan helikopter AW101 yang menggendong tiga mesin.
"EC725 versus AW101, kalau teknologi hampir sama. Yang berbeda, EC275 sudah teruji," kata Andi beberapa hari lalu.
Menurutnya, helikopter AW101 buatan Itali-Inggris itu justru mudah terdeteksi radar dan ditembak musuh karena membawa tiga mesin dengan panas lebih tinggi.
Selain itu, tiga mesin di heli AW101 justru lebih boros 53 persen menghabiskan bahan bakar dibandingkan EC725.
Namun, untuk waktu tempuh kedua heli tersebut tidak jauh berbeda, yakni enam jam.

Direktur Niaga PT DI Budiman Saleh mengungkapkan, harga yang ditawarkan untuk satu unit helikopter EC725 kelas VVIP jauh lebih murah dibandingkan AW101 VVIP.
Harga satu unit helikopter EC725 kelas VVIP adalah sebesar 35 juta euro atau setara Rp 512 miliar (kurs Rp 14.611 per 1 euro). Sementara, harga satu unit helikopter AW101 dibanderol dengan harga Rp 700 miliar.


Credit  TRIBUNNEWS.COM