Presiden Joko Widodo saat meresmikan pelepasan
satelit ekuatorial pertama Indonesia, LAPAN A2, di pusat teknologi
satelit Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Bogor, 3 September
2014. Satelit tersebut untuk memantau wilayah kemaritiman Indonesia.
TEMPO/Subekti
Thomas menjelaskan, Indonesia sudah ternilai matang dalam tingkat penguasaan satelit mikro. Untuk peluncuran satelit berteknologi lebih tinggi, penyesuaian biaya harus dilakukan. "Dari pembelian komponen pun kami belum mendapat dukungan dari industri lokal sehingga harus beli di luar negeri, biayanya disesuaikan dengan anggaran Lapan," ujarnya.
Thomas mengatakan Rp 35 miliar dihabiskan untuk perakitan dan uji coba LAPAN-A1 yang meluncur pada 2007. "Kalau dengan biaya peluncurannya, total menjadi 40 miliar."
Untuk LAPAN-A2, yang mengorbit pada September lalu, total dana yang dihabiskan mencapai Rp 50 miliar, yaitu untuk pembuatannya sebesar Rp 40 miliar dan peluncurannya Rp 7,5 miliar.
"Tentunya ada juga biaya lain untuk pembinaan SDM dan capacity building. Dana itu ada dalam APBN 2015," tuturnya.
LAPAN-A3 masih dalam tahap integrasi dan pengujian. Peluncurannya dilakukan pada pertengahan 2016 dan masih akan ditumpangkan pada roket peluncur India (Astrosat) di Indian Space Research Organization (ISRO) di Sriharikota, India. "Biaya fasilitas sensor pada satelit itu oleh IPB, sedangkan komponen dan peluncurannya dibiayai pemerintah," tuturnya.
Credit TEMPO.CO