Selasa, 24 November 2015

Konferensi ICIS Akan Rumuskan Malang Message

MALANG (CB) - Konferensi International Conference of Islamic Scholars (ICIS) ke-4 akan mendeklarasikan Malang Message sebagai respons terhadap problematika dunia Islam.
Sekjen ICIS KH Hasyim Muzadi mengatakan pemikiran moderat akan tergerus oleh pemikiran radikal dan liberal jika tidak dikelola dengan baik. Perlu ada upaya sistemik menangani ancaman terorisme dan anti-terorisme yang berwujud islamofobia dalam saat yang bersamaan. Publik internasional seolah dipaksa untuk memihak satu dari kedua fenomena itu. ”Jika tidak segera diurai maka ancaman yang diakibatkan akan berkelanjutan,” paparnya.
Mantan Ketua Umum PBNU ini menyebutkan, tak ada jalan lain untuk mengurai dua fenomena mengkhawatirkan itu kecuali pertama, kembali menerapkan Islam sesuai wajah aslinya yang ramah, bukan marah seperti yang telah disalahpahami oleh sebagian kalangan Muslim. Kedua, meminimalisir gejolak islamofobia. Cara yang pertama dinilai lebih efektif dengan mempersipakan imunitas di internal umat Islam.
Ia menyebutkan, Islam di Asia Tenggara identik dengan wajahnya yang ramah seperti di Indonesia, Malaysia, Brunia, dan Thailand Selatan. Ia berharap, para pemimpin ASEAN tidak terjebak dalam keberpihakan baik terhadap terorisme ataupun anti-terorisme.
Konferensi ICIS ke-IV yang berlangsung di UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang Jawa Timur ini berlangsung pada 23-25 November. Konferensi dengan tema “Upholding Islam as Rahmatan Lil Alamin (Blessing for Universe): Capitalizing Intellectuality and Spirituality toward the Better Life for Human Beings” ini dihadiri oleh 65 tokoh agama dan ulama berpengaruh dari 34 negara. Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sempat dijadwalkan membuka perhelatan ini namun tertunda, berkenan untuk menutup konferensi tersebut.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir dalam kesempatan ini menyatakan Indonesia berpotensi mengambil porsi besar dalam agenda mempromosikan moderasi Islam kepada dunia internasional.
Indonesia, ungkap dia, adalah bangsa paling kaya sedunia dengan keragamannya, berpenduduk mayoritas Muslim, dan negara demokrasi terbesar ketiga. “Kita dilihat sebagai miniatur bagaimana keragaman, Islam, dan demokrasi saling bersandingan,” paparnya.
Menurut Fachir, Indonesia mewarisi tradisi berdialog, toleransi, dan kearifan lokal yang menjadi modal sosial luar biasa untuk saling merekatkan satu sama lain dan media efektif untuk membangun perdamain dan menyelesaikan konflik. Pemerintah terus berupaya untuk menginisiasi beragam agenda dialog baik dalam dan luar negeri.



Credit  okezone