CB, Jakarta - Malaysia memastikan penghapusan undang-undang anti-berita bohong
2018 yang diperjuangkan oleh para pegiat dan masyarakat pemerhati media
di Malaysia sudah sejalan dengan keinginan pemerintah yang baru.
Penghapusan undang-undang ini ditujukan untuk memastikan media di
Malaysia memiliki kebebasan untuk melakukan pengecekan fakta dan
menyajikan berita yang berimbang.
"Tindakan tegas masih bisa diambil melalui undang-undang yang ada terhadap pihak-pihak yang menyebarkan berita palsu. Sebaliknya, penghapusan undang-undang anti-berita palsu memberikan masyarakat kebebasan untuk berbicara dan tunduk dengan undang-undang yang sudah ada," kata Liew Vui Keong, Menteri Hukum Malaysia, seperti dikutip dari freemalaysiatoday.com pada Minggu, 12 Agustus 2018.
Sebelumnya pada Rabu 8 Agustus 2018, Liew untuk pertama kali menyampaikan pemaparan di hadapan anggota Dewan Rakyat Malaysia pentingnya mencabut undang-undang anti-berita bohong. Sebab pemerintah Malasyia yang baru menilai, undang-undang yang ada sudah cukup untuk mengatasi penyebaran berita bohong. Liew pun menekankan pencabutan undang-undang ini tak perlu dilakukan terburu-buru.
Dalam
undang-undang anti-berita bohong 2018, penyebar berita bohong terancam
membayar denda sebesar 500 ribu ringgit atau Rp 1.7 miliar dan penjara
hingga enam tahun. Undang-undang ini diberlakukan pada April 2018 di
bawah pemerintahan Mantan Perdana Menteri Najib Razak atau saat
pemberitaan skandal dugaan korupsi 1 MDB beredar deras. Najib diduga
terlibat dalam skandal tersebut.
Hukuman pada rancangan undang-undang ini berlaku bagi para penyebar berita bohong di Malaysia dan di luar negeri, termasuk warga negara asing jika Malaysia atau seorang warga negara Malaysia terkena dampak berita bohong itu.
Di bawah undang-undang anti-berita bohong, maka berita palsu diidentifikasikan sebagai berita, informasi, data dan laporan yang sebagian atau secara keseluruhan, salah. Berita bohong bisa berupa features, visuals dan rekaman suara. RUU anti-berita bohong ini juga berlaku bagi berita-berita palsu yang dipublikasi lewat media digital dan sosial media.
"Tindakan tegas masih bisa diambil melalui undang-undang yang ada terhadap pihak-pihak yang menyebarkan berita palsu. Sebaliknya, penghapusan undang-undang anti-berita palsu memberikan masyarakat kebebasan untuk berbicara dan tunduk dengan undang-undang yang sudah ada," kata Liew Vui Keong, Menteri Hukum Malaysia, seperti dikutip dari freemalaysiatoday.com pada Minggu, 12 Agustus 2018.
Sebelumnya pada Rabu 8 Agustus 2018, Liew untuk pertama kali menyampaikan pemaparan di hadapan anggota Dewan Rakyat Malaysia pentingnya mencabut undang-undang anti-berita bohong. Sebab pemerintah Malasyia yang baru menilai, undang-undang yang ada sudah cukup untuk mengatasi penyebaran berita bohong. Liew pun menekankan pencabutan undang-undang ini tak perlu dilakukan terburu-buru.
Hukuman pada rancangan undang-undang ini berlaku bagi para penyebar berita bohong di Malaysia dan di luar negeri, termasuk warga negara asing jika Malaysia atau seorang warga negara Malaysia terkena dampak berita bohong itu.
Di bawah undang-undang anti-berita bohong, maka berita palsu diidentifikasikan sebagai berita, informasi, data dan laporan yang sebagian atau secara keseluruhan, salah. Berita bohong bisa berupa features, visuals dan rekaman suara. RUU anti-berita bohong ini juga berlaku bagi berita-berita palsu yang dipublikasi lewat media digital dan sosial media.
Credit tempo.co