YOGYAKARTA - TNI AU menggelar napak tilas peristiwa operasi militer udara pertama Indonesia, 29 Juli 1947, sebagai bagian dari acara peringatan Hari Bakti ke-68.
Napak tilas dilakukan dengan menerbangkan tiga pesawat Grob 120-TP buatan Jerman tahun pembuatan 2014 dari Landasan Udara Adisutjipto, Yogyakarta, Rabu (29/7/2015) sekira pukul 05.30 WIB.
Kolonel Penerbang Komandan Wing Pendidikan Terbang Lanud Adisutjipto Azhar Aditama selaku koordinator penerbangan tersebut, mengatakan, tidak ada latihan khusus untuk penerbangan terkait dengan peringatan itu.
"Seperti latihan penerbangan reguler saja. Untuk peringatan ini pesawat hanya terbang memutari kawasan lanud," ucapnya.
Selain itu, ia bertutur mengenai hal yang melatarbelakangi peristiwa serangan 29 Juli 1947, yang merupakan operasi militer udara pertama di Indonesia.
Operasi militer pada zaman setelah kemerdekaan tersebut, merupakan pembalasan terhadap serangan pesawat militer Belanda pada 21 Juli 1947 atas wilayah Indonesia.
"Pada saat itu semua pangkalan AU dibom kecuali lapangan udara Maguwo karena berkabut tebal. Lanud lain di Surakarta, Jakarta, dan Bandung hancur," katanya.
TNI AU berdasarkan perintah Kasau pertama Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma melaksanakan operasi serangan udara ke tangsi polisi militer Belanda di tiga wilayah di Jawa Tengah, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Ketika itu, TNI AU menerbangkan tiga pesawat, yaitu satu pesawat Guntai yang dengan pilot Kadet Udara I Mulyono serta dua pesawat Cureng yang dengan pilot Kadet Udara I Sutardjo Sigit dan Kadet Udara I Suharnoko Harbani.
"Perjalanannya melewati Magelang melalui sisi barat Gunung Merapi dan Merbabu. Bom dipangku kemudian dilempar," kata dia.
Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama (TNI) Imran Baiduris memimpin upacara untuk mengawali acara tradisi napak tilas rute operasi udara.
Dia berharap napak tilas tersebut mampu memperkuat jiwa patriotisme dan nasionalisme yang kemudian diimplementasikan dalam fungsi dan tugas masing-masing.
"Peristiwa 29 Juli 1947 merupakan fakta sejarah yang patut dikenang sebagai motivasi untuk menghadapi tantangan ke depan," katanya.
TNI AU setiap tahun memperingati Hari Bakti dengan latar belakang dua peristiwa yang terjadi dalam satu hari, yaitu pada 29 Juli 1947.
Peristiwa pertama adalah penyerangan kubu-kubu pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Peristiwa kedua adalah jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA yang mengakibatkan tiga perintis TNI AU, yaitu Agustinus Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, dan Adi Soemarmo Wirjokusumo, gugur.
Jatuhnya pesawat tersebut karena penembakan yang dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk sebagai respons balik atas serangan di pagi harinya.
TNI AU pada 17 Juli 2000 membangun Monumen Perjuangan di lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA tersebut di Dusun Ngoto, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Di lokasi tersebut juga dibangun tugu dan relief tentang peristiwa 29 Juli 1947 serta makam Agustinus Adisutjipto dan Abdurachman Saleh.
Napak tilas dilakukan dengan menerbangkan tiga pesawat Grob 120-TP buatan Jerman tahun pembuatan 2014 dari Landasan Udara Adisutjipto, Yogyakarta, Rabu (29/7/2015) sekira pukul 05.30 WIB.
Kolonel Penerbang Komandan Wing Pendidikan Terbang Lanud Adisutjipto Azhar Aditama selaku koordinator penerbangan tersebut, mengatakan, tidak ada latihan khusus untuk penerbangan terkait dengan peringatan itu.
"Seperti latihan penerbangan reguler saja. Untuk peringatan ini pesawat hanya terbang memutari kawasan lanud," ucapnya.
Selain itu, ia bertutur mengenai hal yang melatarbelakangi peristiwa serangan 29 Juli 1947, yang merupakan operasi militer udara pertama di Indonesia.
Operasi militer pada zaman setelah kemerdekaan tersebut, merupakan pembalasan terhadap serangan pesawat militer Belanda pada 21 Juli 1947 atas wilayah Indonesia.
"Pada saat itu semua pangkalan AU dibom kecuali lapangan udara Maguwo karena berkabut tebal. Lanud lain di Surakarta, Jakarta, dan Bandung hancur," katanya.
TNI AU berdasarkan perintah Kasau pertama Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma melaksanakan operasi serangan udara ke tangsi polisi militer Belanda di tiga wilayah di Jawa Tengah, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Ketika itu, TNI AU menerbangkan tiga pesawat, yaitu satu pesawat Guntai yang dengan pilot Kadet Udara I Mulyono serta dua pesawat Cureng yang dengan pilot Kadet Udara I Sutardjo Sigit dan Kadet Udara I Suharnoko Harbani.
"Perjalanannya melewati Magelang melalui sisi barat Gunung Merapi dan Merbabu. Bom dipangku kemudian dilempar," kata dia.
Komandan Lanud Adisutjipto Marsekal Pertama (TNI) Imran Baiduris memimpin upacara untuk mengawali acara tradisi napak tilas rute operasi udara.
Dia berharap napak tilas tersebut mampu memperkuat jiwa patriotisme dan nasionalisme yang kemudian diimplementasikan dalam fungsi dan tugas masing-masing.
"Peristiwa 29 Juli 1947 merupakan fakta sejarah yang patut dikenang sebagai motivasi untuk menghadapi tantangan ke depan," katanya.
TNI AU setiap tahun memperingati Hari Bakti dengan latar belakang dua peristiwa yang terjadi dalam satu hari, yaitu pada 29 Juli 1947.
Peristiwa pertama adalah penyerangan kubu-kubu pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Peristiwa kedua adalah jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA yang mengakibatkan tiga perintis TNI AU, yaitu Agustinus Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, dan Adi Soemarmo Wirjokusumo, gugur.
Jatuhnya pesawat tersebut karena penembakan yang dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk sebagai respons balik atas serangan di pagi harinya.
TNI AU pada 17 Juli 2000 membangun Monumen Perjuangan di lokasi jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA tersebut di Dusun Ngoto, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Di lokasi tersebut juga dibangun tugu dan relief tentang peristiwa 29 Juli 1947 serta makam Agustinus Adisutjipto dan Abdurachman Saleh.
Credit okezone