Mantan kepala intelijen Abdullah Senussi dan perdana menteri terakhir Khadafy, yaitu Al-Baghdadi al-Mahmudi, termasuk di antara mereka yang dijatuhi hukuman mati pada Selasa (28/7/2015).
Seif al-Islam tidak hadir di pengadilan itu karena dia ditahan di kota Zintan yang terletak Libya barat daya oleh milisi yang menentang pemerintahan di Tripoli.
Sidang pengadilan tersebut, yang digelar di ibukota Libya pada April tahun lalu, telah diselimuti kritik dari para pemantau hak asasi manusia dan sebuah sengketa yang belum terselesaikan dengan Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag terkait yurisdiksi kasus putra Khadafy itu.
Sebanyak 37 terdakwa dituduh dengan sejumlah kejahatan termasuk pembunuhan dan keterlibatan dalam hasutan untuk memperkosa saat pemberontakan rakyat pecah tahun 2011. Pemberontakan rakyat itu akhirnya menggulingkan kediktatoran Muammar Khadafy.
Milisi yang menahan Seif al-Islam setia kepada pemerintah yang diakui secara internasional, yang telah melarikan diri ke wilayah timur negara itu pada Agustus tahun lalu ketika aliansi milisi saingan merebut Tripoli dan mendirikan pemerintahan sendiri.
Seif al-Islam muncul di hadapan pengadilan hanya dengan sambungan video tetapi sambungan video semacam itu sudah tidak ada lagi sejak Mei tahun lalu.
Sebagian besar terdakwa lainnya ditahan di Tripoli tetapi beberapa ditahan di kota Misrata yang merupakan kota terbesar ketiga di Libya.
Dewan Keamanan PBB merujuk konflik di Libya ke ICC pada Februari 2011 di tengah penindasan Khadafy terhadap pemberontakan rakyat melawan rezim yang berusia puluhan tahun itu pada puncak Musim Semi Arab. Seif al-Islam diburu oleh pengadilan yang berbasis Den Haag itu terkait kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Para jaksa ICC mengatakan, sebagai bagian dari "lingkaran dalam" ayahnya, Seif "memikirkan dan mengatur rencana untuk mencegah dan menumpas, dengan segala cara, demonstrasi sipil yang menolak rezim Khadafy."
Dia ditahan di Zintan sejak penangkapannya pada November 2011, walau ICC berulang kali mendesak agar Libya menyerahkan dia untuk diadili.
Kelompok hak asasi manusia telah menyatakan keprihatinan atas persidangan itu, mengkritik fakta bahwa terdakwa hanya punya akses terbatas ke pengacara dan dokumen-dokumen penting.
Credit KOMPAS.com