JAKARTA, CB -- Keputusan Pelindo II memperpanjang konsesi pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia, yaitu Jakarta International Container Terminal (JICT), kepada pihak asing, Hutchison, memantik kecaman dari pekerja JICT. Bahkan, Serikat Pekerja (SP) JICT mensomasi Pelindo II karena keputusan tersebut. "Oleh karena itu, Kami Serikat Pekerja PT. JICT akan memperingatkan (menyomasi) PT. Pelindo (Persero) II dan Hutchison Port Jakarta selaku pemegang saham PT. JICT serta Dewan Direksi JICT terkait proses perpanjangan konsesi JICT yang telah melanggar hokum dan berpotensi merugikan negara," ujar Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Hakim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/7/2015).
Menurut SP JICT, Pelindo II, Hutchison dan Dewan Direksi JICT secara sengaja dan penuh itikad tidak baik melalaikan kewajibannya memenuhi persyaratan pendahuluan sebagaimana diatur dalam Amandemen Konsesi. Aturan tersebut sesuai Surat Menteri BUMN tertanggal 9 Juni 2015 No S.316/MBU/2015 kepada Direksi PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau IPC.
Persyaratan pendahuluan tersebut misalnya persetujuan dari Menteri BUMN dan atau perizinan dari instansi pemerintah lain. Selain itu, perpanjangan konsesi yang dilakukan oleh Pelindo II juga dinilai melanggar Pasal 82 UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Menurut SP JICT, berdasarkan UU Pelayaran, regulator pelabuhan bukankah Pelindo melainkan Kementerian Perhubungan dalam hal ini Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok. "IPC bersama-sama dengan Hutchison telah secara sepihak mengubah struktur organisasi di JICT, dimana struktur organisasi JICT telah berubah, semula jabatan Direktur Utama adalah hak representasi dari Hutchison, berubah menjadi hak representasi dari IPC, yang tentunya ini melanggar dari Perjanjian Pemegang Saham JICT tanggal 27 Maret 1999," kata Nova.
Sejak tahun 1999, konsesi JICT diserahkan kepada perusahaan asal Hongkong Hutchinson Port Holdings (HPH). Meski kontrak tersebut akan habis pada 2019 nanti, Pelindo II selaku operator pelabuhan justru sudah memperpanjang konsesi HPH terhadap JICT tahun ini.
Sebelumnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengirim surat kepada menteri BUMN Rini Soemarno agar pelabuhan yang masa kondisinya akan habis tak lagi dikerjasamakan dengan asing. Menurut Jonan, 20 tahun adalah waktu yang cukup agar pelabuhan peti kemas dikelola mandiri oleh anak negeri. Namun, di lain kesempatan Dirut Pelindo II R.J Lino mengatakan bahwa Pelindo II tak mampu mengoperasikan JICT sendiri. Menurutnya, selama ini Pelindo II tak pernah disiapkan untuk mengelola salah satu pelabuhan peti kemas terbaik di Asia tersebut.
Credit KOMPAS.com
Perpanjangan Konsesi JICT ke Asing Berpotensi Rugikan Negara?
JAKARTA, CB -- Serikat Pekerja (SP) Jakarta International Container Terminal (JICT) menilai, perpanjangan konsesi JICT kepada perusahaan asal Hongkong Hutchinson Port Holdings (HPH), terkesan terburu-buru. Bahkan, menurut SP JICT, perpanjangan konsesi itu berpotensi merugikan negara. "Proses perpanjangan yang terkesan terburu-buru dimana dilakukan 5 tahun sebelum konsesi tahun 1999 berakhir, berpotensi merugikan negara," ujar Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Hakim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/7/2015).
Dia menjelaskan, nilai penjualan JICT tahun 2015 hanya 200 juta dollar AS atau lebih murah dari penjualan tahun 1999 sebesar 243 juta dollar AS. Menurut Nova, nilai penjualan tahun 2015 sebesar 200 juta dollar itu setara keuntungan JICT selama 2 tahun.
Selain itu, SP JICT juga menyoroti mekanisme tender tertutup sehingga tidak dimungkinkan tercapainya harga optimal dan potensi tuntutan post bidder claim dari peserta tender tahun 1999. Hal itu kata dia juga disampaikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam suratnya no LAP697/D502/2/2012 dan rekomendasi Komite Pengawas Perpanjangan (Oversight Committee) JICT.
Sejak 1999, konsesi JICT diserahkan kepada perusahaan asal Hongkong Hutchinson Port Holdings (HPH). Meski kontrak tersebut akan habis pada 2019 nanti, Pelindo II selaku operator pelabuhan justru sudah memperpanjang konsesi HPH terhadap JICT tahun ini selama 20 tahun. Klasifikasi JICT akan berakhir 2039 nanti.
Sebelumnya Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengirim surat kepada menteri BUMN Rini Soemarno agar pelabuhan yang masa konsesinya akan habis tak lagi dikerjasamakan dengan asing. Menurut Jonan, 20 tahun adalah waktu yang cukup agar pelabuhan peti kemas dikelola oleh anak bangsa secara mandiri.
Namun, di lain kesempatan Dirut Pelindo II R.J Lino mengatakan bahwa Pelindo II tak mampu mengoperasikan JICT sendiri. Menurutnya, selama ini Pelindo II tak pernah disiapkan untuk mengelola salah satu pelabuhan peti kemas terbaik di Asia tersebut.
Credit KOMPAS.com