China membuat gusar beberapa negara
ASEAN setelah dengan agresif membangun pulau buatan di Laut China
Selatan, dekat dengan Kepulauan Spratly yang disengketakan.
(Reuters/CSIS Asia Maritime Transparency Initiative)
Dikutip dari Asia One, peraturan dan layanan hotline, bersama dengan pedoman lainnya, adalah bagian dari paket kebijakan dalam agenda pertemuan pejabat senior dalam implementasi perilaku di Laut China Selatan yang ke-9.
Menurut pernyataan dari pertemuan tersebut, langkah-langkah ini bertujuan untuk secara efektif mengontrol situasi maritim dan menghindari insiden tak terduga.
Wakil Menteri Luar Negeri China Liu Zhenmin dan diplomat senior dari 10 wakil negara ASEAN hadir di dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan itu juga membahas cara-cara efektif untuk melaksanakan deklarasi, kerja sama pragmatis maritim dan memajukan konsultasi soal kode etik di Laut China Selatan. Liu mengatakan, China dan negara-negara ASEAN sepakat untuk terus bekerja demi mendirikan layanan hotline untuk para menteri luar negeri dalam menangani keadaan darurat di laut.
Liu mengatakan terdapat beberapa dokumen yang juga disetujui pada pertemuan itu, termasuk rencana kerja dalam mengimplementasikan deklarasi tahun ini dan tahun depan.
"Melalui tekad kita bersama serta rasa percaya, kita bisa dan harus mengubah hambatan menjadi peluang dengan berkomitmen dalam melakukan implementasi penuh dan efektif terkait deklarasi kode etik," kata Noppadon Theppitak, wakil menteri Menteri Luar Negeri Thailand.
Kemudian, Xu Liping, seorang peneliti senior soal Asia Tenggara di Akademi Ilmu Sosial China mengatakan bahwa peraturan dan layanan hotline telah diusulkan pada waktu yang tepat, karena rasa saling percaya di Laut China Selatan sedang menghadapi tantangan.
Menurut dia, layanan hotline dan kode etik ini menunjukkan kepada dunia luar bahwa China dan negara-negara Asia Tenggara mampu menjaga perdamaian dan kemakmuran di kawasan Laut China Selatan.
Credit CNN Indonesia