Helikopter militer MI-17 adalah sebuah
helikopter angkut kelas menengah rancangan Rusia. (Ilustrasi/Wikimedia
commons/Filip.vidinovski)
Ditemui di akhir Rapat Regional Asia-Pasifik Penjaga Perdamaian PBB, Khare memaparkan bahwa pada 2005, petugas penjaga perdamaian yang berasal dari Indonesia berjumlah 232 orang.
Sementara saat ini jumlahnya terus bertambah hingga mencapai
sekitar 2.700 petugas perdamaian yang sudah tersebar di beberapa operasi
perdamaian PBB di seluruh dunia.
"Indonesia dan sejumlah negara di Asia Pasifik memiliki kontribusi besar dalam operasi perdamaian PBB," kata Khare kepada CNN Indonesia di Jakarta, Selasa (28/7).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia akan menambahkan jumlah petugas perdamaian wanita di PBB hingga mencapai 100 orang. Saat ini, Indonesia hanya memiliki kurang dari 20 petugas perdamaian wanita di PBB.
Selain mencatat tingkat kontribusi RI untuk misi perdamaian PBB, Khare juga menyebutkan bahwa Indonesia berjanji akan mengirimkan bantuan berupa tiga helikopter militer MI-17 untuk misi perdamaian PBB di Mali, atau misi yang disebut juga dengan Minusma.
Khare menyebutkan bahwa Indonesia tidak hanya mengirimkan unit helikopter militer, namun juga 120 teknisi militer yang dapat mengoperasikan dan memperbaiki helikopter tersebut.
Helikopter militer MI-17 adalah helikopter angkut kelas menengah
rancangan Rusia. Indonesia mempunyai beberapa helikopter MI-17 yang
dioperasikan oleh TNI-AD.
Namun hingga berita ini ditulis, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Fuad Basya menyatakan bahwa rencana ini belum dapat dikonfirmasi. Ketika dihubungi CNN Indonesia, Basya mengkonfirmasi bahwa rencana pemberian helikopter ini sudah dirancang pada masa kepemimpinan Panglima TNI, Moeldoko.
Pasalnya, Moeldoko akan segera pensiun pada 1 Agustus 2015, dan rencananya akan digantikan dengan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Basya belum dapat memastikan apakah rencana pemberian helikopter MI-17 ini akan dilanjutkan dalam kepemimpinan Gatot.
Berbagai pertimbangan misi perdamaian
Dalam kesempatan tersebut, Khare juga memaparkan bahwa PBB memiliki berbagai pertimbangan dalam meluncurkan sebuah misi perdamaian di suatu negara yang tengah berkonflik. Pertimbangan tersebut dapat berbeda-beda, tergantung situasi politik dan keamanan di negara yang bersangkutan.
"Terkadang, diperlukan misi politik untuk membantu memnciptakan perdamaian. Dalam hal ini, PBB akan mengirimkan utusan khusus seperti ke sejumlah negara berkonflik seperti Yaman, Suriah dan Libya," kata Khare.
Namun, lanjut Khare, jika terdapat perjanjian perdamaian, PBB akan mengirimkan polisi bersenjata dan pengamat militer untuk memastikan bahwa perjanjian perdamaian itu disepakati dengan tepat. Misi semacam ini terjadi di India dan Pakistan, atau disebut juga dengan UNMOGIP.
"(Untuk konflik) yang terjadi di Mali, Sudan Selatan, dan Republik Sentral Afrika, kami membutuhkan pasukan besar militer untuk melindungi warga. Sebelum pengiriman pasukan, kami melakukan pengamatan dan penelitian, untuk menentukan apa saja yang dibutuhkan negara tersebut," kata Khare.
Tak hanya mengirimkan pasukan penjaga perdamaian, Khare memaparkan bahwa PBB juga akan meminta negara yang tengah berkonflik itu untuk menerjunkan pasukan militernya ke lapangan. Jumlah pasukan tersebut beragam, tergantung dari kemampuan dan kemauan negara tersebut.
Selain itu, Khare juga memaparkan bahwa Rapat Regional Asia-Pasifik Penjaga Perdamaian PBB yang diselenggarakan pada 28-29 Juli 2015 telah menghasilkan kesimpulan terkait operasi perdamaian, yang akan diajukan dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-70 di New York pada September mendatang.
Salah satu kesimpulan yang dicapai adalah misi perdamaian PBB harus lebih mempertimbangkan peraturan domestik sebelum mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke negara yang berkonflik.
"Indonesia dan sejumlah negara di Asia Pasifik memiliki kontribusi besar dalam operasi perdamaian PBB," kata Khare kepada CNN Indonesia di Jakarta, Selasa (28/7).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia akan menambahkan jumlah petugas perdamaian wanita di PBB hingga mencapai 100 orang. Saat ini, Indonesia hanya memiliki kurang dari 20 petugas perdamaian wanita di PBB.
Selain mencatat tingkat kontribusi RI untuk misi perdamaian PBB, Khare juga menyebutkan bahwa Indonesia berjanji akan mengirimkan bantuan berupa tiga helikopter militer MI-17 untuk misi perdamaian PBB di Mali, atau misi yang disebut juga dengan Minusma.
Khare menyebutkan bahwa Indonesia tidak hanya mengirimkan unit helikopter militer, namun juga 120 teknisi militer yang dapat mengoperasikan dan memperbaiki helikopter tersebut.
|
Namun hingga berita ini ditulis, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Fuad Basya menyatakan bahwa rencana ini belum dapat dikonfirmasi. Ketika dihubungi CNN Indonesia, Basya mengkonfirmasi bahwa rencana pemberian helikopter ini sudah dirancang pada masa kepemimpinan Panglima TNI, Moeldoko.
Pasalnya, Moeldoko akan segera pensiun pada 1 Agustus 2015, dan rencananya akan digantikan dengan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Basya belum dapat memastikan apakah rencana pemberian helikopter MI-17 ini akan dilanjutkan dalam kepemimpinan Gatot.
Berbagai pertimbangan misi perdamaian
Dalam kesempatan tersebut, Khare juga memaparkan bahwa PBB memiliki berbagai pertimbangan dalam meluncurkan sebuah misi perdamaian di suatu negara yang tengah berkonflik. Pertimbangan tersebut dapat berbeda-beda, tergantung situasi politik dan keamanan di negara yang bersangkutan.
"Terkadang, diperlukan misi politik untuk membantu memnciptakan perdamaian. Dalam hal ini, PBB akan mengirimkan utusan khusus seperti ke sejumlah negara berkonflik seperti Yaman, Suriah dan Libya," kata Khare.
Namun, lanjut Khare, jika terdapat perjanjian perdamaian, PBB akan mengirimkan polisi bersenjata dan pengamat militer untuk memastikan bahwa perjanjian perdamaian itu disepakati dengan tepat. Misi semacam ini terjadi di India dan Pakistan, atau disebut juga dengan UNMOGIP.
"(Untuk konflik) yang terjadi di Mali, Sudan Selatan, dan Republik Sentral Afrika, kami membutuhkan pasukan besar militer untuk melindungi warga. Sebelum pengiriman pasukan, kami melakukan pengamatan dan penelitian, untuk menentukan apa saja yang dibutuhkan negara tersebut," kata Khare.
Tak hanya mengirimkan pasukan penjaga perdamaian, Khare memaparkan bahwa PBB juga akan meminta negara yang tengah berkonflik itu untuk menerjunkan pasukan militernya ke lapangan. Jumlah pasukan tersebut beragam, tergantung dari kemampuan dan kemauan negara tersebut.
Selain itu, Khare juga memaparkan bahwa Rapat Regional Asia-Pasifik Penjaga Perdamaian PBB yang diselenggarakan pada 28-29 Juli 2015 telah menghasilkan kesimpulan terkait operasi perdamaian, yang akan diajukan dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-70 di New York pada September mendatang.
Salah satu kesimpulan yang dicapai adalah misi perdamaian PBB harus lebih mempertimbangkan peraturan domestik sebelum mengirimkan pasukan penjaga perdamaian ke negara yang berkonflik.
Credit CNN Indonesia