Jumat, 04 Agustus 2017

FBI Tangkap Pakar yang Akhiri Serangan WannaCry


FBI Tangkap Pakar yang Akhiri Serangan WannaCry 
Ilustrasi peretas. (Thinkstock/g-stockstudio)


Jakarta, CB -- Peneliti keamanan siber yang dinilai membantu menetralisir serangan ransomware WannaCry belum lama ini telah ditangkap oleh Biro Federal Investigasi. atau FBI.

Marcus Hutchins, peneliti malware berbasis di Inggris, mendapat perhatian karena mendeteksi kelemahan WannaCry pada Mei lalu.

Ia ditahan FBI di Nevada beberapa hari setelah puluhan ribu peretas berkumpul di konferensi keamana di Las Vegas.

"Kami mengetahui bahwa ia ditangkap," kata seorang juru bicara polisi Amerika Serikat yang dikutip Reuters, Jumat (4/8). "Ini bukan kasus kami, tapi FBI."

Perwakilan di kantor FBI di Las Vegas dan kantor pusat badan detektif itu di Washington masih belum memberikan komentar terkait hal ini.

Malware atau perangkat lunak jahat WannaCry menginfeksi ratusan ribu komputer dan mengganggu pabrik mobil, rumah sakit, toko-toko dan sekolah di lebih dari 150 negara.

Penangkapan Hutchins pertama kali dilaporkan situs keamanan Motherboard pada Kamis. Laporan itu menyebut Hutchins ditangkap sehari sebelumnya.




Credit  CNN Indonesia


Pakar yang Hentikan WannaCry Ditangkap karena Kasus Peretasan

 
Pakar yang Hentikan WannaCry Ditangkap karena Kasus Peretasan 
Ilustrasi peretas. (Reuters/Kacper Pempel)


Jakarta, CB -- Sejumlah dokumen pengadilan menunjukkan bahwa Marcus Hutchins, pakar keamanan siber yang dianggap membantu menetralisir serangan ransomware WannaCry belum lama ini, ditangkap FBI karena kasus peretasan yang berbeda.

Peneliti malware berusia 23 tahun yang berbasis di Inggris itu ditangkap FBI di Las Vegas pada Rabu, kata juru bicara Kementerian Kehakiman AS. Dia berada di antara puluhan ribu peretas yang berkumpil di kota tersebut untuk menghadiri konvensi Black Hat dan Def Con.

Berkas dakwaan yang diajukan di Pengadilan Distrik AS di Wisconsin menuding pria yang dikenal dengan nama lain "MalwareTech" itu telah mengiklankan, menyebarkan dan mengambil keuntungan dari kode malware "Kronos" yang mencuri data perbankan daring dan kartu kredit. Hutchins diduga terlibat dalam kejahatan itu pada Juli 2014 dan Juli 2015.

Menghadapi enam tuntutan tekait Kronos, Hutchins didakwa bersama seorang rekan disebutkan namanya. Namun, kasus ini tidak terungkap hingga akhirnya ia ditangkap.

Hutchins dihadapkan pada hakim Nancy Koppe di Las Vegas, Kamis. Dan Coe, seorang pengacara federal, mengatakan Hutchins "bekerja sama dengan pemerintah sebelum dijatuhkan tuntutan."

Sidang tersebut dijadwalkan untuk berlanjut Jumat sore untuk menentukan apakah ia akan diwakilkan oleh penasihat hukum swasta atau pengacara pemerintah federal.

Diberitakan Reuters, Hutchins tidak menunjukkan emosi berarti sementara Koppe membacakan tuntutan terhadapnya.

Malware Kronos

Perangkat lunak jahat Kronos yang diunduh dari sematan surat elektronok membuat sistem komputer korban mudah ditembus pencuri data perbankan dan kartu kredit. Dengan demikian, para pelaku kejahatan bisa menggunakannya untuk menyedot uang dari rekening-rekening bank.

Menurut surat dakwaan, rekan Hutchins yang turut disidang itu mengiklankan malware Kronos di AlphaBay, pasar gelap internet yang telah ditutup otoritas pada bulan lalu. Penyidik menyatakan situs itu memungkinkan pengguna anonim untuk memfasilitasi perdagangan global narkotik, senjata api, perangkat peretasan dan barang-barang ilegal lain.

Kementerian Kehakiman menyebut Kronos digunakan untuk mencuri data perbankan di Kanada, Jerman, Polandia, Perancis, Inggris dan negara-negara lain.


Credit  CNN Indonesia

Peneliti 'Pahlawan' WannaCry jual Malware Ribuan Dolar


Peneliti 'Pahlawan' WannaCry jual Malware Ribuan Dolar 
Ilustrasi peretas. (Reuters/Kacper Pempel)


Jakarta, CB -- Marcus Hutchins, peneliti yang terkenal karena menghentikan serangan malware WannaCry, ditangkap oleh FBI karena membuat perangkat lunak jahat lain. Program itu dijual dengan harga ribuan dolar di pasar gelap.

Peneliti malware berusia 23 tahun yang berbasis di Inggris itu ditangkap FBI di Las Vegas pada Rabu, kata juru bicara Kementerian Kehakiman AS. Dia berada di antara puluhan ribu peretas yang berkumpil di kota tersebut untuk menghadiri konvensi Black Hat dan Def Con.

Berkas dakwaan yang diajukan di Pengadilan Distrik AS di Wisconsin menuding pria yang dikenal dengan nama lain "MalwareTech" itu telah mengiklankan, menyebarkan dan mengambil keuntungan dari kode malware "Kronos" yang mencuri data perbankan daring dan kartu kredit. Hutchins diduga terlibat dalam kejahatan itu pada Juli 2014 dan Juli 2015.

Menurut berkas dakwaan yang diperoleh CNN, Jumat (4/8), Hutchins berperan sebagai pembuat malware tersebut. Sementara itu, seorang rekan yang tidak disebutkan namanya bertindak sebagai penjual program jahat tersebut.

Pada 13 Juli 2014, sebuah video yang menunjukkan cara bekerja "Trojan Perbankan Kronos" diunggah di internet secara publik dan bisa diakses oleh siapa saja. Rekan anonim Hutchins tampil sebagai peraga dalam rekaman tersebut.

Nerlas tersebut menunjukkan bahwa pada bulan depannya, ia membuka penjualan Kronos di forum internet seharga $3.000 atau Rp40 juta .

Dugaan tindak kejahatan itu terus berlangsung hingga pada April 2015, mereka mengiklankan Kronos di forum pasar gelap AlphaBay.

Pada 11 Juni 2015, sebuah versi dari malware tersebut dibeli seharga $2.000 dalam mata uang digital, setara dengan Rp26 juta.

Perangkat lunak jahat Kronos yang diunduh dari sematan surat elektronok membuat sistem komputer korban mudah ditembus pencuri data perbankan dan kartu kredit. Dengan demikian, para pelaku kejahatan bisa menggunakannya untuk menyedot uang dari rekening-rekening bank.

Menurut surat dakwaan, rekan Hutchins yang turut disidang itu mengiklankan malware Kronos di AlphaBay, pasar gelap internet yang telah ditutup otoritas pada bulan lalu. Penyidik menyatakan situs itu memungkinkan pengguna anonim untuk memfasilitasi perdagangan global narkotik, senjata api, perangkat peretasan dan barang-barang ilegal lain.

Kementerian Kehakiman menyebut Kronos digunakan untuk mencuri data perbankan di Kanada, Jerman, Polandia, Perancis, Inggris dan negara-negara lain.



Credit  CNN Indonesia