Para ilmuwan
menemukan informasi baru yang menarik terkait bencana lingkungan yang
disebabkan tumbukan asteroid pada Bumi sekitar 66 juta tahun lalu.
Mereka
menemukan bahwa kehidupan kembali normal dengan cukup cepat setelah
terjadi tumbukan benda angkasa luar yang diduga banyak pihak memusnahkan
dinosaurus tersebut.Mereka menemukan organisme kecil ternyata dapat berevolusi hanya dalam waktu ribuan tahun pertama setelah peristiwa tersebut.
Professsor Joanna Morgan dari Imperial College, London yang merupakan salah satu pimpinan proyek penelitian mengatakan batu yang ditemukan sangat berbeda dengan yang ada di bagian lain dunia.
"Batu ini sangat aneh, batu yang membentuk hal ini, dinamakan cincin puncak, mereka sangat, sangat (mewakili) apa yang kami namakan 'shocked', tekanan kejutan puluhan gigapascal merusak batu dalam cara yang dinamakan 'metamorfisma kejutan'; (batu) sangat terpecah-pecah, sehingga tersebar pada jarak yang berjauhan, sangat berpori, jadi meskipun terbuat dari batu sejenis granit, sangat berbeda dengan yang lainnya, (sangat berbeda dengan ) jenis batu granit manapun yang kami lihat di dunia," kata Prof. Morgan.
Para peneliti memperkirakan peristiwa ini dapat dipakai untuk mengetahui evolusi yang terjadi pada kejadian yang menghapuskan hampir semua bentuk kehidupan di dunia.
Credit BBC
Apa yang terjadi setelah dinosaurus punah?
Di tempat pepohonan
pernah menjulang tinggi, menaungi semak belukar dan paku-pakuan yang
lebat, hanya batang-batang pohon hangus yang tersisa.
Alih-alih
dengungan serangga yang tak putus-putus mengaburkan geraman dinosaurus
raksasa, hanya ada kesunyian, yang sesekali dipecahkan suara angin.
Kegelapan merajalela: warna biru, hijau, kuning, dan merah yang pernah
menari-nari di bawah sinar matahari telah sirna.Itulah kondisi Bumi setelah tabrakan asteroid selebar 9,6 kilometer, 66 juta tahun lalu.
“Dalam hitungan menit sampai jam, Bumi berubah dari tempat yang subur dan penuh kehidupan menjadi hening total dan kosong,” kata Daniel Durda, ilmuwan dari Southwest Research Institute di Colorado. “Terutama dalam radius ribuan kilometer di sekeliling lokasi benturan, semuanya tersapu bersih.”
Namun melengkapi detail, terutama apa yang terjadi setelah benturan dan apa yang memungkinkan beberapa organisme bertahan hidup, ternyata lebih menantang dari yang diperkirakan.
Perkiraan bahwa dinosaurus musnah karena hantaman asteroid pertama kali diajukan pada tahun 1980. Ide tersebut dianggap kontroversial pada waktu itu.
Kemudian pada tahun 1991, geolog menemukan lokasi tumbukan: kawah berdiameter 180 km di sepanjang Semenanjung Yukatan, Meksiko. Mereka menamakannya Chicxulub, seperti nama kota terdekat.
Kawah itu tersembunyi di bawah tanah. Bagian utaranya berada di lepas pantai, terkubur di bawah 600m sedimen lautan.
Pada April 2016, ilmuwan memulai pengeboran sedalam dua kilometer di bagian kawah di lepas pantai, untuk mengambil sampel sedalam 3 meter. Mereka akan menganalisis sampel tersebut untuk melihat perubahan pada jenis batuan, mencari fosil dan bahkan DNA yang terperangkap di dalam bebatuan.
“Kami akan melihat apa yang kemungkinan besar merupakan samudera yang steril di ground zero tak lama setelah tumbukan, lalu kami dapat melihat bagaimana kehidupan muncul kembali,” kata seorang peneliti yang terlibat dalam pengeboran, Sean Garrick dari Institut Geofisika University of Texas.
Beberapa hal dapat diperkirakan tanpa mengebor ke dalam kawah.
Asteroid melesat di angkasa dengan kecepatan 40 kali kecepatan suara.
Dengan informasi ini, Durda bersama David Kring dari Lunar and Planetary Institute di Texas, membuat simulasi kejadian detail tabrakan asteorid – dan memprediksi apa saja kejadian yang dipicu oleh tabrakan itu. Para peneliti kemudian menguji skenario tersebut dengan bukti fosil untuk menentukan apakah yang diprediksikan benar-benar terjadi.
“Semua perhitungan itu dilakukan dengan cermat,” kata paleobotanis Kirk Johnson, direktur Museum Smithsonian. “Kami dapat menyusun skenario detail, mulai dari momen tabrakan hingga menit, jam, hari, bulan, dan tahun-tahun setelah kejadian itu.”
Berbagai penelitian mengungkap suatu bencana besar.
Asteroid melesat di udara dengan kecepatan lebih dari 40 kali kecepatan suara. Ketika menghantam bumi, batu dari luar angkasa itu menghasilkan ledakan yang setara dengan 100 triliun ton TNT, kira-kira tujuh miliar kali lebih kuat dari bom Hiroshima.
Meteor itu bagaikan peluru berdiameter 10km
Gelombang tsunami setinggi 100 hingga 300 meter menyapu Teluk Meksiko. Gempa berkekuatan 10 skala Richter menghancurkan garis pantai dan hempasan udara meratakan hutan dalam radius ribuan kilometer. Setelah itu, berton-ton batuan berjatuhan dari langit dan mengubur kehidupan yang tersisa.
“Meteor itu bagaikan peluru berdiameter 10km,” kata Johnson.
Namun dampak langsung ini bukan satu-satunya penyebab kepunahan massal.
Ketika asteroid menghantam bumi, ia menguapkan bongkahan besar kerak bumi. Puing-puingnya terlempar bagaikan bulu-bulu api ke atas lokasi tubrukan, hingga ke langit.
Pijar panas dari puing-puing yang kembali memasuki atmosfer menjadikan planet bumi seperti oven.
Puing-puing itu menyebar ke timur dan barat hingga menyelimuti seluruh permukaan bumi. Kemudian, karena masih terikat gravitasi, mereka jatuh kembali ke atmosfer bagaikan hujan.
Ketika mendingin, mereka terpadatkan menjadi triliunan butiran gelas berukuran seperempat milimeter. Butiran-butiran tersebut melesat ke permukaan bumi dengan kecepatan setara kecepatan pesawat ruang angkasa, membuat atmosfer begitu panas sehingga, di sejumlah tempat, tumbuh-tumbuhan darat terbakar.
“Pijar panas dari puing-puing yang kembali memasuki atmosfer menjadikan planet bumi seperti oven raksasa,” kata Johnson.
Jelaga dari api, bercampur debu dari tubrukan, menghalangi cahaya matahari dan mengantarkan bumi ke musim dingin yang gelap berkepanjangan.
Selama beberapa bulan setelahnya, partikel-partikel kecil turun bagai gerimis ke tanah, menutupi seluruh permukaan planet dengan lapisan debu asteroid. Sekarang paleontolog dapat menemukan lapisan ini terawetkan bersama fosil. Ia menandakan “Batas Cretaceous-Paleogen (K-Pg)”, titik balik dalam sejarah planet kita.
Pada tahun 2015, Johnson menelusuri lapisan Batas K-Pg sejauh 177km di North Dakota, mencari fosil di sepanjang perjalanan. “Jika Anda melihat ke bawah lapisan ini, ada dinosaurus di mana-mana,” ujarnya. “Tapi jika Anda melihat ke atas, tidak ada dinosaurus.”
Di Amerika Utara, sebelum tubrukan Chicxulub, bukti fosil menggambarkan hutan kanopi yang rimbun, terjalin dengan rawa dan sungai; serta dipenuhi paku-pakuan, tumbuhan air, dan semak belukar.
Tidak seperti proses geologi lainnya, dampak tubrukan asteroid terasa dalam sekejap.
“Alam penuh dengan kehidupan beraneka ragam seperti yang kita punya sekarang,” kata Durda. “Namun setelah tubrukan, ia jadi seperti di bulan. Gersang dan tandus.”
Saintis memperkirakan dampak asteroid dengan mempelajari lapisan K-Pg, yang telah mereka temukan di 300 lokasi di seluruh dunia.
“Tak seperti proses geologi lainnya, dampak asteroid terasa dalam sekejap,” kata Johnson. “Setelah kita memastikan bahwa lapisan itu ialah debris dari kawah tubrukan asteroid, kita dapat melakukan perbandingan atas dan bawah, sebelum dan sesudah.”
Tidak seperti proses geologi lainnya, dampak tubrukan asteroid terasa dalam sekejap.
Di habitat yang tidak hancur oleh api, panas ekstrem membunuh makanan bagi hewan dan hujan asam mencemari sumber air. Lebih parah lagi, puing-puing di udara membuat bumi gelap, menghentikan fotosintetis dan menghancurkan rantai makanan.
“Di darat, semua terbakar. Dan semua hewan besar kelaparan sampai mati,” kata Johnson.
Bukti fosil mengungkap bahwa tidak ada hewan yang lebih besar dari rakun berhasil bertahan hidup. Spesies bertubuh kecil punya peluang lebih besar untuk bertahan karena jumlah mereka lebih banyak, makan lebih sedikit, dan beranak-pinak lebih cepat.
Butuh ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun untuk memulihkan ekosistem.
Dampak musim dingin lebih besar di belahan bumi yang memasuki musim semi. “Jika Anda menghentikan fotosintetis selama musim tumbuh, itu akan jadi masalah,” kata Johnson.
Bukti fosil mengindikasikan bahwa Amerika Utara dan Eropa bertahan lebih baik setelah bumi terbakar. Dari situ diperkirakan bahwa belahan bumi utara baru mulai memasuki musim dingin ketika asteroid datang.
Namun bahkan di area yang terkena dampak paling buruk, kehidupan perlahan kembali muncul tak lama kemudian.
“Ada dua sisi dalam persoalan kepunahan massal ini,” kata Kring. “Satu sisi adalah apa yang memusnahkan kehidupan? Sisi lainnya: hewan atau tumbuhan apa yang punya kemampuan bertahan hidup dan akhirnya memulihkan diri?”
Butuh ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun untuk memulihkan ekosistem.
Seperti halnya setelah kebakaran hutan di masa sekarang, tumbuhan paku-pakuan memenuhi lanskap yang hangus. Di ekosistem lainnya, alga dan lumut mendominasi.
Di wilayah yang lolos dari kehancuran terparah, beberapa spesies bertahan dan berkembang biak. Di laut, hiu, buaya, dan beberapa jenis ikan berhasil melalui situasi terburuk.
Punahnya dinosaurus berarti satu relung ekologi baru terbuka. “Karena spesies mamalia mengisi relung ekologis yang kosong inilah Bumi memiliki keanekaragaman mamalia yang kita lihat sekarang,” jelas Durda.
Ketika para ilmuwan memulai pengeboran pada musim semi ini, mereka akan berusaha mendapatkan gambaran lebih jelas tentang bagaimana kawah terbentuk. Informasi itu akan memperjelas perkiraaan tentang dampak tubrukan terhadap iklim.
“Kami akan melakukan analisis yang lebih akurat akan isi kawah ini,” kata Johnson. “Kami akan belajar banyak tentang distribusi energi, dan pada dasarnya, apa yang terjadi pada bumi jika dihantam sesuatu sebesar itu.”
Butuh ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun untuk memulihkan ekosistem.
“Dengan melihat kehidupan kembali muncul, Anda dapat menjawab beberapa pertanyaan,” kata Gulick. “Siapa yang pertama kali muncul? Apakah spesialis? Atau generalis? Keanekaragaman evolusi apa yang terjadi dan seberapa cepat?”
Meskipun banyak spesies dan individu musnah, bentuk kehidupan lain justru berkembang pesat dengan ketiadaan mereka. Inilah dualisme bencana dan kesempatan yang terjadi berulang-ulang sepanjang sejarah planet Bumi.
Lebih tepatnya, jika asteroid itu tidak jatuh ke Bumi 66 juta tahun lalu, jalannya evolusi mungkin akan sangat berbeda – dan tidak akan menghasilkan manusia. “Adakalanya, saat sedang puitis, saya membayangkan bahwa kawah Chicxulub ialah ujian besar bagi evolusi manusia,” kata Kring.
Dia juga berpendapat kalau tubrukan besar mungkin membantu kehidupan bermula.
Inilah dualisme bencana dan kesempatan.
Kondisi itu memungkinkan organisme termofilik dan hipertermofilik – mahluk bersel satu yang berkembang dengan baik dalam lingkungan yang panas dan kaya materi organik – hidup dalam kawah. Proyek pengeboran akan menguji ide ini.
Sejak kelahirannya pada sekitar 3,9 miliar tahun lalu, Bumi dibombardir asteroid dan puing-puing luar angkasa lainnya. Pada tahun 2000, Kring mengajukan teori bahwa tubrukan tersebut menciptakan sistem hidrotermal di bawah tanah, seperti yang mungkin terjadi di Chicxulub.
Kondisi panas, kaya materi organik, dan basah ini dapat mendukung bentuk kehidupan pertama. Jika itu benar, maka bakteri termofilik yang tahan panas adalah bentuk kehidupan pertama di Bumi.
Credit BBC