Presiden Rusia,
Vladimir Putin, sudah menandatangani dekrit untuk menunda sebuah
kesepakatan dengan Amerika Serikat dalam membuang surplus senjata
berkadar plutonium.
Dekrit bersangkutan menuduh Amerika Serikat
menciptakan 'ancaman atas stabilitas strategis, sebagai akibat dari
tindakan-tindakan yang tidak bersahabat terhadap Rusia'.Oleh karena itu Rusia harus mengambil 'langkah-langkah keamanan yang mendesak'.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan gabungan dari 68 ton plutonium tersebut 'cukup sebagai bahan untuk sekitar 17.000 senjata nuklir.'
Tahun 2010 kedua negara mengukuhkan kembali kesepakatan itu.
Tuduhan Moskow
Namun bulan April, Putin mengatakan Amerika Serikat gagal memenuhi kewajibannya untuk menghancurkan plutonium dan sebaliknya, tambah Putin, metode pemrosesan ulang AS memungkinkan plutonium diambil sarinya dan digunakan untuk senjata nuklir."Kami memenuhi tugas kami, kami membangun usaha itu. Namun mitra kami dari Amerika tidak," kata Putin.
Amerika Serikat membantah tuduhan Putin dengan menegaskan bahwa metode pembuangannya tidak melanggar kesepatakan.
Dekrit penundaan kesepakatan ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan antara Moskow dan Washington terkait dengan pengeboman yang dilakukan Rusia atas Suriah, yang menurut beberapa pihak tergolong sebagai 'kejahatan perang'.
Pesawat-pesawat tempur Rusia membantu pasukan pemerintah pimpinan Presiden Bashar al-Assad melawan kelompok-kelompok pemberontak, yang sebagian didukung oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Teluk.
Sebelumnya kedua negara juga bersitegang karena Rusia mencaplok Krimea saat konflik militer di Ukraina dan membantu kelompok pemberontak yang menentang pemerintah Ukraina.
Credit BBC