CB, ANKARA -- Menteri Luar Negeri Turki Mevlut
Cavusoglu mengatakan, sebentar lagi sebuah 'perang suci' akan
berlangsung di Eropa. Pernyataan itu disampaikan menyusul hasil pemilu
di Belanda dan ketegangan Den Haag dengan Turki baru-baru ini.
Cavusoglu menegaskan, tidak menyambut kemenangan Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) pimpinan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Rabu (15/3). Cavusoglu menanggapi dengan sinis bahwa hasil pemilihan umum (pemilu) itu tidak akan mengubah konflik antara dua negara.
"Saat ini pemilu sudah berakhir di Belanda, jika Anda melihat banyak partai di sana tidak akan jauh berbeda karena semuanya beraliran fasis," ujar Cavusoglu, dilansir the Independent, Kamis (16/3).
"Semua memiliki mental yang sama. Ke mana Anda akan pergi? Ke mana Anda akan membawa Eropa? Kalian telah memulai menghancurkan Eropa. Kalian mencemplungkan Eropa ke nekara. Perang suci akan dimulai di Eropa."
Ketegangan dengan Belanda muncul setelah pemerintah negara itu membatalkan izin penerbangan Cavusoglu yang hendak berkunjung ke salah satu kota di Negeri Kincir Angin itu pada Sabtu (11/3). Saat itu, ia berencana meminta dukungan atas referendum dari warga Turki yang ada di sana.
Pada hari yang sama dengan kejadian itu, Pemerintah Belanda juga memblokir konvoi Menteri Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya. Ia dipaksa pergi dan berada di bawah pengawalan polisi. Kemudian, warga Turki di Rotterdam, Belanda yang melakukan aksi unjuk rasa damai juga harus berhadapan dengan kepolisian Belanda. Petugas keamanan itu membawa pentungan dan meriam.
Baca juga, Turki Segel Kedutaan Besar Belanda.
Ia membandingkan Rutte dengan politisi sayap kanan Belanda Geert Wilders. Selama ini, ia merupakan sosok anti-Islam yang dinilai memanfaatkan pertikaian negaranya dengan Turki.
Dalam sebuah pernyataan, Wilders pernah mengatakan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan adalah sosok seorang diktator. Politikus dari Partai untuk Kebebasan (PVV) itu juga mengkritik cara pemerintah negara itu untuk mendapat dukungan referendum.
Cavusoglu menegaskan, tidak menyambut kemenangan Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD) pimpinan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Rabu (15/3). Cavusoglu menanggapi dengan sinis bahwa hasil pemilihan umum (pemilu) itu tidak akan mengubah konflik antara dua negara.
"Saat ini pemilu sudah berakhir di Belanda, jika Anda melihat banyak partai di sana tidak akan jauh berbeda karena semuanya beraliran fasis," ujar Cavusoglu, dilansir the Independent, Kamis (16/3).
"Semua memiliki mental yang sama. Ke mana Anda akan pergi? Ke mana Anda akan membawa Eropa? Kalian telah memulai menghancurkan Eropa. Kalian mencemplungkan Eropa ke nekara. Perang suci akan dimulai di Eropa."
Ketegangan dengan Belanda muncul setelah pemerintah negara itu membatalkan izin penerbangan Cavusoglu yang hendak berkunjung ke salah satu kota di Negeri Kincir Angin itu pada Sabtu (11/3). Saat itu, ia berencana meminta dukungan atas referendum dari warga Turki yang ada di sana.
Pada hari yang sama dengan kejadian itu, Pemerintah Belanda juga memblokir konvoi Menteri Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya. Ia dipaksa pergi dan berada di bawah pengawalan polisi. Kemudian, warga Turki di Rotterdam, Belanda yang melakukan aksi unjuk rasa damai juga harus berhadapan dengan kepolisian Belanda. Petugas keamanan itu membawa pentungan dan meriam.
Baca juga, Turki Segel Kedutaan Besar Belanda.
Ia membandingkan Rutte dengan politisi sayap kanan Belanda Geert Wilders. Selama ini, ia merupakan sosok anti-Islam yang dinilai memanfaatkan pertikaian negaranya dengan Turki.
Dalam sebuah pernyataan, Wilders pernah mengatakan bahwa Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan adalah sosok seorang diktator. Politikus dari Partai untuk Kebebasan (PVV) itu juga mengkritik cara pemerintah negara itu untuk mendapat dukungan referendum.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
Turki Segel Kedutaan Besar Belanda
CB, ANKARA -- Sejumlah sumber pada kementerian
luar negeri Turki menyebut pihak berwenang setempat telah menyegel
kedutaan dan konsulat Belanda, Sabtu (11/3), di tengah meningkatnya
perselisihan antara kedua negara menyangkut kampanye Turki di Eropa.
Turki juga menutup kediaman duta besar, kuasa usaha, dan konsul jenderal Belanda. Ketegangan antara kedua negara sesama anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) itu meningkat setelah Pemerintah Belanda melarang menteri luar negeri Turki terbang ke Rotterdam. Sebelumnya menurut laporan NOS News, Menteri Urusan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya diadang oleh kepolisian Belanda untuk masuk ke konsulat Turki di Rotterdam.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, pihaknya tidak menginginkan duta besar Belanda untuk sementara ini kembali ke Turki di tengah perselisihan kedua negara.
"Kami tidak menginginkan duta besar Belanda, yang sekarang sedang cuti, untuk kembali ke penempatannya untuk sementara ini. Mitra-mitra kami sudah dijelaskan bahwa keputusan besar yang diambil terhadap Turki dan masyarakat Turki Belanda akan menimbulkan masalah serius pada aspek diplomatik, politik, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya," kata kementerian dalam suatu pernyataan.
Turki juga menutup kediaman duta besar, kuasa usaha, dan konsul jenderal Belanda. Ketegangan antara kedua negara sesama anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) itu meningkat setelah Pemerintah Belanda melarang menteri luar negeri Turki terbang ke Rotterdam. Sebelumnya menurut laporan NOS News, Menteri Urusan Keluarga Turki Fatma Betul Sayan Kaya diadang oleh kepolisian Belanda untuk masuk ke konsulat Turki di Rotterdam.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, pihaknya tidak menginginkan duta besar Belanda untuk sementara ini kembali ke Turki di tengah perselisihan kedua negara.
"Kami tidak menginginkan duta besar Belanda, yang sekarang sedang cuti, untuk kembali ke penempatannya untuk sementara ini. Mitra-mitra kami sudah dijelaskan bahwa keputusan besar yang diambil terhadap Turki dan masyarakat Turki Belanda akan menimbulkan masalah serius pada aspek diplomatik, politik, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya," kata kementerian dalam suatu pernyataan.
Credit REPUBLIKA.CO.ID